"Om Lukman!" panggil Eliza dengan suara parau. "Kau sudah berkenalan dengan menantu Om? Kenalkan, ini Zivara, istrinya Rangga," ucap papa mertuaku tersenyum lebar. "Ada perlu apa dengan Rangga? Zia adalah istrinya. Kau bisa membicarakan masalahmu dengannya," lanjut papa mertuaku lagi. "Jadi gadis ini benar istrinya, Rangga?" Tanya Eliza pada om Lukman, masih tak percaya. ***"Iya, itu benar. Rangga dan Zia sudah menikah, jika tak ada halangan, akhir tahun ini acara resepsi mereka akan diselenggarakan," Jawab papa mertuaku itu santai. "Zia, papa masuk kekamar dulu ya. Nak Eliza, silakan dilanjut obrolan kalian. Maaf, Om tinggal ya!" Papa mertuaku langsung melangkah meninggalkan ruangan ini, Bi ijah juga kuminta pergi meninggalkan kami. "Lalu, hal apa yang ingin kau bicarakan dengan suamiku itu?" Sengaja kutekankan kalimat itu padanya. Ia diam, seperti kehabisan kata kata, aku yakin saat ini ia merasa malu. Itupun juga jika ia masih punya rasa malu. "Maaf, aku tak tahu jika kau a
Aku mengucek mata beberapa kali demi memastikan apa yang baru saja kulihat. Terlihat disana Mas Rangga sudah berada di luar kantornya sedang berbicara dengan seorang wanita. Siapa dia? wanita itu sangat cantik, terlihat elegan dan berkelas. Apakah wanita itu Laura? Aku keluar dari dalam mobil dan mengintip dari balik mobil. Rasa penasaran membuatku ingin mendengar percakapan mereka. "Ingat Rangga, kau sudah berjanji mengabulkan satu keinginanku." "Aku tak lupa, katakan apa yang kau inginkan?" "Habiskan satu malam bersamaku." ucapan Wanita itu sukses membuat wajahku memerah, menahan amarah. ****Apa maksud ucapannya, menghabiskan satu malam bersama? Apakah itu semacam ...? Ah tidak! Pikiranku mulai berprasangka buruk, kukepalkan tanganku kuat, amarahku mulai naik.Panasnya siang ini tak seterik matahari di hatiku saat ini, rasanya persis seperti ada api yang membakar tubuhku sekarang. Wanita itu berpenampilan cukup berani. Dress sebatas lutut dengan belahan cukup tinggi yang mempe
Bi Ijah menunduk sebentar, tak lama ia mulai bercerita. "Non Eliza adalah pacarnya den Rangga saat masih kuliah, dulu waktu mereka masih pacaran, Mbak Eliza sering main kesini, tapi Almh. Nyonya, tidak begitu suka dengan non Eliza, karena kadang sikapnya kurang sopan. Mas Rangga sering membelanya waktu itu, dan beralasan jika sikap Eliza seperti itu karena ia cukup lama tinggal di luar negeri, jadi kebiasaan itu terbawa sampai kemari." Ia diam sejenak"Lalu non Laura ...?" tanyaku tak sabar.***"Setahu bibi. Setelah hubungan den Rangga dan Non Eliza berakhir, Non Laura masuk menggantikan posisi Non Eliza. Mereka pacaran cukup lama, meskipun tuan besar, menyetujui hubungan mereka, tetap saja ia tak menyukai Non Laura." "Kenapa bisa begitu, apa bibi tahu alasannya?" Tanyaku penasaran. "Bibi pernah dengar tentang janji Tuan Besar untuk menjodohkan den Rangga pada seorang anak temannya, waktu itu den Rangga menolak keras perjodohan itu, dan berniat melamar Non Laura agar terbebas dari
PoV Rangga Aneh.Sudah seminggu ini sikap Zia, tak seperti biasa, gadis itu terlihat lebih banyak diam. Apakah ada sesuatu hal yang menggangu pikirannya? Ada yang berbeda dengan Zia. Sorot matanya kadang terlihat kosong, gadis itu juga tak terlalu banyak bicara sekarang. membuat rasa penasaranku tiba tiba datang.Kubuka perlahan pintu kamarku, tampak Zia sedang tertidur pulas di sofa, seharusnya malam ini adalah giliranku yang tidur disana, entah kenapa, beberapa malam ini, ia terus saja memilih untuk tidur disana. Kubetulkan kembali letak selimutnya yang hampir jatuh, wajahnya yang polos, membuat siapapun yang melihatnya akan jatuh hati, ia seorang gadis pekerja keras dan ulet yang pernah kukenal, ia jauh berbeda dari Eliza maupun Laura. Laura? Entah kenapa wanita itu datang kembali setelah tiga tahun berlalu, aku tak mengerti mengapa ia datang kekantorku seminggu yang lalu, aku bahkan tak pernah berpikir ataupun berharap untuk bertemu dengannya lagi setelah ia menolak lamaranku ti
"Lebih baik aku shalat di tempat lain saja, terlalu lama disini, bukan saja konsentrasiku yang hilang, tetapi juga kesabaranku," sungutnya sambil melangkah keluar, lalu menutup pintunya. Aku memang tak mengerti jalan pikiran wanita, diperhatikan salah, tidak diperhatikan, dikira tak peka, tak berperasaan, mungkinkah aku harus berguru pada Kahlil Gibran atau William Shakespeare, agar bisa memilih kata kata yang mampu memikat hati wanita? Ah. Sepertinya iya, jika ingin mendapatkan perhatian Zia kembali. **** Tidurku tak begitu nyenyak semalam, Entah mengapa, tadi malam, Mas Rangga bertingkah begitu menyebalkan, sudah berulang kali kukatakan jika aku lebih suka tidur di sofa, dia malah memancing masalah, membuatku kesal. Pagi ini papa memintaku menemaninya kekantor, ada beberapa hal penting yang harus kupelajari katanya. Papa memang menginginkanku mempelajari semua hal tentang bisnisnya. Untunglah, dengan menemaninya, aku punya kegiatan diluar hari ini, setidaknya itu bisa memulihka
"Maaf, dengan Bu Zia?" Panggilnya sopan padaku. "Iya, saya. Maaf, ada apa ya?" Balasku. "Anda di cari bapak, bu!" Jawabnya dengan bahasa tubuh yang sopan. "Terima kasih, nanti aku akan kesana," jawabku. Aku menoleh kearah Vira, sejenak kulihat wajah gadis itu terlihat bingung, aku menyunggingkan senyum simpul padanya. "Kau tak ingin ikut bersamaku, Vira? Untuk mencari tahu dan melihat siapa pria kaya itu?"*** "Tak perlu, aku tak tertarik," sungutnya. Tanpa perlu banyak bicara, kutarik paksa lengannya, sekali kali gadis sombong ini sangat perlu diberi pelajaran khusus. "Mau kemana kau menarikku? Kau benar benar gadis kasar, tak tahu sopan santun." Ia terus memakiku, hingga akhirnya mulut itu berhenti memaki ketika kami berdua masuk kedalam lift, yang akan membawa kami keruangan kerja papa mertuaku. "Aku hanya ingin memberi tahu pada gadis sombong sepertimu, bahwa aku tidak berbohong," jelasku santai. Pintu lift kemudian terbuka, aku kembali menarik lengannya, hingga kini kam
Siapa itu Kinanti? Hingga Mas Rangga sampai semarah itu saat bicara dengannya, Dan lagi apa yang mereka bicarakan? Jujur saja itu membuatku penasaran. Urusan dengan Laura saja belum selesai dan aku masih belum tahu jawaban Mas Rangga dengan permintaan Laura yang ingin menghabiskan satu malam bersamanya, dan sekarang, Kinanti?Entah mengapa, di benakku kini terlintas percakapan kami waktu itu, saat ia menceritakan tentang hubungannya dengan Eliza dan Laura.Astaga, mungkinkah, Kinanti adalah wanita yang waktu itu pernah kutanyakan? Meski pandanganku masih tertuju pada Mas Rangga, namun, kepalaku kini sudah penuh dengan berbagai pertanyaan. ****Mungkinkah, Kinanti adalah wanita yang waktu itu pernah kutanyakan? Wanita yang pernah menjebaknya pada malam terkut*k itu, hingga akhirnya membuatku kehilangan mahkota yang selama 20 tahun ini kujaga? Jika benar wanita itu, untuk apalagi ia menghubungi Mas Rangga, apakah masih ada hal yang belum selesai diantara mereka? Aku membuang nafas be
"Zia, bisa aku bicara sebentar denganmu?" Aku mengernyitkan dahi. Heran. Tak biasanya laki laki ini bertanya dulu padaku. Biasanya ia langsung saja bicara. "Iya, ada apa Mas? Apa ada sesuatu yang penting? Apa ini ada hubungannya dengan kedatangan Mbak Soraya tadi siang?" Kuberondong ia dengan banyak pertanyaan. ****"Ayo ikut aku sebentar ke kamar, kita bicara disana saja," ajaknya. Aneh, hal sepenting apa hingga wajahnya terlihat sangat serius seperti ini? Kuikuti saja langkah kakinya, ia tetap diam tak mengatakan apapun, tak lama kami berdua kini sudah berada di dalam kamar.Aku menutup pintunya, lalu duduk diatas ranjang, menunggu hal penting apa yang ingin ia bicarakan denganku. "Tadi sewaktu kau pergi bersama Pak Arsyad, papa mengajakku bicara, ia sungkan untuk membicarakan hal ini denganmu, makanya papa memintaku untuk membicarakannya lebih dulu denganmu."Wajah Mas Rangga terlihat serius, sesekali ia membuang nafas panjang, mungkin sedang mencari kata kata yang pas. "Ini