"Robbi... Apa salahku? Kenapa kau uji dengan semua ini, sungguh aku tak sanggup." Ara membenamkan wajahnya di atas sajadah, menangis tersedu-sedu.Di kamar lainnya, Elma tersenyum puas melihat vidio kiriman, Aldo. Orang suruhannya, sekaligus sahabat Ara dulu saat SMA, lelaki itu juga mencintai Ara, tapi cintanya kandas karena Ara menikah dengan Ehan.Dengan liciknya, Elma merasuki fikiran Aldo untuk menghancurkan rumah tangga Ara, dan lelaki itu menuruti karena dia pun butuh uang untuk pengobatan ayahnya yang sakit struk. Meski tujuan utamanya uang, Aldo kini benar-benar berharap Ara berpisah, dia tak tega melihat Ehan selingkuh dibelakang Ara.Aldo juga yang sudah menyelinap dan mengancam Dinda untuk menghubungi Ehan, dia yang sudah mengganti obat tidur itu. Semuanya demi memberikan bukti pada Ara jika suaminya itu selingkuh.---Pagi menyapa, wajah Ara masih terlihat sembab, dan matanya bengkak karena tak berhenti menangis. Manik matanya memperlihatkan begitu patah hatinya. Ara berge
Ehan mengendarai mobil dengan bersiul, seperti baru dapat hadiaih besar, hatinya sangat bahagia. Bahagia karena hasratnya trpenuhi dengan wanita lain. Dinda yang liar mmbuat libido Ehan naik dan memuncak sampai ke ubun-ubun, dan menurutnya dia tak pernah merasakan hal tersebut dengan Ara istrinya. "Maafkan aku, Ara. Aku sungguh menyukai permainan Dinda." Batin Ehan tersenyum. Dan pada akhirnya, Ehan memutuskan untuk melanjutkan hubungan itu dengan diam-diam. Dia sudah menyiapkan opsi-opsi lainnya jika memang ketahuan oleh Ara atau keluarganya. Ehan yakin, perbuatannya kali ini tak akan terendus oleh ayahnya meski kakak tirinya tau. --- "Aku harus bagaimana ya Allah, hiks.. hiks... hiks...." Ara menangis. Sepanjang perjalanan pulang, matanya berkabut karena air mata, maka ia memberhentikan mobilnya di taman komplek perumahan. Sudah sepuluh tahun dia tinggal bersama mertuanya, di kota Pekanbaru ini, tapi hanya taman kompleks yang membuatnya teman, tempat itu menjadi saksi bagaimana
Gilang menangkap perubahan pada wajah Ehan saat menyinggung soal, Ara. Dia yakin jika ada yang tak beres pada sahabatnya itu.sedangkan Ehan hanya diam saja, dia tahu Gilang memperhatikan nya dari tadi, tapi Ehan berusaha cuek, ditambah Dinda yang sedari tadi selalu mengirim pesan nakal padanya, membuat Ehan semakin pusing dan bimbang.---Ara sudah berada di kamarnya. Saat sampai, Ara langsung membenamkan dirinya di bantal, dia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Ara bangkit, lalu membersihkan tubuhnya, di bawah kucuran air, dia termenung mengingat betapa mesranya Ehan dengan wanita lain."Apa aku sudah tak menarik dimatanya? atau... pelayananku kurang memuaskan?" Guman Ara disela tangisnya.Dia sudah berusaha menghentikan bening mata, sampai berjam-jam Ara bertahan di kamar mandi, sampai pada akhirnya suara ketukan pintu membuatnya berhenti. Gegas Ara mengambil handuk, mengganti baju dengan pakaian santai, menutup wajahnya dengan make up agar tak nampak habis menangis.Dilirikn
Dinda masih terduduk dengan tangan mengepal, dia merasakan ketakutan yang sangat luar biasa."Siapa sebenarnya lelaki itu?" Batin Dinda. Dinda berusaha bangun dengan sekuat tenaga, dia tak ingin larut dalam ketakutan.---Sudah seminggu lebih, Ara mengetahui perselingkuhan suaminya, dia sudah memikirkan hal yang mungkin lebih gila untuk membalasnya, Dia adalah anak tunggal yang dididik dengan begitu kesabaran, tapi ada kalanya akan berubah menjadi singa yang menakutkan.Hari ini, Ara sengaja hanya menyiapkan baju Ehan saja, suaminya memandang nyalang, lelaki berumur tiga puluh enam tahun itu merasakan istrinya tak lagi melayaninya. "Mana jam tangan dasiku, Ara?" Tanya Ehan."Ada ditempatnya, Mas. Bisa ambil sendiri kan?""Kau tak ingin melayani suamimu ini?" Ehan balik bertanya. Ara yang sedang membaca buku mendongak, diletakkannya buku itu, lalu berjalan mengambil jam tangan serta dasi.Dengan ekspresi yang biasa saja, Ara memperbaiki baju Ehan, memakaikan jam dan juga dasi. Tak
Lelaki jangkung, dengan bola mata kecoklatan itu menghirup udara dengan rakus. Dia memejamkan mata sejenak."Apa yang membuatmu termenung, hmmm"Fathur terkesiap, "Tak ada, hanya merindukan udara tanah Melayu ini, Mbak." Jawab Fathur berkilah.---"Aku harus mencari cara untuk memenangkan hati mas Ehan kembali, tapi bagaimana caranya.?" lirih Ara memandang dedaunan.Saat ini, dia duduk terpekur, memikirkan nasib pernikahan yang sudah dia jalani selama sepuluh tahun, kerikil rumah tentu saja selalu ada, tapi dapat mereka hadapi bersama. Ara tak menyangka, jika hidupnya kali ini dihadapkan dengan orang ketiga, menghadapi kakak iparnya yang begitu ketua saja Ara sudah pusing, apalagi harus menghadapi wanita ular seperti Dinda itu.Ara menarik nafas dalam-dalam, pandangannya kosong, sudah dari pagi Ara mengurung diri, dia hanya ingin menenangkan jiwanya yang mulai rapuh."Mas Ehan, aku tak akan menyerah, aku akan tetap berusaha mencuri perhatianmu untukku," Ara bermonolog.Suara derap lan
"Aku tak akan lemah karena ulahmu itu, Mas. Aku berjanji, hidupku lebih bahagia dari sekarag..." Guman Ara dalam tangisnya.---Sudah sepekan setelah Ara tau perselingkuhan suaminya, dia tetap melayani Ehan dengan senang hati seperti tak ada masalah apapun, baginya saat ini adalah suaminya, yang harus dilayani secara lahir dan batin, Ara hanya menginginkan pahala dari pernikahannya.Setelah menyelesaikan bacaan Alquran, Ara meilirk jam dinding, tapi Ehan belum juga tiba di rumah, semakin hari suaminya selalu telat pulang dengan alasan pekerjaan. Ara menarik nafas berat, dia bangkit dan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam.Di dapur fikiran Ara masih berkecamuk memikirkan Ehan, begitu perihnya ia menahan tawa yang harus terjaga agar keluarganya tak curiga, dia tau akibanta jika mertuanya tau perihal Ehan yang selingkuh. Bisa dipastikan Ehan akan diusir dari rumah itu.Ara kembali melihat ke arah pintu, tetap saja Ehan belum pulang. Sampai makanan tersaji tak ada tanda-tanda suamin
Sekuat-kuatnya wanita, maka akan luruh juga jika orang yang dicintai berkhianat. Ara memanglah wanita yang tangguh, tapi sisi lain, sebagai wanita hatinya lembut, kelebihannya adalah pandai menutup kesedihan dengan tawa. Sampai mertuanya saja tak curiga."Ya, semoaga saja, Mas." lirih Ara pedih.Malam itu semuanya tertawa, seakan tak ada permasalaan. Elma merasakan atmosfir yang berbeda jika Fathur ada ditengah-tengah mereka. ---Tengah malam, Ara kembali terbangun. Dia mengambil wudhu dan shalat tahajud. Diliriknya, Ehan yang tertidur pulas, sampai dengkurannya terdengar. Ara berusaha untuk khusyuk agar hatinya tenang, raka'at pertama dia masih bisa menahan bening mata yang seakan ingin jatuh, sampai pada rakaat terakhir bulir bening itu menetes.Dalam sujudnya, Ara menangis tanpa suara. Mengadu pada sang pemilik cinta, memohon rumah tangganya diberkahi dan kembali utuh.Setelah shalat, Ara melirik kembali suaminya, ada rasa ingin membangunkan seperti hari-hari yang lalu, mengaji
Sudah satu Minggu Fathur menginap di rumah keluarga Rudy, pamannya. Sesuai rencana Elma, dia akan selalu ada disana, hari-hari Fathur lalui dengan hati, tentunya karena ada Ara disana.Begitu juga dengan Ara, dia tak lagi merasa kesepian, selalu ada teman ngobrol di saat waktu lengang. Keduanya semakin hari semakin akrab, apalagi Ehan kembali jarang pulang, dengan alasan lembur kerja.Sebenarnya, Ara sudah merasa curiga, jika dia pulang ke rumah, Dinda. Tapi, dia tak ingin mengambil pusing, baginya saat ini adalah kebahagiaan diri sendiri, meski harus menyembunyikan kesedihan.Beruntung ada Fathur dan kedua mertuanya yang selalu memberi support."Kau belum mau balik ke Sulawesi, Bang?" Tanya Ara.Fathur tersenyum, lalu dia berbalik sambil meletakkan skop tanah yang dia pakai untuk menyemai tanaman. Ara sengaja membuat mini garden di samping rumah, agar fikirannya tak larut dalam kesedihan."Sepertinya akan lama disini, kenapa? Kau mulai bosan denganku?" Jawab Fathur datar.Ara memici