Bagian 19
Liliana Emery
“Untuk apa kau lakukan itu?” Bagus memerhatikan Arya yang melukai wajahnya sendiri hingga ia tak terlihat tampan lagi.
“Supaya tak ada yang tertarik denganku.” Sempurna, penyamaran Arya terlihat halus, ia kini serupa dengan buruk rupa.
“Baiklah kalau begitu. Kita pergi sekarang, lebih cepat lebih baik.”
Dua orang sahabat karib yang memilih mengamankan wilayah di sekitar timur berjalan bersama. Mereka memasuki kediaman Erick. Dengan pakaian lusuh dan tubuh kotor seolah-olah orang miskin dan kelaparan.
“Siapa mereka?” tanya Emery pada kepala pelayan ketika baru saja pulang memetik bunga.
“Ehm, Nona, merek
Bagian 20Membebaskan TawananBagus berjalan mengendap-ngendap. Setelah berhasil menghindar dari Emery yang terus mengikutinya. Ia menuju hutan di tepi sungai tadi. Sampai di sana, Arya telah menanti sambil memgang dua buah mangkuk yang masih mengepulkan asap.“Kau lapar, bukan?” Arya menyodorkan semangkuk sup pada sahabat karibnya.Lelaki itu menyeruput begitu saja, mengabaikan panas pada sup yang baru saja matang. Namun, saat itu juga ia memuntahkannya kembali. Lidahnya serasa dibakar oleh api.“Sayuran, pantas saja rasanya begitu aneh.” Lelaki itu berkumur dengan air sungai.“Aku juga lapar. Dan sepertinya sore ini kita akan makan daging yang lumayan bisa mengganjal perut kita yang besar ini.”
Bagian 21TewasVincent bergegas melajukan kudanya ketika mendengar kabar kediaman sang kakak telah dibumi hanguskan. Sampai di sana ia temukan tempatnya telah berubah menjadi abu. Dengan penuh rasa amarah Vincent mencari keberadaan mayat kakaknya untuk dimakamkan dengan layak.Puas mencari ke sana kemari, tak jua Erick ia temukan, Vincent mulai putus asa. Semua mayat yang ada terlihat sama, hangus, mengenaskan. Gegas lelaki dengan tubuh besar itu meninggalkan tempat ketika tanda-tanda kehidupan tak ditemukan di sana.Namun, langkahnya terhenti ketia ia mendengar suara yang sangat lirih memanggilnya dari balik pepohonan. Mengendap-ngendap Vincent berjalan sembari menyiagakan senapan panjangnya. Bau busuk menyengat tercium oleh hidungnya.“Kau siapa?” Vincent m
Bagian 22Menepis Perasaan“Kena kau!” Vincent berhasil membidik Emery dari semak belukar.Besi panas itu bersarang tepat di jantungnya. Tubuh Emery yang belum sepenuhnya berubah tak kuasa menahan sakit. Tak lama kemudian satu peluru ditembakkan lagi mengenai perutnya. Darah merahnya yang mulai panas mengalir di rerumputan yang hijau. Sekian waktu kemudian ia benar-benar tewas.Wanita Belanda yang belum lama mereguk kebahagian dengan lelaki yang ia cintai pergi meninggalkan semua impiannya dengan cara yang amat menyakitkan. Seperti perkataan sang harimau putih, jalan hidup manusia setengah harimau memang berat.***Dua ekor harimau itu tertegun sesaat. Meski dari jarak jauh mereka mendengar suara letusan yang sangat kuat. Firasat Bagus sem
Bagian 23Permintaan Maaf‘Kenapa guru lama sekali kembalinya? Jadi aku ada alasan untuk memulangkan Mita kembali ke rumahnya. Berada sedekat ini membuat hatiku jadi kacau,’ gumam Arya dalam hati. Lelaki itu mulai resah dengan permainan pikirannya.‘Apa masalah Ana begitu berat sampai harus meninggalkan hutan begini lamanya?’ tanyanya seorang diri di dalam hati. Ia sedikit mencuri pandang ke arah Mita yang masih merendam kakinya.“Hei, kapan aku bisa pulang?” Mita menjentikkan jarinya di depan muka Arya.“Tunggulah. Erick sudah mulai menyerah mencarimu. Hampir seisi hutan dan sepanjang hutan ia telusuri.” Manusia setengah harimau itu membuang wajahnya. Mita yang sudah memasuki hari ke sepuluh tinggal di hutan tanpa mengenakan make
Bagian 24Gejolak Rasa“Ih, mau apa, sih? Jangan macem-macem, ya!” Mita terus mundur ke belakang melihat Arya berjalan ke arahnya tanpa ragu.Wanita itu terdesak ke sebuah batu besar. Ia mendadak takut, kini Arya telah menatapnya dengan sangat tajam. Tiba-tiba ia yang biasanya berani di segala situasi mendadak beku tak bisa bergerak. Waktu serasa berhenti di hadapan dua makhluk beda alam itu.“Maaf, tapi memang ini caranya,” ujar Arya sambil menahan bahu Mita agar tak menjauh tiba-tiba.Lelaki itu memaksa Mita mematuhi keinginannya. Ia melakukan hal terlarang di dalam hutan. Mengecup paksa wanita itu walau Mita berusaha sekuat tenaga menolaknya, Arya terus memaksakan kehendak.Wanita itu kalah, awalnya ia memang m
Bagian 25Menempuh BahayaMita tak punya kegiatan lain. Tiga hari setelah ia kembali dari Hutan Larangan, wanita itu hanya duduk, diam dan menonton di dalam rumah. Sengaja, ia ingin membuktikan apa benar Erick tak bisa lagi mengendus keberadaan dirinya setelah bermalam di Hutan Larangan beberapa minggu.Ia mengutak-atik ponselnya, mencoba menghubungi kembali nomor asing yang melakukan panggilan tak terjawab ratusan kali. Mita menebak panggilan itu berasal dari Ana yang telah berganti dengan nomor baru.Tidak bisa dihubungi, di luar jangkauan, begitu sahut operator, walau telah ratusan kali pula Mita mencoba melakukan panggilan ulang.Wanita itu menyantap sekerat daging yang ia ubah menjadi olahan dengan bumbu tongseng. Dulu, sering Ana membuatnya dan ia tak bisa menikmati. Seka
Bagian 26Jatuh“Mr Dimas,” sapa Ben pada lelaki yang sedang duduk santai sambil menyesap kopi di dalam ruang tunggu bandara.Sahabat Mita dan Ana itu terperanjat. Ia bukan tak tahu akan dikunjungi oleh orang yang sedang berbicara dengannya, tapi tak ia sangka pula akan secepat ini.“Pergi! Aku nggak akan buka mulut sedikit pun.”“Kalau begitu aku harus memaksamu.” Ben menyuruh dua orang suruhannya untuk menyeret Dimas ke dalam mobil secara perlahan agar tak menimbulkan kecurigaan. Pisau yang ditodongkan di pinggang Dimas membuatnya tak bisa melawan.Di dalam mobil ia diapit oleh dua orang di sisi kiri dan kanan. Perlahan mobilnya memasuki area kastil milik Ben. Tanpa banyak bicara ia dilemparkan
Bagian 27Pesan TerakhirArya menatap bayangan wanita cantik di hadapannya. Perlahan tangan wanita itu terulur dan menyentuh pipinya. Sentuhan yang sangat ia rindukan. Sentuhan yang berasal dari wanita yang sangat ia cintai.“Berbahagialah, kau sudah lama hidup menyiksa dirimu sendiri,” ucap bayang Dewi. Ia mengecup suami yang begitu ia cintai hingga rela mengorbankan nyawanya. Setelahnya ia pergi dengan menembus tubuh Arya yang hanyut dalam kerinduan, hilang begitu saja meninggalkan belahan jiwanya yang begitu menanti untuk bersatu kembali.Tak dapat menentukan ke mana hatinya harus ditambatkan, sang Pangeran lalu merebahkan kepalanya ke batang pohon yang senantiasa menemaninya. Tertidur karena belaian lembut yang diberikan oleh bayang istrinya.“Semoga kalian mene