Mita masuk ke dalam kamar hanya berbeda satu lantai dengan keberadaan Nay saja. Ia sedang menikmati nostalgia sebagai manusia biasa setelah puluhan tahun hidup di dalam hutan sebagai manusia harimau. Arya mau tak mau harus mengikuti juga keinginan sang ratu yang terus membujuknya selama beberapa hari. “Nggak ada yang berubah, ya, model kamar hotel gini-gini aja,” ucap perempuan berambut merah itu setelah berbaring di kasur yang empuk dengan sprei putih bersih. “Ayo kita pulang kalau begitu. Jauh lebih menyenangkan tinggal di kerajaan kita sendiri. Di sini terlalu ramai orang, aku bisa lapar nanti.” Sang pangeran yang terjebak cinta bersama manusia biasa mengemas sepatu sang nyonya yang dilempar sembarangan. “Males. Aku ke sini mau liburan, disuruh pulang.” Kemudian Mita guling-guling di ranjang empuk yang sebenarnya tidaklah terlalu menyenangkan dibandingkan rumput hutan yang segar. “Perempuan tadi itu, yang memakai apa namanya di mata, itu kaca?” tanya Arya. “Soflens, kaca mata
Arya tentu saja menikmati jamuan di depan matanya. Tak ia hiraukan lagi tentang firasat tak baik atau bulu-bulu halusnya yang masih saja berdiri. Sentuhan dari tangan halus Mita membuatnya lupa diri. Pangeran itu bersama istrinya tengah bercengkrama dalam satu selimut yang sama. Mereka saling membalas kecupan tanpa menghiraukan ketakutan dari satu lantai di bawahnya. Dan ketika baju lelaki itu hampir dibuka semua oleh Mita, tiba-tiba saja sang pangeran menjauhkan diri. Ia mendengar suara lelaki menjerit dan suara desisan ular yang teramat lirih. “My lord, mau ke mana?” tanya Mita yang ditinggal begitu saja oleh sang pangeran. Tak menjawab, Arya membuka pintu kamarnya dengan paksa hingga kunci otomatisnya rusak. “Ada aja yang ganggu.” Kesal, Mita pun bangkit dari kasur dan memakai jaket kulit miliknya. Ia pun menyusul Arya yang larinya begitu cepat. Sampai di lantai bawah dengan menggunakan tangga, manusia harimau itu melihat seorang lelaki bermata hitam kelam tengah menggedor pint
Sora terjatuh di aspal bersamaan dengan butiran kaca yang pecah menjadi kepingan yang lebih kecil. Ular hitam itu terbatuk dan mengeluarkan darah segar sambil memegang dadanya. Orang-orang yang melihatnya lekas mendekat dan kaget ketika tahu korban yang jatuh dari lantai belasan masih bisa berdiri. “Perlu bantuan?” “Panggil ambullance.” “Ada yang sakit?” “Kok bisa jatuh, gimana keamanan pihak hotelnya?” Begitu suara-suara sumbang orang yang mendekatinya. Sora menatap lantai dari tempatnya jatuh. Lelaki tak dikenal tadi sangat mengganggunya. “Minggir!” bentak Sora dan semua yang di sana terdiam. Ia pun berjalan tertatih dan menghilang dari keramaian. “Dari dulu, selalu saja manusia harimau yang mengganggu kesenanganku. Kalian semua bedebah. Akan aku buru sampai semua mati,” ucapnya sambil memejamkan mata dan kembali ke lantai kamar di mana Nay menginap. Sampai di lantai atas ternyata penghuninya sudah menghilang. Siluman ular ganas itu kemudian berbaring di ranjang dan menghiru
Arya dan Mita sudah berjalan lebih jauh dari stasiun keretea. Namun, sang pangeran tak tenang sama sekali. Setiap sebentar ia akan menoleh ke belakang. Rasanya pria semalam yang ia hajar tak terlalu jauh dari Nay. “Kenapa sih, My Lord, lihat ke belakang terus. Susah, ya, pisah sama perempuan tadi?” Mita mulai terbakar cemburu tak menentu. “Bukan begitu, aku mengendus jejak harimau seperti kita di tubuh Nay. Dan dia sedang diincar oleh lelaki di lorong hotel tadi malam. Apakah menurutmu aku harus diam saja?” “Tapi, kan, bukan urusan kita,” ujar Mita. “Ya, sudah kalau begitu jalan terus saja, terserah ke mana tujuanmu.” Sang pangeran kemudian digandeng oleh istrinya menuju satu penginapan. Ceritanya melanjutkan bulan madu yang tertunda karena urusan mendadak. Beberapa jam telah berlalu, tapi hati Arya tak tenang. Ia pun mencoba memejamkan mata untuk tidur. Namun, sekelebat bayangan Nay melintas lagi begitu saja. Kalau Mita tahu, perempuan berambut merah itu bisa salah paham dibuatn
Sora menemukan tempat yang cocok untuk dirinya dan Nay bersembunyi dari panas menyengat di siang hari. Taman kota yang didesain sedikit mirip dengan hutan menjadi jawabannya. Lelaki bermata kelam itu kemudian mencari tempat yang lebih gelap lagi. Sebuah sungai yang didesain dengan air terjun kecil di dalamnya, lalu ada bebatuan besar serta kecil yang susunannya rapi. Tidak lupa pula dedaunan dan beberapa pohon besar di tengahnya. Karena sekarang adalah hari orang bekerja, hutan kota sepi dari kunjungan. “Cantik sekali, Kau mengingatkanku dengan keindahan Candra dulu. Dia ular baru jadi seperti dirimu tapi sudah sombong luar biasa. Padahal aku ingin sekali mencicipinya, setelah bosan juga akan aku buang.” Sora meletakkan Nay yang masih tak sadarkan diri di dahan pohon. Ular hitam itu mendengar langkah kaki manusia. Kemudian ia membuat sebuah perisai agar tak ada yang bisa mengganggu kesenangannya berdua dengan ular betina yang kulitnya nyaris seputih susu. “Sebenarnya apa yang kau
Arya membawa istrinya dan Nay kembali ke hutan tempat mereka berkuasa. Hutan itu berada di wilayah gunung yang kata orang amat sangat menyeramkan. Ada memang pendaki, tapi sang pangeran menjamin tidak ada satu pun manusia yang bisa melihat keberadaan keluarganya. “Pulang?” Mita kira tadi ia akan dibawa ke mana. “Tidak ada tempat yang aman selain rumah kita dan Hutan Larangan. Di sini jauh lebih baik.” Arya meletakkan Nay di kursi kayu berlapiskan karpet bulu di mana dulu harimau kecil-kecil sering bermain di sana. “Terus dia gimana?” tanya sang nyonya rumah. “Biarkan dia beristirahat. Nanti kita cari tahu apa yang terjadi. Siapa tadi namanya?” tanya Arya. “Ehm, Raya kali ya, aku lupa, My Lord. Iya kayaknya Raya gitu, sih.” “Aku juga lupa siapa namanya. Kau ganti bajunya, berikan dia pakaian anak kita. Akan aku pikirkan bagaimana cara menolongnya. Sekarang kau tak salah paham lagi, kan, kenapa aku memikirkannya?” Arya memegang kepala Mita dan mengelus rambut merah wanita yang tad
Arya naik ke puncak gunung dengan wujud harimau berukuran sangat besar. Kemudian semua binatang menunduk padanya, sebagai penguasa dan penjaga wilayah ia memang cukup disegani. Lalu harimau itu ketika sampai di puncak, duduk diam memandang pegunungan yang ia diami sejak memutuskan keluar dari Hutan Larangan. Binatang buas setengah manusia tersebut memejamkan mata dan mengembuskan napas panjang. Seketika sebuah perisai tak terlihat menutupi wilayah kekuasaannya. Ada alasan mengapa Arya melakukan hal demikian. Ia yakin untuk mencari ayah dari bayi dalam rahim Nay tak akan memakan waktu sebentar. Sedangkan bisa saja ketika ia pergi, Sora akan kembali sewaktu-waktu. Di rumahnya sekarang tidak ada pejantan, semua pergi berpetualang. Hanya ada empat perempuan yang tak akan sanggup menahan kekuatan gelap milik ular hitam berumur ribuan tahun itu. “Setidaknya ini cukup untuk menahan kalau Sora kembali.” Menjelang senja terbit di kaki gunung, baru Arya selesai membuat perisai. Apabila man
Sora terbang menjauh dari kejaran Arya setelah ia berhasil menghantam lelaki itu dengan satu pukulan telak. Lelaki tersebut jatuh di satu tempat yang amat sangat jorok. Sebuah sungai yang penuh sampah, persis seperti isi kepalanya yang hanya memikirkan selangkangan saja. Lelaki ular hitam itu terbatuk. Darah tak berhenti mengucur dari bibir dan dadanya. Ia tak mudah mati, tapi untuk merasakan sakit juga tak kuat. “Harimau bangsat! Setelah aku sembuh akan aku buru anak dan istrimu,” ucapnya dengan wajah memerah dan batuk lagi. Luar biasa Arya melukainya dengan pedang sakti.Sora tak sadarkan diri ketika luka menganga di dadanya memanas dan sinar matahari menyengatkan kian menjadi. Suara jangkrik dan pergerakan tikus got membuat ular hitam itu terbangun. Meleleh air liurnya melihat tikus seukuran kucing. Lidah cabang tiganya melesat begitu panjang, menangkap, membelit sampai tikus mati karena patah tulagn dan berakhir dalam perutnya. Tak ada yang mengetahui keberadaan Sora, karena i