Setelah mobil hitam itu menepi di hadapan Andira, pintu mobil itu tiba-tiba terbuka dan menampakkan sang pemilik mobilnya."Kak Dion?"Tit. Tit.Baru saja Andira akan menolak ajakan Dion, Leni tiba-tiba datang menjemputnya."Nak Dion? Sedang apa di sini?" tanya Leni."Nggak ada Bu, cuma kebetulan lewt saja." ucap Dion sambi menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Maaf Kak, aku duluan ya. Ibu sudah jemput." ucap Andira yang lansung masuk ke dalam mobil ibu mmertuanya."Ibu duluan ya." Pamit Leni kemudian.Dion pun mengangguk, dia masih terdiam menatap kepergian mobil yang di tumpangi Andira. "Kamu benar-benar wanita luar biasa." gumam Dion kemudian.***Bebarapa saat kemudian, Andira dan Leni pun akhirnya sampai di rumah mereka. Merek pun langsung terkejut saat mendapati mobil Bagas sudah terparkir rapi di halaman rumah mereka."Bu, tumben Mas Bagas sudah pulang jam segini." seru Andira."Iya. Coba kita lihat ke dalam." ajak Leni yan
Bagas meraih ikatan lidi itu, dilihatnya secara seksama dengan kedua alis yang saling menaut. "Ini untuk apa Pak?" tanyanya kemudian. Pak soleh tersenyum, lalu ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah patung singa yang berdiri kokoh di sudut ruangan. "Sebuah rumah tidak hanya perlu sebuah benteng, kita juga butuh sebuah pagar agar bisa memperkuat pertahanannya dari segala hal yg negatif. Jika hanya mengandalkam sebuah benteng, benteng itu lama kelamaan akan hancur jika terus di terjang dengan serangan dari luar." jelas pria baya itu.Seolah paham akan apa yang di jelaskan, Bagas kemudian mengangguk dan langsung mengambil benda tersebut. "Besok, sebelum fajar menyingsing, datanglah ke pantai timur. Kita akan melakukan ritual akhir." titah Pak Soleh lagi. "Ritual terakhir? Lalu, setelah itu saya bisa sembuh total dan tidak akan di ganggu mahluk halus lagi?" Bagas pun semakin antusias kala pak Saleh mengangguk sebagai jawabannya.Setelah lama berbi
Leni pun segera mengihidupkan mesin mobilnya, ia juga langsung melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumahnya. Kedua matanya langsung ia pertajam ketika memperhatikan ke mana arah mobil putranya pergi.Dengan jarak yang cukup jauh serta cahaya langit yang masih belum terang, membuat Leni harus ekstra hati-hati membawa mobilnya. Apa lagi sebelumnya ia juga sudah mematikan lampu mobilnya, agar putranya itu tidak sadar kalau dia sedang di ikuti.Leni jadi semakin terheran ketika mobil yang di kedarai putranya melaju ke arah pantai. "Apa yang akan dia lakukan di sini." gumanya sambil memperhatikan mobil putranya. Keningnya pun seketika mengerut, begitu mobil yang dikendarai Bagas memasuki pintu masuk ke pantai."Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dari ibu Nak?" gumam Leni lirih.Seketika Leni langsung menepikan mobilnya, saat mobil yang dikendari Bagas berhenti di ujung pantai, jauh dari tempatnya berada. Leni juga langsung turun dari mobilnya dan bergegas mengi
Seorang Wanita yang hanya mengenakan selembar kain jarik untuk menutupi tubuhnya tiba-tiba muncul. Ia berjalan perlahan memasuki bibir pantai, sebuah nampah bambu yang penuh dengan berbagai jenis bunga dan terdapat satu kendi di tengahnya juga terlihat ia bawa ke dalam pantai."Bukannya dia Tari? Sedang apa wanita itu di sana?" guman Leni dari balik pohon. Kebingungan Leni malah semakin bertambah, saat melihat Tari juga ikut melakukan apa yang Bagas lalukan terlebih lagi dia berdiri berdampingan bersama Bagas.Leni lantas melihat ke sekeliling, begitu dirasa aman ia langsung melangkahkan kedua kakinya dengan cepat semakin mendekati bibir pantai. Satu per satu pohon yang tumbuh menjulang di pinggir pantai, ia gunakan untuk menyembunyikan dirinya.Dari balik pohon yang paling dekat dengan bibir pantai, Leni bisa melihat dengan cukup jelas apa yang ketiganya itu lakukan di sana. Namun sayang, karena desiran ombak serta deru angin yang cukup kencang berhembus di pa
"Siapa di situ?!" teriak Tari ketika melihat sosok bayangan seseorang.Di balik pohon tubuh Leni langsung menegang, keringat pun kini mengucur membasahi wajahnya. "Apa aku ketahuan?" batinnya. Kemudian ia menoleh ke arah belakang, kedua matanya seketika terbelalak saat melihat Tari dan pak Soleh sedang menuju ke arahnya.Dengan langkah seribu Leni langsung berlari menjauh. Tanpa menghiraukan langkah kakinya yang kian terasa berat karena jalanan yang berpasir, Leni terus berlari ke arah pantai. Tujuannya saat ini adalah Bagas. "Hei, berhenti di situ!" teriak pak Soleh yang langsung berlari mengejar Leni.Tapi Leni tak menggubris, ia terus berlari untuk menyelamatkan putranya. Namun tiba-tiba karena kurang keseimbangan, kaki leni pun jadi tergelincir hingga ia jatuh terserembab ke dalam hamparan tanah berpasir.Seketika, Leni pun langsung berusaha untuk kembali bangkit. Namun baru saja ia menginjakkan kakinya, sesuatu mendadak terasa sangat menyengat di perge
"Kurang ajar! Bagaimana bisa, kamu membiarkan dia kabur begitu saja. Aku tidak bisa membayangkan jika dia sampai membocorkan rahasia ini pada orang lain." baru saja Tari selesai mengganti pakaiannnya, dia malah dibuat panik saat mendengar kabar jika Leni berhasil melarikan diri. "Kenapa kamu jadi bodoh Tari?" cibir pak Soleh.Tari langsung menoleh, kedua matanya seketika langsung melotot ke arah pak Soleh. "Apa maksudmu? Kamu yang sudah bikin dia kabur dan sekarang kamu malah mau menyalahkan aku, heh?!" hardik tari sambil berkacak pinggang. Ia tak terima jika ada yang mengatainya bodoh."Hmm!" pak saleh membuang nafas kasar lalu ia berjalam melewati Tari. "Kamu masih belum sadar juga rupanya. Untuk apa kamu jadi panik seperti ini, bukannya kamu punya anak buah demit yang bisa membuatnya langsung jera? Apa perlu aku yang memanggil para anak buahku ke sini?" tukas pak Soleh yang langsung membuat Tari jadi bungkam."Benar juga, ya. Kenapa aku jadi lupa? Lebih baik
Sebuah panggilan telepon yang baru saja Andira terima, membuat tubuhnya langsung luruh ke lantai, air matanya pun seketika juga langsung menganak sungai di kedua pipinya. Sebuah berita yang baru saja ia dengar dari seorang petugas polisi, begitu membuatnya syok dan seakan tidak percaya.Bagaimana tidak, baru saja beberapa saat yang lalu ia masih berbicara dengan ibu mertuanya, namun sekarang ia mendapat kabar jika sang ibu mertua mengalami sebuah kecelakaan mobil.Polisi pun langsung meminta Andira untuk datang ke rumah sakit untuk mengidentifikasi jasad korban. Mendengar hal itu, Andira langsung menghubungi Bagas. Namun beberapa kali ia mecoba, ponsel suaminya itu tetap tidak dapat di hubungi seperti biasa. Ia pun memutuskan untuk menghubungi kakak iparnya.Di rumah sakit, saat Andira, Ema dan Deni baru saja menginjakkan kaki mereka, air mata ketiganya seketika langsung luruh membasahi wajahnya. Ketiganya pun langsung bergegas menuju kamar mayat sesuai arahan dari
Setelah prosesi pemakaman selesai, satu persatu para warga mulai meninggalkan area pemakaman. Namun berbeda bagi Andira dan juga Ema yang masih sama-sama enggan untuk beranjak dari tempatnya. Keduanya masih terus menangis, meluapkan rasa sedih mereka sambil memeluk gundukan tanah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi ibunya."Maaf Bu. Maafkan Dira yang masih belum sempat membahagiakan Ibu.." seru Andira yang memeluk nisan ibu mertuanya. "Ema juga minta maaf Bu, Ema belum sempat memberi tahu kabar yang selalu ibu tunggu, kalau ibu akan segera menjadi seorang nenek." ucap Ema yang mengusap-usap tanah kibur ibunya.Sementara Deni, dia hanya berdiri menatap sendu kedua wanita kesayangan ibu mertuanya. Sesekali tangannya mengusanp air mata yang lolos begtu saja di kedua pipinya.Di saat langit jingga perlahan mulai berubah menggelap, para warga pria mulai berkumpul kembali di rumah duka. Seperti biasa, jika ada salah satu warga yang meninggal, para warga