Semua orang langsung tersentak dan menoleh ke arah sumber suara, aktivitas mengaji juga jadi terhenti seketika. "Apa-apaan ini? Cepat kalian semua pergi dari sini!" teriak Bagas seketika.Andira yang bendengar suara teriakan suaminya pun langgsung berlari menghampirinya. "Sayang, kamu dari mana saja? Ibu..."Belum juga Andira menyelesaikan kalimatnya, Bagas sudah lebih dulu menghempaskan tubuh Andira hingga dia jadi terhuyung ke belakang dan langsung memebentur tembok. Para warga pun langsung tercengang saat melihat sikap kasar Bagas pada istrinya. Terutama ibu dan ayah Andira, keduanya sungguh tak percaya jika menantunya bisa bersikap kasar pada putrinya. Karena yang mereka tahu, menantunya itu begitu mencintai putri semata wayang mereka. "Bagas! Apa yang kamu lakukan!" Ema langsung berlari menghampiri Andira, ia lalu segera membantunya untuk bangkit dan menjauh dari Bagas. "Dari mana saja kamu? Ibu kecelakaan! Kamu bahkan tidak ada untuk mengantar kepergian
Sejak kejadian Bagas yang mengamuk malam itu. Para warga menjadi enggan untuk kembali ke rumah itu meski hanya sekedar untuk membacakan doa tahlil untuk Almarhumah Leni. Mereka juga bahkan tidak ada yang berani melewati depan rumah Bagas. Setiap hari hanya Andira, Ema dan Deni saja yang melakukan doa tahlil bersama, itu pun jika Bagas tidak ada di rumah. Karena jika dia ada, dia akan kembali mengamuk dan menghancurkan semua barang-barang di rumah.Hari berganti hari, minggu pun juga bergnti minggu. Sikap Bagas yang Andira harap akan berubah seiring berjalannya waktu, malah semakin menjadi. Tak jarang Andira pun selalu disiksa jika dia melakukan suatu kesalahan, meski itu hanya kesalahan kecil saja. Apa lagi saat Ema sudah kembali ke rumahnya sendiri, Bagas malah jadi semakin leluasa untuk menyiksa Andira.Bagas juga jadi semakin jarang di rumah, jika pulang pun terkadang ia sudah dalam keadaan mabuk berat. Dan jika itu terjadi, Bagas akan kembali memukuli Andira hi
Dengan langkah yang tergesa-gesa, Bagas menyusuri seluruh sisi restaurant di lantai tiga. Wajahnya mulai memerah, deru nafasnya juga memburu cepat, kedua tangannya pun kini mengepal kuat menahan amarah. Begitu ia sampai di tempat yang katakan oleh Tari, ia langsung menyapukan pandangannya ke setiap sudut ruangan.Seketika kedua matanya langsung terbelalak. kedua tangannya pun semakin erat mengepal begitu mendapati sang istri berada di pelukan pria lain. Bagas langsung melangkahkan kakinya cepat ke arah istrinya.Tak perduli ada banyak pasang mata yang sedang memperhatikan mereka, Bagas langsung melayangkan tamparan kerasnya di pipi memar sang istri."Dasar wanita murahan!" pekiknya kemudian. Tidak hanya satu kali, ia bahkan menampar Andira berulang kali hingga istrinya itu pun jatuh tersungkur ke lantai."Sayang, apa maksudmu?" Andira yang terkejut pun langsung menangis sambil memegangi pipinya yang terasa panas karena tamparan suaminya."Kamu masih berani tanya apa m
Satu minggu berlalu, sejak kejadian di restaurant saat itu, Bagas sama sekali tidak kembali pulang ke rumah. Beberapa kali Andira sudah mencoba untuk menghubunginya, namun ponselnya tetap tidak aktif. Andira pun semakin bersedih dan enggan untuk melakukan apa pun, pergi bekerja pun dia juga senggan. Setiap hari ia hanya menunggu dan menunggu suaminya itu pulang. Suara pintu rumah yang terbuka langsung membuat Andira berjingkat, ia pun langsung menoleh dan berlari ke arahnya."Sayang, kamu sudah..." setika Andira langsung terdunduk lesu saat tahu bukan suaminya yang datang."Dira..." Ema melangkah cepat mendekati adik iparnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya kemudian, lalu memutar-mutar tubuh adik iparnya, menelisik inch setiap inch bagian tubuhnya."Ada apa Kak? aku baik-baik saja kok." ucapnya dengan tersenyum manis pada Ema."Kemari." Ema segera menuntun Andira ke arah sofa dan mengajaknya untuk duduk saling berhadapan. "Sekarang, jelaskan apa yang sebenarnya
Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Di mana setelah Bagas melayangkan surat gugatan cerai untuk Andira, ia langsung kembali pulang ke rumah pemberian ibu mertuanya dulu. Meski Ema sudah melarang dia untuk pergi namun Andira tetap bersikeras ingin pergi.Berada di sana, hanya akan menambah rasa pilu di hatinya. Setiap waktu yang ia lewati di rumah itu, terus saja mengingatkan dirinya tentang kenangan-kenangan pahit yang ia alami. Kehilangan, mertua yang sangat ia sanyangi, kehilangan suami yang begitu perhatian dan sayang padanya, serta kehilangan statusnya yang sebagai seorang istri.Tiga bulan berlalu dan hari ini, adalah hari di mana ia akan menghadiri sidang terakhir perceraiannya.Pintu rumah Andira perlahan terbuka dan menampakkan suasa pagi yang mendung se mendung hatinya yang sedang sedih. Andira meraup udara sekitar dalam-dalam, lalu menghembuskan nafasnya secara pelahan, beraharap sesuatu yang terasa mengganjal di hatinya dapat sedikit berkuang. Namun s
Sesampainya di kantor mengadilan Agama, Ema langsung menggandeng tangan Andira agar segera memasuki gedung. Di sana sudah ada kuasa hukumnya, yang sudah menanti kedatangannya sejak tadi.Namun tiba-tiba, langkah Andira mendadak jadi terhenti. Seketika juga, jantungnya mendadak terasa tertusuk tombak yang sangat tajam, begitu melihat sang suami datang dengan wanita yang dulu pernah mengancamnya. Tidak hanya itu, wanita yang bernama Tari itu bahkan berani merangkul erat lengan suaminya.Ema yang melihat raut wajah Andira langsung berubah pias pun tak tinggal diam. Ia dengan cepat melangkah menghampiri adiknya itu. "Bagas, kamu ingat aku siapa?" tanya Ema."Apa maksudmu Kak?" "Tolong jaga sikapmu! Kamu itu belum resmi bercerai, dan sekarang kamu malah datang dengan menggandeng wanita lain. Kalau kamu masih menganggapku Kakak, setidaknya jangan mempermalukan Kakakmu di depan umum seperti ini." ucap Ema.Namun sayang, sepertinya sesuatu sudah membutakan adiknya.
Satu minggu setelah putusan sidangnya dibacakan, Bagas kembali pulang ke rumahmya. Entah kenapa, ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, hatinya pun juga mendadak terasa kosong.Setelah menyapukan pandangannya ke seluruh sudut ruang tamu di rumahnya, Bagas lalu melangkahkan kakinya memasuki ruang makan. Tiba-tiba, bayangan-bayangan kebersamaannya bersama mantan istrinya kembali bermunculan di benaknya. Bagas pun tersenyum saat mengingat wajah kesal istrinya, saat ia memaksanya untuk menyuapinya. Ia pun kembali melanjutkan langkahnya ke arah dapur rumahnya. Namun tiba-tiba, ia kembali teringat bagaimana akrabnya mantan istrinya itu dengan almarhumah ibunya. Mereka bahkan suka tertawa bersama dan menghabiskan waktu bersama di ruangan ini setiap pagi.Tanpa terasa, sudut matanya pun mulai mengeluarkan bulir-bulir bening. Ia merasa sendiri, ia merasa kesepian di rumah besar ini. Sang Kakak satu-satunya bahkan kini enggan menemuinya setelah putusan perceraiann
Bagas pun kembali menyapukan pandangan, ke setiap sudut dapur rumahnya. Tapi sosok yang tadi menyerupai ibunya, tiba-tiba sudah menghilang. Hingga suara air yang dituang ke dalam gelas, tiba-tiba terdengar di telinganya. Ia lalu bergegas mendekat ke arah sumber suara, tapi langkahnya seketika langsung terhenti, saat kedua matanya menangkap sosok hitam besar yang bertanduk, sedang bersila di atas meja makannya.Bagas pun semakin terkesiap, saat tahu suara air yang terdengar mengalir itu berasal dari bibir besarnya yang bertaring. Tiba-tiba, rasa mual langsung menyergap lambungnya. Seketika Ia juga langsung menutup mulutnya yang seakan ingin muntah. Hingga tiba-tiba, sosok besar yang bertaring itu mendadak melotot ke arahnya.Bagas pun langsung berlari ke kamarnya, pintu kamarnya pun langsung ia kunci rapat. Kemudian ia langsung menempelkan punggungnya di pintu kamarnya. Entah kenapa, perasaan Bagas masih tak tenang. Ia merasa ada yang sedang memperhatikan dirinya.Di