“Mau kemana, Jer?”Bu Endang bertanya pada sang anak. Dia penasaran melihat sang anak yaitu Jery berjalan tergesa-gesa menuju mobilnya.“Aku mau susul Bella, Ma.”“Susul dia? Buat apa? Bukannya dia lagi di rumah orang tuanya? Itu jauh sekali, Nak. Kamu perlu naik pesawat untuk sampai ke sana. Sayang uangmu.”Bu Endang tak setuju akan keputusan anaknya. Kalaupun harus kehilangan menantunya itu, ia ikhlas. Ia memang tak suka dengan Bella. Baginya, Bella dan anak-anaknya hanya menyusahkan. Hanya menghabiskan uang Jery saja.“Tapi anak-anak gimana, Ma? Siapa yang jaga? Dia harus diberi pelajaran. Dia harus ingat akan kewajibannya,” ucap Jery menggebu-gebu.“Biar Mama yang urus anak-anak. Kamu gak perlu khawatirkan itu. Mendingan kamu ceraikan saja dia!” Sang Ibu menghasut anaknya untuk menghancurkan rumah tangganya.“Loh, jangan, Ma! Umur segini, Mama sudah seharusnya beristirahat. Biar Bella saja yang mengurus kita semua. Tunggu, ya, Ma! Aku akan bawa Bella ke sini. Setelah itu, kita bis
“Mau ngapain lagi sih kamu nyari Bella, Mas? Kan sudah ada aku.”Mega protes pada sang kekasih. Jery sudah mengatakan cinta dan berjanji menikahinya. Lalu, saat istrinya kabur, pria itu malah mengejar istrinya dan mengabaikan Mega. Beruntung Mega masih diizinkan ikut menjemput Bella oleh Jery. Paling tidak, Mega bisa membatasi kedekatan Jery ke istrinya. Dia tak akan membiarkan Bella menumbuhkan benih-benih cinta lagi pada Jery.“Sudah, kamu ikut saja! Aku hanya menjemput Bella demi Mama dan anak-anak.”“Maksud kamu, Mas?”“Iya. Bella harus tetap menjadi istriku.”“Apa? Jadi aku akan dijadikan istri kedua gitu? Aku gak mau.”Mega cemberut. Jery benar-benar ingkar janji. Baru kemarin pria itu berjanji akan menceraikan Bella dan menjadikannya istri satu-satunya. Kini omongan Jery berubah lagi. Tentu saja Mega tak terima.“Tenang, Sayang. Walaupun kamu menjadi yang kedua, tapi cintaku akan kuberikan seutuhnya untuk kamu.”“Omong kosong. Kalau kamu memang benar-benar cinta padaku, jadikan
“Bella, ayo keluar! Kita pulang sekarang. Anak-anak sudah menunggumu. Mereka rindu padamu, Bel.”Jery berteriak di rumah orang. Bumi yang mendengar semua ini, kembali geram. Dia pun menegur kakak iparnya.“Kamu gak sopan banget, Mas. Teriak-teriak di rumah orang! Cukup!”“Bodo amat. Aku hanya memanggil istriku, kok. Lagipula ini kan bukan rumah kamu. Ini rumah mertuamu. Jadi menantu kok benalu.”Bumi sangat merasa terhina akan perkataan Jery. Tapi di sisi lain, dia kembali teringat akan masa lalu. Saat sang ibu mengatakan Embun, istrinya, sebagai benalu. Kini dia merasakan sakit yang sama. Dikatakan benalu oleh kakak iparnya sendiri.“Kenapa diam lagi? Ucapanku benar, ya? Sepertinya kamu banyak masalah, ya? Ha ha ha.” Jery memancing emosi Bumi.Sedangkan di dalam kamar, Bella mendengar teriakan suaminya. Dia meronta ingin dilepaskan. Ingin menemui suaminya dan pulang bersamanya. Tapi Embun tak mengizinkan. “Tolong, Bun. Biarkan aku pergi. Kamu gak denger perkataan Mas Jery? Dia bilan
Sebenarnya mereka telah berencana menjemput Bu Retno saat keluar dari penjara. Mengajak wanita tua itu hidup bersama mereka dengan rukun. Bagaimanapun juga, Bu Retno adalah ibu mereka. Orang yang berjasa di hidup mereka. Lupakan semua kesalahan masa lalu dan mulai membangun masa depan yang lebih baik. Setidaknya, itulah rencana Bumi dan Embun untuk sang ibu.“Aku juga gak tahu, Sayang. Bisa saja Mas Jery berbohong. Tapi aku tetap ingin mengecek ke sana. Lagipula, aku sudah tak lama melihat rumah masa kecilku. Aku harus kembali merawat rumah itu hingga layak ditempati lagi,” ucap Bumi.Embun setuju. Dia lantas meminta izin sang suami untuk ikut serta.“Jangan, Sayang! Ini udah mulai sore. Aku hanya pergi sebentar, kok. Kamu di rumah saja! Jaga anak-anak dan aku titip Mbak Bella.” Bumi melarang istrinya untuk ikut. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Tapi Embun tetap kekeh. Dia mengatakan kalau anak-anak telah dijaga ibu dan baby sitter. Ada ART di rumah ini juga membuat Embun lebi
“Iya … nanti Bumi kasi Ibu uang. Tapi Ibu harus ikut kami dulu, ya,” bujuk Bumi pada ibunya.Bu Retno menjawabnya dengan suara pukulan ke pintu. Sangat kencang. Para tetangga makin banyak keluar rumah dan mengamati Bumi dan yang lainnya.“Mas … Pak RT di sini masih Pak Sakti?” tanya Bumi pada Osin.“Oh … udah nggak, Mas. Memangnya kenapa?”“Tolong panggilkan Pak RT ke sini, dong! Siapapun itu. Aku perlu bantuan untuk membujuk Ibu.”Tanpa pikir panjang, Osin lantas pergi meninggalkan Bumi dan Embun di rumah itu. Osin sempat dicegat oleh beberapa warga yang menanyakan perihal kedatangan Bumi ke rumah itu. Entah apa jawaban pria itu, yang pasti dia hanya berhenti sebentar, meladeni pertanyaan warga, dan kembali berlari menuju rumah Pak RT.“Ayo keluar, Bu! Kita makan dulu, yuk! Ibu pasti belum makan, ‘kan? Rumah ini juga sangat gelap. Memangnya Ibu gak takut?”Berbagai cara telah dilakukan Bumi untuk membujuk sang Ibu keluar dari rumahnya.“Mas … aku pergi cari warung makan dulu, ya. Mau
Puluhan tahun silam“Aku rela makan sampah dan menjadikan daun kering sebagai uang selama sisa hidupku. Asalkan kalian mati secara mengenaskan.”Kata-kata sadis yang keluar dari mulut Retno membuat semua orang terkejut. Termasuk Aiman---suaminya, dan juga Yati---perempuan yang diduga sebagai pelakor.“Retno! Jaga ucapanmu! Ucapan adalah doa,” bentak Aiman pada istrinya.“Aku gak peduli, Mas. Aku cuma mau kalian mati. Mati secara mengenaskan.”Gigi Retno bergemeretak saat mengucapkan itu. Para tetangga mulai berkumpul di depan rumah Retno-Aiman untuk melihat apa yang terjadi.Sebagian besar tetangga di sekitar rumah mereka merasa iba dengan Retno. Walaupun ucapan Retno barusan tetap tak dapat dibenarkan. Selain mendoakan dirinya sebagai gelandangan, Retno juga mendoakan keburukan bagi orang lain.Kenapa Retno bisa semurka ini?Bagaimana tidak? Suaminya tiba-tiba datang membawa seorang wanita yang mengaku hamil. Padahal Retno baru saja melahirkan anak keempatnya yang bernama Bastian, ti
“Aku mau cerai aja, Las,” ucap Retno. Dia merasakan sakit yang teramat sangat. Tidak hanya fisik namun juga psikisnya.“Si Aiman memang benar-benar keterlaluan. Pelet apa sih yang dia terima dari wanita desa itu? Aiman sampai lengket gitu sama dia. Untung anakku perempuan, jadi kalau mau benci sama Aiman gak masalah,” ucap Lastri sambil melihat bayi mungilnya yang bernama Lidya.Lastri dan Retno sebenarnya sahabat dekat. Sudah sepuluh tahun lebih mereka menjalin persahabatan. Saling menyayangi, saling mengasihi, dan pastinya selalu berusaha ada dalam setiap suka maupun duka.“Kamu laporin aja Aiman ke kantornya, No. Biar dipecat sekalian.”Masa itu, mereka belum paham akan hukum yang bisa menjerat pasangan berselingkuh. Retno dan teman-temannya hanya tahu satu cara untuk menghancurkan Aiman dan selingkuhannya, yakni dengan melaporkan perselingkuhan ini ke kantor Aiman. Berharap pria itu dipecat dan tak memiliki pekerjaan. Setelah itu, Retno akan puas menceraikannya.“Atau gini aja, No
“Nenek sadar akan kesalahan terdahulu. Membiarkan ayah mertuamu menjalin hubungan dengan Yati.”Embun terpaku. Dia baru tahu soal cerita ini. Tentang kisah masa lalu mertuanya. Dia yang awalnya merasa kurang suka akan sikap ibu mertuanya yang manipulatif, kini justru terdiam. Ternyata ada kisah pahit dibalik semua perlakuannya. Bahkan hingga kini, Bu Retno harus menanggung buah dari hasil ucapannya terdahulu. Membuatnya menjadi wanita yang terindikasi ODGJ.Tapi Embun masih penasaran akan sosok Yati, istri kedua dari ayah mertuanya. Apakah wanita itu adalah ibu Laras? Embun pun nekat menanyakan semua ini pada Nenek Asti.“Cobalah kamu cari di barang-barang peninggalan mertuamu. Ada kotak kayu kecil penuh ukiran. Dulu Nenek pernah memberikan foto Yati dan anak yang baru dilahirkannya pada Aiman. Ayah mertuamu itu menyimpannya dalam kotak itu. Mungkin tempatnya tersembunyi karena tak ingin ketahuan Retno pada saat itu,” ucap Nenek Asti. Embun pun mengangguk. Nanti dia akan mencoba menc