Dari balik semak belukar, Pendidik Ulung dan Arum Sari melihat seorang lelaki bertubuh tinggi besar dengan pakaian serba hijau tengah memandang berkeliling tak jauh dari gua. Usia lelaki berparas bengis itu kirakira empat puluh tahun. Rambutnya panjang sebahu dengan ikat kepala dari kain berwarna hijau pula. Sedang sepasang matanya yang merah menyala terus menyapu sekitarnya. Tak jauh dari lelaki berperangai kasar itu, tampak pula puluhan lelaki kasar yang juga berpakaian serba hijau yang berdiri di samping kuda masing-masing.
"Setan Haus Darah...!" desis Arum Sari.
"Sssstt...!"
Buru-buru Pendidik Ulung mengisyaratkan Arum Sari untuk diam dengan menempelkan telunjuk di bibirnya. Tanpa banyak membantah, si gadis menuruti perintah.
"Surono! Di mana Arum Sari yang pernah kau lihat itu, he!" bentak Setan Haus Darah, garang. Seorang lelaki kasar yang juga berpakaian serba hijau segera maju menghampiri lelaki bertubuh tinggi besar yang tak lain Setan Haus Darah
"Mundur! Biar aku yang menghadapi mereka!" geram Hantu Tangan Api, beringas.Setan Haus Darah dan anak buahnya segera melangkah mundur. Dari kejauhan mereka terus menyaksikan apa yang akan dilakukan Ki Banaspati alias Hantu Tangan Api""Lagakmu pongah sekali, Hantu Tangan Api! Sayang sekali, kau dilahirkan hanya untuk menjadi biang malapetaka dunia persilatan!" desis Pendidik Ulung."Bajingan! Bacotmu kian memerahkan telingaku, Pendidik Ulung! Kali ini aku benar-benar menginginkan nyawa busukmu, Tua Bangka Keparat!" geram Hantu Tangan Api tak main-main."Kakek jahat! Kau pikir kami takut dengan ancamanmu? Kalau kau ingin membunuh kami, lakukanlah! Jangan hanya mengancam saja," ejek Arum Sari merasa panas."Gadis bengal! Aku memang akan menghabisi kalian semua. Dan, kaulah orang pertama yang akan menjadi korbanku!" hardik Hantu Tangan Api.Maka tanpa banyak cakap lagi, tokoh sesat dari Bukit Pedang ini segera menghantamkan kedua telapak tanga
Arum Sari yang melihat Pendidik Ulung mengalami luka dalam cukup lumayan jadi kalap. Apalagi tubuhnya pun telah terluka oleh serangan Hantu Tangan Api. Tanpa banyak pikir panjang, segera dikeluarkannya pukulan andalan 'Aji Gada Bumi'. Maka begitu kedua telapak tangan murid Nenek Rambut Putih ini pun telah berubah jadi kuning, diiringi teriakan nyaring dihantamkannya dengan kekuatan penuh."Hea!"Dua larik sinar kuning menyilaukan mata meluruk dari kedua telapak tangan Arum Sari, siap melabrak tubuh Hantu Tangan Api.Wesss! Wesss!Sebagai tokoh tingkat tinggi, Hantu Tangan Api cepat tanggap. Maka begitu merasa hawa dingin berkesiur menyerang punggung, lelaki ini jadi murka bukan main. Parasnya yang garang jadi mengelam. Ini menandakan kalau tokoh sesat dari Bukit Pedang tak dapat lagi mengampuni kesalahan lawan. Saat itu juga dikerahkannya tenaga dalam sepenuhnya. Begitu tubuhnya memutar sedikit ke samping kedua tangannya menghentak.Derrr! Derrr!
Dalam terpaan semilir angin siang, Ratu Adil tengah memandang jauh ke depan, ke arah sebuah hamparan lembah hijau yang terasa lengang. Selengang hatinya. Sudah dua hari ini sejak berpisah dengan Si Buta dari Sungai Ular, Ratu Adil melakukan perjalanan seorang diri untuk menemukan ayah kandungnya. Dan sudah banyak pula orang-orang yang dimintai keterangan, namun belum juga menemukan siapa orang yang bernama Gendon Prakoso.Murid Ratu Alit ini tidak putus asa. Hatinya yakin sekali kalau akan bertemu dengan ayah kandungnya. Cuma waktunya kapan memang sulit ditentukan. Satu hal yang membuatnya yakin adalah keterangan gurunya. Gadis ini percaya, Ratu Alit tidak hanya sekadar omong kosong belaka.Di sisi lain ada juga yang membuat Ratu Alit kecewa, karena perjalanannya tak ditemani Manggala. Padahal Si Buta dari Sungai Ular telah berjanji akan menemaninya. Dan itu tak lain akibat cemburu buta Arum Sari terhadap Ratu Alit.Ratu Alit masih ingat, bagaimana ia dan Si But
"Benar. Dialah yang bergelar Hantu Tangan Api. Mungkin lelaki sesat itu merasa kesal melihat muridnya Setan Haus Darah telah dikalahkan Si Buta dari Sungai Ular Pulih. Jadi tak heran bila Hantu Tangan Api turun tangan.""Oh...! Jadi, Setan Haus Darah itu murid dari Hantu Tangan Api!" sentak Pembunuh Iblis terkejut. Kepalanya mengangguk-angguk. "Pantas kalau kakek itu mondar-mandir di sekitar tempat ini. Hm...! Sekarang aku dapat menebak, pasti Si Buta dari Sungai Ular dan Pendidik Ulung berada di sekitar hutan ini....""Dugaanmu memang benar, Sobat. Kukira mereka memang masih berada di sekitar hutan ini," kata Ratu Adil.Entah kenapa, kali ini Pembunuh Iblis menangkap sesuatu yang lain dari ucapan Ratu Adil. Terutama sekali sewaktu gadis di hadapannya menyebut nama Si Buta dari Sungai Ular."Hmm... mungkinkah gadis ini juga mencintai Si Buta dari Sungai Ular? Hm...," gumam hati Pembunuh Iblis gelisah."Ada apa, Sobat? Kulihat raut wajahmu berubah?"
"Cincang pemuda keparat itu! Biar aku yang mengurus gadis bengal itu!" perintah Setan Haus Darah.Kedua belas orang anggota Pasukan Laskar Hijau segera mengalihkan serangan pada Pembunuh Iblis. Sedang Setan Haus Darah sendiri langsung menggebrak Ratu Adil dengan pukulan jarak jauh.Wesss! Wesss!Seketika meluruk dua larik sinar merah menyala dari kedua telapak tangan Setan Haus Darah, siap melabrak tubuh Ratu Adil.Ratu Adil menggeram kesal. Tak ada pilihan lain, kecuali memang harus memapak serangan. Sebab kalau menghindar, Teguh Sayekti pasti akan celaka terkena serangan Setan Haus Darah. Berpikir sampai di situ, Ratu Adil merasa harus mengerahkan pukulan andalan 'Cakar Naga Samudera'. Begitu murid Ratu Alit dari Nusa Kambangan mengalirkan tenaga dalam ke kedua tangan, jari-jarinya langsung berubah menjadi kebiruan.Lalu dengan menggaruk-garukkannya ke udara, dari kesepuluh jari-jari tangan telah membersit sepuluh larik sinar biru, langsung memap
Derrr! Derrr!Hebat bukan main bentrokan dua tenaga dalam yang terjadi. Bumi berguncang laksana di guncang prahara. Ranting-ranting dan daun-daun di sekitar tempat pertarungan hangus terbakar begitu terkena angin berkesiur itu.Sementara tubuh Setan Haus Darah dan Pembunuh Iblis pun sama-sama terpental ke belakang. Tubuh Setan Haus Darah terus melesat ke belakang, menghantam batang pohon. Sedang tubuh Pembunuh Iblis justru menabrak Ratu Adil yang saat itu akan datang membantu. Sehingga, tak dapat dicegah tubuh mereka jatuh berguling-guling."Maaf! Maaf! Aku tak sengaja," ucap Pembunuh Iblis kemudian. Saat itu tubuh pemuda itu menindih punggung Ratu Adil. Sudah barang tentu murid Kakek Pikun dari Gunung Slamet itu jadi gusar bukan main. Namun manakala melihat sebuah tanda berwarna hijau di punggung Ratu Adil, mata pemuda murid Kakek Pikun dari Gunung Slamet pun membelalak lebar.Untuk sesaat, Pembunuh Iblis diam terpaku di tempatnya. Seolah ia tak percaya
Si gadis mengeluh. Memang pakaiannya saat itu compang-camping tidak karuan menampakkan sebagian lekuk-lekuk tubuhnya. Tak mungkin Setan Haus Darah dan pasukannya dihadapi dalam keadaan seperti itu. Ia harus membenahi pakaiannya terlebih dulu."Bedebah! Kalau saja keadaanku tidak seperti ini, ingin rasanya aku menghajar manusia tak tahu diri itu!" geram Ratu Adil tak dapat menahan rasa jengkel."Sudahlah! Tak ada gunanya kau mengumpat," ujar Pembunuh Iblis. "Pokoknya kita harus secepatnya meloloskan diri dari kejaran mereka. Mari kita lari lagi.""Baik. Kuturuti permintaanmu. Tapi, katakan dulu apa yang ingin kau bicarakan, Sobat!""Waktunya kurang tepat. Sebaiknya turuti saja....""Jangan dikira bisa lolos begitu saja, Keparat!" Mendadak terdengar bentakan nyaring yang disusul berlompatannya beberapa bayangan serba hijau. Rupanya dengan jalan memotong, Setan Haus Darah dan pasukannya kembali berhasil menghadang Pembunuh Iblis dan Ratu Adil.
"Setan! Kalau saja ada Guru, tak mungkin monyet buta ini berani jual lagak," maki Setan Haus Darah dalam hati."Kenapa diam, Biang Rampok? Budek, ya?" ejek Si Buta dari Sungai Ular mulai kambuh penyakitnya seraya mendekati Setan Haus Darah. Langkahnya terlihat santai saja."Lepaskan aku, Manggala!" pinta Ratu Adil merasa jengah berada dalam pelukan Si Buta dari Sungai Ular."Oh, ya? Sampai lupa. Gara-gara biang rampok itu, sih!" ujar Si Buta dari Sungai Ular, lalu buru-buru melepaskan Ratu Adil dari pondongannya. "Tolong betulkan dulu pakaianmu, ya! Nanti mata manusia biang rampok itu tambah ijo."Tanpa diperintah pun Ratu Adil segera berlari dan berlindung ke balik rindangnya batang pohon. Lalu dengan agak gugup, buru-buru diikatnya kain penutup tubuhnya yang robek.Meski tidak begitu rapi, gadis ini sudah merasa lega. Kali ini, tekadnya telah bulat kembali untuk segera menghajar Setan Haus Parah. Maka segera ia melompat keluar.Saat itu, s