Derrr! Derrr!
Hebat bukan main bentrokan dua tenaga dalam yang terjadi. Bumi berguncang laksana di guncang prahara. Ranting-ranting dan daun-daun di sekitar tempat pertarungan hangus terbakar begitu terkena angin berkesiur itu.
Sementara tubuh Setan Haus Darah dan Pembunuh Iblis pun sama-sama terpental ke belakang. Tubuh Setan Haus Darah terus melesat ke belakang, menghantam batang pohon. Sedang tubuh Pembunuh Iblis justru menabrak Ratu Adil yang saat itu akan datang membantu. Sehingga, tak dapat dicegah tubuh mereka jatuh berguling-guling.
"Maaf! Maaf! Aku tak sengaja," ucap Pembunuh Iblis kemudian. Saat itu tubuh pemuda itu menindih punggung Ratu Adil. Sudah barang tentu murid Kakek Pikun dari Gunung Slamet itu jadi gusar bukan main. Namun manakala melihat sebuah tanda berwarna hijau di punggung Ratu Adil, mata pemuda murid Kakek Pikun dari Gunung Slamet pun membelalak lebar.
Untuk sesaat, Pembunuh Iblis diam terpaku di tempatnya. Seolah ia tak percaya
Si gadis mengeluh. Memang pakaiannya saat itu compang-camping tidak karuan menampakkan sebagian lekuk-lekuk tubuhnya. Tak mungkin Setan Haus Darah dan pasukannya dihadapi dalam keadaan seperti itu. Ia harus membenahi pakaiannya terlebih dulu."Bedebah! Kalau saja keadaanku tidak seperti ini, ingin rasanya aku menghajar manusia tak tahu diri itu!" geram Ratu Adil tak dapat menahan rasa jengkel."Sudahlah! Tak ada gunanya kau mengumpat," ujar Pembunuh Iblis. "Pokoknya kita harus secepatnya meloloskan diri dari kejaran mereka. Mari kita lari lagi.""Baik. Kuturuti permintaanmu. Tapi, katakan dulu apa yang ingin kau bicarakan, Sobat!""Waktunya kurang tepat. Sebaiknya turuti saja....""Jangan dikira bisa lolos begitu saja, Keparat!" Mendadak terdengar bentakan nyaring yang disusul berlompatannya beberapa bayangan serba hijau. Rupanya dengan jalan memotong, Setan Haus Darah dan pasukannya kembali berhasil menghadang Pembunuh Iblis dan Ratu Adil.
"Setan! Kalau saja ada Guru, tak mungkin monyet buta ini berani jual lagak," maki Setan Haus Darah dalam hati."Kenapa diam, Biang Rampok? Budek, ya?" ejek Si Buta dari Sungai Ular mulai kambuh penyakitnya seraya mendekati Setan Haus Darah. Langkahnya terlihat santai saja."Lepaskan aku, Manggala!" pinta Ratu Adil merasa jengah berada dalam pelukan Si Buta dari Sungai Ular."Oh, ya? Sampai lupa. Gara-gara biang rampok itu, sih!" ujar Si Buta dari Sungai Ular, lalu buru-buru melepaskan Ratu Adil dari pondongannya. "Tolong betulkan dulu pakaianmu, ya! Nanti mata manusia biang rampok itu tambah ijo."Tanpa diperintah pun Ratu Adil segera berlari dan berlindung ke balik rindangnya batang pohon. Lalu dengan agak gugup, buru-buru diikatnya kain penutup tubuhnya yang robek.Meski tidak begitu rapi, gadis ini sudah merasa lega. Kali ini, tekadnya telah bulat kembali untuk segera menghajar Setan Haus Parah. Maka segera ia melompat keluar.Saat itu, s
Tepat ketika teriakan Setan Haus Darah terputus, pemuda dari sungai ular itu menurunkan kedua telapak tangannya. Sementara kabut beraneka warna yang membungkus Setan Haus Darah pun sirna. Namun apa yang terlihat benar-benar membuat hati Si Buta dari Sungai Ular bergidik. Ternyata, tubuh Setan Haus Darah telah luluh menjadi tumpukan abu beraneka warna!"Edan! Tak kusangka kalau tubuh Setan Haus Darah akan menjadi abu seperti itu. Hm...!" desah Si Buta dari Sungai Ular sambil menggeleng-geleng. Beberapa orang anggota Pasukan Laskar Hijau yang melihat pimpinan mereka tewas dengan amat mengerikan, segera membuang senjata, mereka segera duduk berlutut di hadapan Pembunuh Iblis dan Ratu Adil."Ampunkan kami, Tuan Pendekar! Ampunkan kami...!" ratap anggota-anggota Pasukan Laskar Hijau itu seraya menyembah-nyembah. Sebenarnya Ratu Adil dan Pembunuh Iblis merasa muak sekali melihat tingkah mereka. Ingin rasanya mereka mendamprat. Namun manakala melihat Si Buta dari Sungai Ular,
"Wah...! Kenapa jadi tangis-tangisan begini" Walah...," desah Si Buta dari Sungai Ular merasa trenyuh juga. Lalu entah karena apa tiba-tiba tangannya sudah garuk-garuk kepala.Pembunuh Iblis tak mempedulikan ucapan Si Buta dari Sungai Ular. Sepasang matanya tiba-tiba meredup membayangkan kejadian beberapa puluh tahun lalu."Dulu sewaktu aku masih kecil, kira-kira berusia tujuh tahun, kulihat ayah dan ibu sering bertengkar. Ayah menuduh ibu menyeleweng. Ibu tidak terima. Lalu, pada suatu hari, tiba-tiba ayah menyeret ibu yang membawa bayi berusia empat bulan ke sebuah hutan. Entah, apa yang dilakukan. Namun setelah aku menunggu, ternyata ayah dan ibu tidak pernah kembali. Aku terlunta-lunta. Bertahun-tahun aku hidup merana seorang diri. Hingga akhirnya, pada suatu hari aku diajak guruku ke puncak Gunung Slamet. Lalu, aku pun belajar silat darinya. Namun dalam hatiku, aku bertekad akan mencari ayah dan ibu, juga adik kandungku."Ratu Adil makin terisak. Wajahnya y
"Ha ha ha...! Akhirnya kutemukan juga kau di sini, Tua Bangka Keparat!" tawa Hantu Tangan Api bergelak.Pendidik Ulung terkesiap bukan main, dan buru-buru melompat bangun. Sepasang matanya pun kontan mencorong tajam."Bangsat! Kau kira aku takut menghadapimu, hah! Justru kaulah yang bertanggung jawab atas tewasnya gadis itu!" sembur Pendidik Ulung seraya menuding ke arah Arum Sari.Hantu Tangan Api menoleh sekilas. Diperhatikannya sosok gadis berpakaian serba hijau yang tergeletak di tumpukan jerami dengan senyum mengejek. Bahkan kemudian disusul suara tawanya yang kembali menggema memenuhi ruangan gua."Salah sendiri! Kenapa ia mencari mati di tanganku!" dengus Hantu Tangan Api."Dasar manusia penyebar petaka! Bisanya selalu membacot demikian. Tak tahu malu!""Diam! Kau pun juga akan mengalami nasib serupa dengan gadis itu! Sekaranglah saatnya kau menemui ajal, Tua Bangka Keparat!" putus Hantu Tangan Api beringas.Pendidik Ulung tert
Selangkah demi selangkah kakinya pun maju mendekat. Dua tombak di hadapannya, Hantu Tangan Api terus mengumbar suara tawanya. Lagaknya pongah sekali. seolah-olah dialah yang paling berkuasa di muka bumi ini. Lalu dengan pandang mata melecehkan dibalasnya tatapan Pendidik Ulung."Heaaattt...?"Pendidik Ulung yang tak dapat lagi mengendalikan amarah telah menerjang beringas. Jari-jari telunjuknya yang telah berubah putih berkilauan berkali-kali berkelebat cepat di antara tubuh Hantu Tangan Api.Namun sayang meski telah mengeluarkan segenap kepandaiannya, tetap saja Pendidik Ulung tak mampu menghadapi sepak terjang Hantu Tangan Api. Malah berkali-kali tubuhnya dijadikan sasaran empuk serangan-serangan tokoh sesat dari Bukit Pedang itu.-o0o-Sementara itu, Si Buta dari Sungai Ular beserta Ratu Adil dan Pembunuh Iblis terus berkelebat cepat menelusuri hutan kecil."Manggala! Apakah kau yakin Hantu Tangan Api tengah mencari Pendidik Ulung?" tanya
Wesss! Wesss!Namun Hantu Tangan Api yang saat itu tengah bertarung hebat melawan Si Buta dari Sungai Ular dapat menghindar dengan melenting ke atas. Sehingga serangan-serangan Ratu Adil terus menerabas ke belakang menghantam semak-semak belukar hingga kontan terpangkas habis dalam keadaan hangus."Jangan gegabah, Yustika! Biar aku yang mengurus tua bangka ini!" teriak Si Buta dari Sungai Ular gusar bukan main. Langsung dipeganginya Ratu Adil yang hendak menyerang Hantu Tangan Api kembali. Sebab bukan mustahil Hantu Tangan Api yang telengas tak segan-segan untuk membunuh gadis itu."Tidak, Si Buta dari Sungai Ular! Tua bangka itu harus modar di tanganku!" geram Ratu Adil keras kepala."Dengarlah, Yustika! Tolong kau urus Pendidik Ulung! Ia sangat membutuhkan pertolongan!" tegas Si Buta dari Sungai Ular.Ratu Adil sejenak bimbang di tempatnya. Pendidik Ulung memang sangat berjasa terhadap dirinya. Dialah yang telah menyelamatkan nyawanya dari cengke
Namun kejap kemudian ganti kebalikannya.Hingga pada titik puncaknya...."Hea...!"Tiba-tiba Si Buta dari Sungai Ular menyentakkan kedua telapak tangan dengan kekuatan tenaga dalam penuh. Hasilnya, kabut putih tipis dari kedua telapak tangannya melesat ke depan, menindih gulungan kobaran api milik Hantu Tangan Api."Ah...!"Hantu Tangan Api kaget bukan kepalang. Perlahan-lahan kabut putih yang berkilauan dengan sinar beraneka warna itu makin menindih gulungan kobaran api miliknya. Tanpa sadar peluh sebesar jagung membasahi keningnya. Dan dengan mata membeliak lebar, tokoh sesat dari Bukit Pedang itu dapat melihat jelas kalau kabut putih dari kedua telapak tangan lawan mulai membungkus tubuhnya. Hal ini membuat gusar hatinya bukan main.Pada saat kabut putih tipis dari kedua telapak tangan Si Buta dari Sungai Ular membungkus sekujur tubuh, Hantu Tangan Api meraung-raung hebat. Namun gulungan kabut itu terus membungkus tubuhnya tanpa ampun. Hi