"Kenapa diam saja, Gendon! Benarkah kau telah mengkhianati perintahku?"
"Ha ha ha...! Sungguh malang nasibmu, Pamekasan. Punya murid tapi tak mau berbakti. Buat apa murid macam itu? Bikin sakit gigi saja!" selak Peramal Maut memanas-manasi.
"Diam kau, Peramal Maut! Aku tak butuh ocehanmu!" bentak Eyang Pamekasan.
"Ha ha ha...! Kau akan menyesal besar kalau tak mau mendengar ocehanku, Pamekasan. Akulah saksi atas pengkhianatan muridmu," kata Peramal Maut, kian membuat Eyang Pamekasan penasaran.
"Gendon Prakoso! Benarkah apa yang diucapkan, Peramal Maut?"
"Maaf, Guru! Dengan sangat terpaksa, murid mencabut semua sumpah yang pernah diucapkan," ucap Gembong Kenjeran sambil menangkupkan kedua telapak tangan ke depan dada.
"Kau dengar sendiri, apa yang diucapkan murid kesayanganmu itu, kan?" selak Peramal Maut lagi, mengejek.
"Bangsat! Jadi benar kau telah mengkhianatiku, Murid Murtad!"
"Adalah kekejian di atas kekejian bila seseoran
Eyang Pamekasan menggeram penuh kemarahan. Sepasang matanya yang berkilat-kilat segera dialihkan ke arah datangnya suara. Ternyata, tak jauh dari tempat itu telah berdiri seorang perempuan cantik berusia tiga puluh lima tahun. Tubuhnya yang dibungkus pakaian ketat warna hijau pupus menebarkan aroma harum bunga melati. Sedang rambutnya yang hitam panjang digelung ke atas. Sambil mengumbar senyum, perempuan cantik itu terus mempermainkan payung di tangan kanannya. Seperti pakaiannya, payung itu juga berwarna hijau pupus."Putri Hijau...!" desis Eyang Pamekasan."Wah...! Beruntung sekali kau masih mengenaliku, Pamekasan! Apa kabar? Kenapa kau tak menjawab pertanyaanku?" kata perempuan cantik itu yang memang Putri Hijau sambil tetap mengumbar senyum."Tak ada gunanya menjawab pertanyaanmu. Karena, memang aku tak ada urusan denganmu," sahut Eyang Pamekasan ketus."Oh... begitu. Tapi, muridmu telah melarikan temanku yang cantik itu. Jadi kukira aku berhak menca
Di ujung geramannya, tokoh sesat dari puncak Gunung Kembang ini segera melompat bangun, Tubuhnya sempat limbung begitu kakinya menjejak tanah. Namun keseimbangan tubuhnya cepat dapat dikuasai. Kedua telapak tangannya kini telah berubah kuning hingga pangkal lengan, pertanda telah mengerahkan tenaga dalam tinggi."Hati-hati, Anakku! Ia akan mengeluarkan pukulan 'Gada Akhirat'!" teriak Gembong Kenjeran, dari luar tempat pertarungan."Jangan khawatir. Ayah! Asal tua bangkai itu tak berbuat licik, pasti aku dapat mengatasinya," sahut Ratu Adil, merasa terharu melihat ayahnya masih terduduk di luar tempat pertarungan akibat luka dalamnya."Gadis pongah! Makanlah pukulan 'Gada Akhirat'-ku! Hea!"Seiring teriakan keras, tiba-tiba Peramal Maut menyentakkan telapak tangannya ke depan, membuat dua larik sinar kuning berkilauan melesat ke depan. Hawa panas yang bukan kepalang pun sempat menampar-nampar kulit Ratu Adil sebelum mencapai sasaran.Ratu Adil mengg
Di hadapannya, tampak Putri Hijau mengebutkan tangannya. Seketika, berpuluh sinar biru kecil melesat cepat ke arah Eyang Pamekasan.Eyang Pamekasan yang telah menderita luka dalam cukup hebat segera berkelebat menghindar. Namun karena gerakannya agak lambat, maka beberapa bunga melati biru milik Putri Hijau sempat menghantam dadanya!Plukk! Plukkk!"Aaakh...!"Eyang Pamekasan meraung setinggi langit ketika tubuhnya jatuh ke tanah. Rasa nyeri yang bukan kepalang terasa hebat menyerang dada.Sekujur tubuhnya pun menggigil hebat!"Hoeekh!"Darah segar kebiru-biruan langsung menyembur dari mulut Eyang Pamekasan. Tangan kanannya cepat mendekat dada kuat-kuat. Sepasang matanya yang tajam pun mulai jelalatan ke sana kemari. Lalu tanpa banyak membuang waktu, tubuhnya segera bangkit dan berkelebat cepat meninggalkan tempat pertarungan."Hey...! Kau mau ke mana, Pamekasan! Kenapa lari terbirit-birit?"Mendadak terdengar suara tegu
MALAM pekat tanpa satu bintang pun bertengger di persada langit. Gumpalan awan hitam bergantungan dengan perut menggembung. Angin dingin bergulung-gulung, menerbangkan tanah dan batu-batuan. Beberapa dahan pohon patah dan menimbulkan suara berderak tatkala berbenturan satu sama lain. Di kejauhan terdengar suara air laut berdebur dahsyat, menabrak batu-batu karang.Di tempat yang dikelilingi batu-batu cadas, satu sosok tubuh duduk mencangkung di salah sebuah batu cadas itu. Mata sosok tubuh yang ternyata lelaki berusia setengah baya tertutup. Rambut panjangnya bertambah acak-acakan dipermainkan angin keras. Pakaiannya yang berwarna putih bersih berkibaran mengeluarkan suara seperti membeset. Mulut lelaki yang masih memperlihatkan sisa-sisa ketampanan di wajahnya berkemik-kemik."Hmm... tak biasanya cuaca mengerikan begini. Pertanda buruk. Rasanya... orang yang kutunggu akan tiba di sini," desis lelaki itu tanpa membuka matanya.Gulungan angin semakin mengeras, Ke
Dewa Tanpa Nama menatap tak berkedip. Lalu melompat ke udara menghindar dua serangan lawan. Raja Setan Seruling Maut memekik geram mendapati dua serangannya lolos begitu saja. Lalu dengan cara seperti hendak ambrukkan tubuh dalam keadaan telentang, kedua tangannya telah menggebrak melepaskan dua pukulan sekaligus.Wuuut! Wuuutt!Terlihat cahaya terang sekejap dari kedua tangan Raja Setan Seruling Maut. Di lain kejap terdengar deruan hebat, lalu menyusul gelombang angin luar biasa dahsyat menggebrak. Dan bukan hanya sampai di sana saja tindakan Raja Setan Seruling Maut yang memiliki dendam setinggi langit pada Dewa Tanpa Nama. Karena begitu lepaskan dua pukulan sekaligus, dia segera melompat ke depan dengan mengangkat dua tangannya dan siap melepaskan pukulan dari jarak dekat.Melihat ganasnya pukulan lawan, Dewa Tanpa Nama segera bertindak. Begitu kedua kakinya menginjak tanah, dia segera mengerahkan tenaga dalam pada lengannya. Lalu kedua tangannya disentakkan
Di seberang sana, Raja Setan Seruling Maut terus meniup serulingnya yang semakin lama kelihatan berubah warna menjadi sekental darah. Sementara itu, rasa sakit yang menyiksa tubuh Dewa Tanpa Nama semakin menjadi-jadi. Kali ini dia benar-benar telah merasa lumpuh seluruh tubuhnya. Beberapa buah urat darah di kedua tangannya mulai menggembung dan meletus pecah memuncratkan darah."Celaka! Aku tak akan sanggup menahan gelombang irama mematikan dari seruling itu. Dan rasanya... aku terlambat untuk menghindar...."Sementara itu sepasang mata lelaki berpakaian merah semakin terbuka lebar dengan sorot gembira. Jari jemari tangannya semakin lincah membuka dan menutup lubang seruling gading itu yang terus ditiup dan semakin bertambah memerah. Bahkan mulai berangsur agak kehitaman!Apa yang dialami Dewa Tanpa Nama semakin mengerikan. Karena sekarang bukan hanya di kedua tangan lelaki berpakaian putih bersih itu yang urat darahnya meletus. Di kedua kakinya pun mulai keluar
Pemuda dari Sungai Ular ini mengenang kembali apa yang terjadi semalam. Kala itu dia sedang tertidur di sebuah batang pohon. Dan tatkala dia terbangun, dilihatnya ada sebuah tulisan berisi pesan di batang pohon yang dijadikan sandarannya.‘Lama kucari dirimu, Si Buta dari Sungai Ular. Carilah aku. Karena bantuanmu kubutuhkan.’Ki Alam Gempita.Sesaat si pemuda yang di dadanya terdapat rajahan petir, tertegun dan menatap tak percaya pada tulisan yang dilihatnya. Namun kejap lain dia segera berkelebat untuk mencari jejak orang yang menuliskan pesan itu. Namun sudah tentu dia tak bisa menemukannya. Dan keadaan ini membuatnya menjadi penasaran.Namun menemukan orang yang tak diketahui bagaimana rupa dan di mana tinggalnya sama dengan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Kendati demikian, Si Buta dari Sungai Ular berusaha keras untuk menemukannya. Terutama mengingat orang itu seperti butuh bantuannya."Si
Tetapi Dua Iblis Hitam hanya terbahak-bahak saja."Anak gadis... rupanya kau memang harus diberi pelajaran dulu sebelum dibunuh! Dan ketahuilah... apa yang hendak kami lakukan tentunya belum pernah kau rasakan! Aku yakin, bila kau sudah merasakannya... maka engkaulah yang akan mengejar-ngejar kami berdua....""Mulutmu begitu kotor, Binatang!" menggeram keras Sri Kunting dengan pandangan gusar."Tak perlu membuang tenaga untuk bersuara! Lebih baik kau nikmati saja apa yang hendak kami berikan!" Habis kata-katanya, dengan kasar Maung Kumayang siap menarik pakaian di bagian dada Sri Kunting yang terbeliak lebar dengan bola mata berputar gelisah. Namun sebelum lelaki berwajah tirus itu melakukannya, seseorang cepat melesat."Kenapa masih ada saja orang yang bertindak busuk pada orang lain? Padahal bila perjalanan dalam kehidupan ini bergerak lurus terus menerus, maka semuanya akan berjalan lurus. Gadis itu memang benar, menyebut kalian binatang-binatang liar!