Sesaat Si Buta dari Sungai Ular terdiam dengan pandangan tak berkedip ke depan. Hatinya diliputi berbagai tanya siapakah gerangan si nenek yang wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja itu. Selagi Si Buta dari Sungai Ular mencoba menebak siapa gerangan si nenek, mendadak dilihatnya tangan kanan si nenek terangkat. Saat itu pula berkelebat sinar putih yang akhirnya menggumpal menjadi kabut, menderu dengan dorongan keras dan suara menggidikkan ke arah Si Buta dari Sungai Ular!
Belum lagi pemuda ini mengetahui siapa gerangan si nenek adanya, dia sudah dibuat tersentak kaget mendapati serangan seperti itu. Segera saja dibuang tubuhnya ke belakang. Bersamaan dengan itu tangan kanan dan kirinya digerakkan pada arah yang berlawanan di depan dada. Menyusul tangan kanannya dimasukkan ke kiri. Begitu pula sebaliknya. Saat melakukan itu napasnya ditahan didada dan semuanya begitu cepat dilakukan!
Mendadak tubuh pemuda dari Sungai ular ini menjadi begitu terang sekali. Haw
Manggala kembali tak segera menjawab. Diam-diam dia membatin, "Tentang di mana Kitab Pembangkit Mayat yang merupakan kitab pertama dari Kitab Pamungkas, hanya aku seorang yang tahu! Kitab itu telah kuberikan pada Guru, Raja Siluman Ular Putih, di Sungai ular! Karena menurutku, di tangan Gurulah Kitab Pembangkit Mayat akan aman! Apakah akan kukatakan pada nenek ini di mana kitab itu berada?" Manggala memutus kata batinnya sejenak. Lalu melanjutkan, "Tidak! Aku tak ingin Guru mendapatkan urusan seperti ini, kendati Guru mengatakan apa yang akan terjadi padaku waktu itu!"Memutuskan demikian, Si Buta dari Sungai Ular berkata, "Kitab Pembangkit Mayat memang berada di tanganku!"Mendadak meledak tawa si nenek hingga tubuh kurusnya berguncang. Kendati guncangan itu cukup keras, tetapi caping lebar yang ada di kepalanya tidak terlepas. Padahal, tak ada tali yang terkait pada dagunya!"Bagus sekali! Di mana kitab itu sekarang!""Maafkan aku! Aku belum bisa mengat
Pandangan si gadis menyipit. Dadanya yang membusung bergerak turun naik tanda dia sangat gusar. Dengan suara lantang dia berkata, "Bersikap santun terhadap orang seperti kau, hanyalah sebuah tindakan bodoh! Mungkin... kau salah satu kaki-tangan si nenek keparat itu!""Makin tak kumengerti apa yang diinginkan oleh gadis ini. Entah siapa dia sebenarnya. Menilik sikapnya, dia benar-benar sanggup menerjang lautan api sekalipun demi tujuannya!" kata Manggala dalam hati dan berkata, "Mungkin... yang kau cari adalah si nenek berjuluk Hantu Caping Baja. Mungkin pula....""Dialah orang yang kucari! Katakan, di mana dia berada!" putus si gadis dengan rahang dikertakkan.Manggala terdiam sejenak Dalam hati dia berkata, "Bisa jadi dugaanku benar. Kalau gadis ini juga menghendaki Kitab Pamungkas. Dan dia hanya tahu satu petunjuk untuk saat ini. Hantu Caping Baja. Hmm... kalau dia berani memburu Hantu Caping Baja, bisa kupastikan kalau gadis ini memiliki ilmu yang tinggi. Tet
Sosok Si Buta dari Sungai Ular yang berguling terpental sekejap ke atas lalu jatuh kembali dalam keadaan terguling pula."Bila kau mau mendapatkan nasib sial... bolehlah kau tetap berada di sini. Tetapi bila kau ingin selamat, lebih baik segera menyingkir karena keadaanmu tak memungkinkan untuk menghadapinya...." Lagi-lagi terdengar suara di telinga Si Buta dari Sungai Ular.Segera Manggala berdiri dengan kedua mata terbuka lebih lebar. Sulit baginya untuk menembus hamburan tanah yang masih menutupi pandangan. Tatkala didengarnya gemuruh angin dan lesatan sinar putih ke arahnya, serta-merta Manggala melompat ke samping. Dan segera dia berkelebat meninggalkan tempat itu dengan hati yang sebenarnya masih diliputi rasa penasaran.Sementara itu, tatkala hamburan tanah luruh kembali, terlihat sosok Dewi Awan Putih mengkelap marah. Apalagi ketika tak dilihatnya sosok pemuda yang diburunya tadi berada di sana. Dengan kemarahan meluap, gadis ini hentakkan kaki kanannya
Sesaat Dayang Kemilau tak menjawab. Lalu sambil pandangi gadis berambut panjang yang diikat pita warna biru pekat itu, dia berkata, "Secara pasti aku tidak tahu. Karena Guru memang tidak pernah menceritakan tentang kehebatan Kitab Pamungkas secara tuntas. Hanya yang kuketahui... kalau Kitab Pamungkas merupakan kitab lanjutan dari Kitab Pembangkit Mayat. Kitab Pembangkit Mayat pernah dipergunakan oleh Dewi Samudera Biru untuk membangkitkan mayat Iblis Mara Kayangan. Dan menurut cerita Guru, Kitab Pembangkit Mayat berhasil didapatkan oleh Si Buta dari Sungai Ular.""Lantas... di sisi mana letak kehebatan Kitab Pamungkas, bila kudengar Kitab Pembangkit Mayat sudah begitu mengerikan?" Kali ini Dayang Pandan yang ajukan tanya.Dayang Kemilau menggelengkan kepala. "Tadi kukatakan, aku tidak tahu. Hanya bisa kutaksir, kalau Kitab Pamungkas lebih mengerikan dari Kitab, Pembangkit Mayat. Kita sama-sama tahu kalau Guru mengatakan, petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada, ada di
Kembali Dewi Topeng Perak arahkan pandangan ke tempat yang diinginkannya tanpa tahu harus melihat apa. Diam-diam perempuan berpakaian kuning cemerlang ini membatin, "Manusia keparat satu ini suatu saat harus diajar adat! Karena semua ulahnyalah aku jadi terlambat tiba di Bukit Watu Hatur! Tetapi, biarlah kulupakan persoalan ini! Karena, aku tetap mengharapkan bantuannya untuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular! Belum puas rasa hatiku sebelum semuanya ini berakhir!"Lalu kembali dia palingkan kepala pada Buang Totang Samudero yang sedang menggeram, "Kupegang setiap kata-kata yang kau ucapkan! Dan aku tak mau kau gagal menjalankan semua yang kuinginkan!""Kau akan mendapat bukti!""Diucapan, mungkin aku sudah mendapatkan bukti! Tetapi, kenyataannya belum sama sekali!""Akan kubunuh Si Buta dari Sungai Ular untukmu!" seru Buang Totang Samudero keras.Sebelum Dewi Topeng Perak menyahuti kata-kata Buang Totang Samudero, terdengar satu suara cukup keras,
"Cerdik! Dia berkata begitu dengan kata lain untuk menutupi keadaan yang sebenarnya. Baiknya kuikuti saja apa yang dilakukannya," kata Dewi Topeng Perak didalam hati. Lalu masih dengan menyeringai dia berkata, "Urusanku pun ingin mencabut nyawa Si Buta dari Sungai Ular! Tetapi berlainan dengan keinginan kalian! Aku tak terlalu berambisi untuk menahan orang lain membunuhnya, karena melihatnya mati aku sudah puas!""Keparat betul! Dia tahu apa maksudku!" maki Dayang Pandan dalam hati. "Rasanya... ini tak bisa dibuat main-main! Hmm... aku memikirkan sesuatu...."Mengikuti jalan pikirannya, Dayang Pandan berkata, "Bila memang demikian adanya, kita tak perlu memperpanjang urusan! Masing-masing orang tetap memburu Si Buta dari Sungai Ular!""Bagus! Bagaimana bila aku dan kawanku yang mendahului membunuhnya?"Di bibir Dayang Pandan tersungging senyuman aneh. "Kita lihat nanti!"Habis kata-katanya, sosok gadis berjubah putih itu sudah berkelebat meninggalk
Selang beberapa saat, terlihat getaran tubuhnya tidak lagi sekencang tadi dan berangsur tenang seperti saat dimulainya bersemadi. Satu tarikan napas berikut, perlahan-lahan pemuda yang di dada terdapat rajahan petir ini membuka kedua matanya, bersamaan dengan rangkapan tangan di depan dada diturunkan.Ditariknya udara segar dalam-dalam hingga memenuhi seluruh rongga paru-parunya."Benar-benar urusan jadi kapiran...," desisnya kemudian. "Pertama-tama muncul Hantu Caping Baja yang langsung menyerangku dan ternyata hanya bermaksud menguji kepandaianku. Dari mulut Hantu Caping Baja, jelas perkara yang harus kutangani sangat panjang. Menyusul kemunculan gadis yang mengaku berjuluk Dewi Awan Putih. Dari sikap si gadis yang begitu bernafsu memburu Hantu Caping Baja, nampaknya gadis itu juga menginginkan Kitab Pamungkas. Mungkin, petunjuk yang didapatnya hanyalah dari Hantu Caping Baja. Karena bisa jadi nenek aneh yang menyerangku dengan hebat itu, secara tak sengaja kelepasan
"Hmm... aku tahu kalau gadis ini memiliki ilmu yang cukup tinggi. Tetapi, aku tak mau melibatkan dirinya lagi dalam urusan ini."Memutuskan demikian, Manggala berkata, "Tidak apa-apa. Hanya luka kecil saja."Ayu Wulan tahu kalau luka yang dialami pemuda berpakaian kulit ular ini bukanlah luka ringan. Tetapi karena Manggala sudah berkata demikian, dia pun tak enak untuk bertanya lebih lanjut. Makanya dia berkata, "Kau masih tetap seperti yang pertama kali kutemui, Kang Manggala. Terkadang kau begitu terbuka dan terkadang kau begitu tertutup."Manggala tersenyum. "Kulakukan seperti yang kau katakan tadi, karena memang ada hal-hal penting yang harus kukatakan. Tetapi, ada juga yang tak perlu dikatakan."Sebagai jawaban, Ayu Wulan cuma tersenyum. Manggala berkata lagi, "Kuharap kau mengerti, bukan" Sekarang, apakah kau tidak bermaksud melanjutkan perja...."Kata-kata Si Buta dari Sungai Ular terputus tatkala terdengar satu suara cukup keras, "Kau tak m