Semua orang sedang berada di kamar masing-masing setelah kami selesai makan malam. Aku sendiri sudah berada di dalam kamar bersama Mawar yang sudah terlelap. Jarum jam baru menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Aku sama sekali belum mengantuk. Jadi, aku memutuskan untuk membuat video konten ID. Setelah selesai membuat video, aku mengeditnya dan mengunggah video itu. Seperti biasa, jumlah like dan komen sudah banyak hanya dalam hitungan detik. Melihat salah satu video yang aku buat tentang perubahan suami setelah menikah mengingatkanku dengan awal pernikahanku dengan Mas Ragil dulu. Hari itu setelah acara resepsi di laksanakan Mas Ragil langsung memboyong aku ke rumahnya. Rumah yang sudah ia beli sebelum menikah denganku secara kredit. Jadi, Mas Ragil masih harus membayar cicilan kredit rumahnya. Gaji Mas Ragil otomatis akan berkurang. Aku sudah di beri tahu hal itu. Jadi, tidak akan terkejut. Aku memang tidak terkejut dengan hal itu. tapi, aku terkejut dengan hal lain. Malam it
“Kenapa kamu malah bentak Ibu sih Ra? Benar dong. Untuk apa lagi mempertahankan pernikahan kamu dengan Bunga jika dia tidak mau lagi menjadi istrimu. Toh anak kalian itu perempuan dan tidak sehat. Karena Bunga adalah wanita bodoh Ibu yakin dia tidak akan menuntut harta gono gini darimu.” Ragil menjabak rambutnya kesal karena Ibunya tidak mengerti alasan ia tidak mau menceraikan Bunga. “Kalau kondisinya seperti dulu saat aku masih jadi salah satu ahli waris Bapak, aku akan mempertimbangkan usul Ibu. Tapi, sekarang? Coba Ibu pikirkan lagi. Proses perceraianku dan Bunga akan memakan waktu lama karena statusku sebagai asn. Belum lagi kalau Bunga membeberkan alasan kami berpisah. Aku bisa di pecat dari sekolah. Lalu, aku juga masih harus mencari wanita lain yang sama bodohnya dengan Bunga agar bisa memiliki anak laki-laki. Itu akan terlalu lama untukku.” Bu Jumi terdiam. Semua yang di katakan sang putra memang ada benarnya. “Tapi, sekarang gimana caranya kamu menemukan Bunga? Dia saja men
POV Bunga Pagi hari ini terasa sangat berbeda karena ada Ibu, Bude Yani dan Asih yang sarapan bersama denganku dan Mawar. Karena itulah pagi ini aku bisa sarapan dengan sayur gori buatan Bude Asih yang sudah terkenal sangat enak. “Ragil itu benar-benar edan. Kalau Satrio tidak mengawasi rumah kalian dengan kamera CCTV, entah apa yang akan terjadi dengan warung Ibumu.” Gerutu Bude Yani yang masih membicarakan pesan dari Satrio pagi ini. “Aku juga sudah mengurus perceraian Bude. Kalau semua urusan sudah selesai aku akan kembali ke rumah Ibu.” “Sudah kamu laporkan juga atas pasal KDRT dan perselingkuhan?” Aku menganggukan kepala. Lalu, sedetik kemudian menggeleng. “Kalau kasus KDRT sudah aku laporkan. Tapi, untuk kasus perselingkuhan tidak. Aku sudah tidak mau lagi berhubungan dengan masalah Mas Ragil. Cukup bisa lepas dari dia saja sudah membuatku lega.” “Bunga benar Yu. Bahkan Bunga juga tidak menuntut nafkah dan harta gono-gini. Buat apa kalau urusanya sama keluarga seperti merek
Rapat melalui apliasi zoom it hari itu berjalan dengan lancar. Pak Rano selaku direktur dari NL Production bersedia mengirimkan salinan kontraknya padaku. Bahkan Pak Rano juga banyak memberikan nasihat. “Saya suka sekali dengan sikap anda yang teliti. Sebagi calon patner bisnis kita memang harus mempelajari surat kontrak dengan lebih teliti. Agar kita bisa bekerja sama dengan lebih nyaman ke depannya.” Aku menganggukan kepala setuju. “Terima kasih banyak Pak. Bahkan saya masih tidak percaya jika bayaran saya setinggi itu.” Di layar laptopku, Pak Rano sudah tertawa terbahak-bahak. “Mungkin karena anda mengira drama series ini bukan di angkat dari novel. Tapi, tetap saja saya juga harus mengapresiasi jumlah follower serta respon dalam bentuk like dan komen. Harga untuk kontrak kita yang saya tawarkan sangatlah pantas anda dapatkan. Anda akan mendapatkan bagian lima puluh juta rupiah setiap episode. Jika di kali sepuluh maka anda sudah dapat lima ratus juta rupiah.” Sampai detik ini a
“Silahkan duduk dulu Nga.” Pandangan pria yang sudah aku kenal sejak duduk di bangku SMA itu beralih pada wanita yang mengantarku. “Tolong buatkan dua teh hangat dan satu es sirup untuk adeknya.” “Baik Pak.” Mas Aris masih terkekeh tidak percaya kami bisa bertemu seperti ini. Begitu juga dengan aku. Setelah bertahun-tahun kami tidak pernah bertemu lagi sejak dia lulus SMA lebih dulu. “Aku nggak menyangka kalau Aris Haryanto itu kamu mas. Nama kamu kan umum sekali.” “Enak saja. Walaupun namaku umum, setidaknya aku sudah punya kantor.” Aku menganggukan kepala setuju. “Apakah dia anak kamu?” Aku kembali menganggukan kepala. “Iya. Namanya Mawar.” “Halo Mawar. Nama Om adalah Aris. Panggil saja Om Aris. Salam kenal.” Mas Aris memberikan sebuah permen lollipop pada Mawar. Putriku itu sempat melihatku meminta ijin. “Boleh. Jangan lupa ucapkan terima kasih pada Om Aris.” Ucapku setelah Mawar mengambil permen itu. “Terima kasih Om.” “Iya sama-sama.” Tidak lama kemudian wanita yang sep
POV Orang Ketiga “Kamu mau cari apa sih Rum? Bukannya sebentar lagi kamu harus ujian akhir semester ya?” Tina menatap putri bungsunya sebal. “Cari baju baru aja Ma. Tolong beliin satu aja. Mama kan tahu kalau uang jajanku di potong sama Papa. Mana Om Ragil sudah nggak bisa mengirim uang padaku lagi.” Bibir Arum mencebik kesal. “Oke. Satu aja ya. Kalau kedua kakakmu tahu dan ikut minta juga, bisa tekor Mama nanti.” “Sip.” Seru Arum senang. Setelah membeli satu baju untuk Arum di tambah dengan membeli perlengkapan dapur di minimarket mall, mereka mampir ke restoran yang ada di dalam mall itu. Seorang pelayan berjalan mendekati meja mereka. Arum lebih dulu menyebutkan pesanannya. Lalu, di susul dengan Tina. Saat pelayan baru saja pergi dari meja mereka, mata Tina tidak sengaja melihat sosok Bunga yang sedang pergi dari restoran itu sambil menggendong Mawar. “Rum coba kamu lihat ke arah sana. Itu Bunga dan Mawar kan?” Pandangan Arum tertuju ke arah yang di tunjuk Mamanya. “Iya benar
Karena Bunga tidak hadir dalam persidangan pertama mereka, akhirnya mediasi yang sudah di jadwalkan oleh pihak pengadilan batal. Selain itu, Ragil juga baru tahu jika Bunga dan Satrio sudah mengantongi sejumlah bukti yang di bawa oleh pengacara Bunga. Mulai dari foto dan video penganiayaan yang di lakukan oleh Ragil pada Bunga, beberapa dokumen yang merupakan hasil visum Bunga dan bukti perselingkuhan di antara Ragil dan Arum. “Semua itu bohong Yang Mulia.” Ragil menggebrak meja karena panik semua keburukannya sudah terbongkar. “Saudara tergugat tolong tenang.” Kata Hakim yang memimpin jalannya sidang. Dari persidangan ini juga Ragil baru tahu jika setiap sudut rumahnya sudah di pasang kamera CCTV. Karena itulah Bunga dapat dengan mudah memberikan bukti ke pengadilan tentang alasannya menggugat cerai Ragil. Dari kamera CCTV yang di pasang oleh Satrio, Bunga juga dapat mengetahui letak berkas yang di simpan oleh Ragil. “Sial.” Gumam Ragil kesal. Persidangan akan di lanjutkan dua m
Keesokan harinya, Ragil kembali pergi ke gedung dimana kantor pengacara Pak Hendra berada. Gedung dengan empat tingkat itu tidak hanya di sewa oleh kantor pengacara di lantai dua, ada juga restoran di lantai satu, kantor akuntan di lantai tiga dan bimbingan belajar di lantai empat. Jadi, hari itu Ragil bisa berdiam diri di restoran sambil mengawasi orang-orang yang masuk ke dalam lift atau menaiki anak tangga. Karena akses tangga dan lift juga berada di dalam area restoran itu. Jarum jam baru menunjukkan pukul delapan pagi saat mobil yang di tumpangi Ragil berhenti di tempat parkir gedung. “Berapa pak?” Tanya Ragil pada sopir taksi online. Pria paruh baya itu menyebutkan biayanya lalu di bayar oleh Ragil. Pria itu memang memutuskan untuk naik taksi online agar jika Satrio atau Bunga datang ke kantor pengacara, tidak melihat keberadaan mobilnya di tempat parkir. Ia sudah turun dari mobil taksi lalu berjalan masuk ke dalam restoran. Ragil lalu memesan menu nasi dan ayam geprek di tamb