Bab 38"Beneran? Lalu bagaiman dengan Reka?" Tanya Bu Indah."Fikri udah bercerai sama Reka, Bu ..." Jawab Fikri."Iya, ibu tau. Tapi bagaimana kalau Reka meminta rujuk lagi?" Tanya Bu Indah menatap Fikri."Nggak, Bu. Fikri nggak akan rujuk sama Reka, sudah cukup selama ini Reka manfaatin Fikri," ujar Fikri."Lagi pula, ibu tau kan, sejak dulu Fikri memang sudah jatuh cinta pada Yana. Hanya saja, Yana selalu menolak Fikri. Sekarang, jika Yana mengizinkan Fikri mengisi hatinya, Fikri akan menyayangi Dila sepenuh hati," ujar Fikri. Lalu meninggalkan ibunya menuju Mushola Rumah sakit.Yana baru saja menyelesaikan ibadah salat dua rakaat, Yana bermunajat, memohan pada Sang pemilik dunia, untuk segera mengangkat penyakit Dila."Robbi ... Hamba mohon, angkatlah penyakit anak hamba, berilah Dila kekuatan. Jangan biarkan Dila menderita dalam menahan rasa sakitnya," Yana menadahkan kedua tangannya, berurai air mata. "Hamba rela jika sepenuh hidup hamba harus mengabdi pada mertua dan suami ham
Bab 39Pencarian dimulaiWajah Burhan berubah muram, "Kamu sudah menghubungi Yana lagi?" tanya Burhan.Arif menggelengkan kepalanya."Segera selesaikan masalahmu dengan Yana, sebelum penyesalan itu datang," ujar Burhan menepuk pundak Arif dengan pelan. "Maksudmu apa, Bur?" Tanya Arif menatap serius ke arah Burhan."Menurut tafsir yang aku pelajari, arti mimpimu itu adalah Dila sedang merindukanmu, Dila sedang sakit, kamu harus segera menemuinya, kalau tidak, kamu bisa kehilangan dia untuk selamanya," ujar Burhan."Maksudmu, Dila akan mati?" Tanya Arif gelisah."Aku tidak berkata kehilangan itu berarti mati, bisa saja kehilangan dengan cara lainnya," Burhan menatap Arif yang masih terlihat bingung."Aku nggak ngerti maksudmu, Bur!" Jawab Arif bingung."Seorang anak bayi, akan merasa nyaman berada di dekat orang yang menyayanginya, disaat dia merindukan seseorang yang berarti dalam hidupnya," ucap Burhan.Arif masih tercenung, mencoba mencerna ucapan Arif. Burhan menarik napas berat,
Bab 40Pak Bejo membawa sepeda motornya untuk mencari alamat rumah Bu Indah. "Di sana, Pak," ujar Intan menunjuk sebuah lorong kecil.Pak Bejo menghentikan sepeda motornya."Kenapa, Pak?" Tanya Intan."Kamu ngapain nyuruh bapak ke sana?" Tanya pak Bejo pada Intan."Lah, rumahnya di sana," jawab Intan singkat."Kamu itu pasti salah, Bu Indah itu orang kaya, lorong yang mau kita masukin itu lorong kecil. Sepeda motor aja gak masuk," ujar Pak Bejo."Bapak ... Intan nggak peduli, Bu Indah mau orang kaya atau konglomerat sekalian, yang penting, alamat yang di tunjuk bapak yang tadi itu, di sana!" Ujar Intan geram pada Bapaknya."Udah, ah. Ayook ke sana. Atau Intan aja yang kesana sendirian," ujar Intan turun dari motornya dan hendak mengambil alih posisi tempat duduknya."Eh, eh, eh, ada-ada saja, hayuuk kita kesana!" Pak Bejo kembali menstater motornya, Intan pun segera naik ke atas motor dan mereka memasuki lorong kecil tersebut.Intan menyuruh Pak Bejo berhenti di depan sebuah rumah ke
Bab 41Menemukan YanaIntan melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Pak Bejo menepuk-nepuk bahu Intan."Kamu itu, mbok yo kalau mau mati, mati aja sendiri, Ojo ngajak-ngajak bapak!" Ujar Pak Bejo menepuk bahu Intan."Wes ah, bapak diam aja, nggak usah banyak cerita," sahut Intan terus melajukan sepeda motornya dengan kencang."Gimana mau diam, kalau mulut bapak udah kayak mulut Komeng begini, nyesal bapak beli motor Jupiter, bukan cuma iklan, bibir bapak beneran monyong, ini?" Pungkas Pak Bejo membuat Intan tertawa terbahak-bahak.PletakkPak Bejo memukul kepala Intan yang di tutupi Helm. Intan tertawa cekikikan karena melihat dari kaca spion, bapaknya mengibaskan tangan karena sakit memukul helm Intan." Kalau bapak itu sakit, dibantu, bukannya ditertawai," ujar Pak Bejo membuat Intan semakin tertawa."Lah, bukannya bapak hebat, masa tangan kena helm aja kesakitan?" Sahut Intan kembali tertawa.Mereka tiba di halaman rumah sakit Raden Mattaher Jambi, Intan meminta pak Bejo
Bab 42"Bapak, hayoo," ujar Intan menarik kembali tangan bapaknya."Kamu itu kebiasaan, Nduk, narik-narik tangan bapak, bapak ini belum jadi buyut, masih tampak kok jalanan ini," sungut Pak Bejo."Bapak suka melamun, Sih!" Jawab Intan terus melangkah."Bapak ndak melamun, wong Bapak cuma liat-liat aja, kok!" elak Pak Bejo."Terserah, pokoknya ayo ikuti Intan," ujar Intan menarik tangan bapaknya."Iya, tapi jangan tarik-menarik kayak gini, dong. Malu tau, dilihat orang," ujar Pak Bejo melepas tangannya dari genggaman Intan.Mereka terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Intan membaca sebuah pintu bertuliskan Cempaka nomor tiga. Intan menarik napas dalam, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Sedangkan Pak Bejo terheran-heran melihat sikap Intan.Ceklekk"Assalamualaikum," ujar Intan."Waalaikumsalam," jawaban dari dalam ruangan.Intan masuk ke dalam ruangan bersama Pak Bejo, Intan tercenung saat mendapati seorang lelaki sedang duduk di kursi samping brangkar, lelaki yang tidak p
Bab 43Kembali ke PatiBu Wongso mengetuk pintu kamar Arif berkali-kali. Hening, tidak ada sahutan."Rif, Arif, buka pintunya," teriak Bu Wongso menggedor pintu kamar Arif. Masih hening, tidak ada sahutan."Arif, kalau pintunya nggak dibuka, ibu bakalan suruh Bik Minah mendobrak pintu ini," teriak Bu Wongso.CeklekkPintu kamar terbuka, Arif muncul dengan wajah kusut dan baru bangun tidur."Rif, udah tiga hari loh kamu nggak kerja?" Tanya Bu Wongso menatap Arif yang kembali berbaring di ranjang menghadap ke arah dinding, memunggungi ibunya."Arif dipecat, Bu!" Ujar Arif singkat."Apa? Dipecat? Kok bisa?" Tanya Bu Wongso duduk di pinggir ranjang."Arif kerja nggak becus, Bu!" Jawab Arif tanpa mengubah posisinya."Kenapa bisa nggak becus? Selama ini baik-baik saja?" Tanya Bu Wongso lagi.Arif membalikkan badannya, lalu duduk di pinggir ranjang, disamping Ibunya."Arif nggak fokus, Bu!" Ujar Arif menundukkan kepalanya."Kenapa? Karena Si jelek Yana itu?" Bu Wongso mencebikkan bibirnya.
Bab 44Rencana Intan"Yana ..." Bu indah mengusap wajahnya dengan kasar dan duduk lemah di sofa."Kalau Mbak Yana balik ke Pati, maka, Intan juga harus ikut," ujar Intan menatap tajam ke arah Yana."Loh, ngapain kamu mau ikut aku?" Tanya Yana gusar."Ya, aku pengen ikut aja. Kan aku kangen sama mbak Yana, apa salahnya aku ikut?" Ujar Intan menatap Yana"Aku itu tinggal sama mertua, Intan. Belum tentu dia ngizinin kamu ikut tinggal bersama kami?" Jawab Yana pelan."Nggak masalah sih, aku kan bisa ikut Mbah Marijan. Si Mbah pasti senang," jawab Intan menaikturunkan alisnya.Yana berpikir sejenak. Yana sangat mengenal karakter Intan yang pemberani dan cerdas. Selain itu, Intan jago ilmu bela diri. Kalau Intan tahu kelakuan Arif dan ibu mertuanya yang selama ini tidak baik, bisa-bisa, Arif bakalan babak belur dihajar oleh Intan."Kalau kamu mau ikut aku ke Pati, mending aku nggak usah balik, deh," ujar Yana lalu mengusap wajah Dila yang berkeringat.Bu Indah menatap Yana dengan senyum bah
Bab 45Pulang kampung"Mbak, wajahmu kenapa?" Tanya Intan kepada Yana ketika mereka sedang duduk di Sofa ruang rawat Dila."Kenapa emang?" Tanya Yana berbalik."Itu, kayak bekas pukulan," ujar Intan menelisik wajah Yana."Ngaco' kamu, siapa yang pukul Mbak?" Tanya Yana dengan senyum getir."Mas Arif, barangkali," ujar Intan membuat Yana terkejut."Ya nggak mungkinlah, kamu tau sendiri, kan, Mas Arif orangnya baik," sahut Yana berbohong."Iya … tapi aku kenal dia Kan, tiga tahun lalu, sekarang belum tentu, kan?" Ujar Intan lagi."Mas Arif masih sama kayak dulu kok. Nggak ada yang berubah," sahut Yana meninggalkan Intan.Intan menahan tangan Yana. "Mbak Yakin?" Tanya Intan dengan menatap manik mata Yana."Ya, yakinlah!" Ujar Yana tetap meninggalkan Intan."Jangan lupa, Mbak, aku seorang karate, aku tau bekas luka karena pukulan dengan tidak," ujar Intan menatap Yana dengan tajam.Yana melangkah meninggalkan Intan seorang diri, ketika intan sedang asik dalam lamunannya, Bu indah datang m