“Kau … membuat ini?”Hannah mengangguk berusaha menahan senyumnya. Jika mereka pikir ia akan menyerah semudah itu, well mereka belum mengenalnya. Hannah maju untuk menunjukkan gaun rancangan yang ia buat.“Kalian menginginkan gaun sempurna dan sudah kewajibanku untuk mewujudkannya,” ujarnya lembut, berusaha mengabaikan rasa puas yang mengalir dalam darahnya saat melihat wajah takjub Belle. Wanita itu tidak pernah melepaskan pandangannya dari gaun panjang menjuntai yang menyentuh lantai itu. Taburan mutiara hanya semakin menambah kilau gaun yang ia buat.“Kau menyukainya?” tanyanya pelan.Mulut Belle terbuka lebar. Bola mataa biru langit itu tidak berkedip selama lima detik penuh.“Ini … luar biasa.”“Sepertinya Belle jatuh cinta pada gaun itu.” Mark yang berdiri di samping Belle membuka suara. “Kau berhasil membuatnya kehilangan kata-kata.”Semua berkat tunanganmu yang ingin merobek gaunku, batin Hannah.“Aku akan datang dua hari sebelum pernikahan, itu jika kalian setuju mengenakan g
“Apa kau harus bertindak sejauh ini, Sebastian?” ucapnya marah. Beberapa hari terakhir Sebastian tidak lagi bersikap kejam padanya, setidaknya tidak ada lagi ucapan dingin bernada menuduh dari pria itu, tapi sekarang …“Apa ini permintaanmu atau Tara?” tanyanya lagi. Ia perlu tahu jika ternyata ini keinginan Sebastian tidak ada alasan baginya untuk menuruti permintaan aneh pria itu. Kenapa Sebastian bersikukuh ingin mempertemukan kami?“Tara ingin bertemu denganmu,” ucap sebastian sekali lagi untuk mempertegas pernyataannya.Tara yang memintanya? Kenapa wanita itu ingin bertemu dengannya? Untuk mengingatkannya? Ia tidak mengenal wanita itu dan bahkan tidak repot-repot mencari tahu tentangnya karena menurutnya ia dan Tara tidak akan pernah terlibat dalam situasi yang sama.Dan ternyata ia salah.“Kurasa itu bukan ide yang bagus. Dia pasti tidak ingin bertemu denganku. Mungkin kau perlu—““Permisi, Sir …”Ucapan Hannah terputus saat mendengar pintu dibuka. Wanita yang tadi menyambutnya
“Kau hanya wanita yang disewa dengan imbalan setumpuk uang.”“Kau tahu bagian yang paling menyedihkan, Hannah? Karena Sebastian bahkan tidak pernah menganggap kehadiranmu di rumah ini.”“Untuk seseorang yang sedang sakit ucapanmu terdengar tidak masuk akal, Tara. Kau tahu itu?”“Aku? Sakit? Jangan bodoh! Aku cukup sehat untuk melihatmu ditendang dari rumah ini.”Hannah berusaha meraup udara untuk paru-parunya yang mulai menunjukkan protes. Ia menumpu kedua tangan di atas lutut dengan napas ngos-ngosan. Peluh membasahi wajahnya tapi Hannah tidak terlalu memedulikannya.Suasana hatinya sedang kacau. Hannah mengambil tempat duduk dan merentangkan kakinya. Kata-kata Tara sukses membuatnya terkejut setengah mati. Pembicaraan itu berakhir dengan kacau. Kalimat yang diucapkan wanita itu masih terngiang di telinganya seperti radio rusak.“Kau baik-baik saja?”Hannah mendongak, sedikit mengernyit karena sinar matahari sedikit menghalangi pandangannya. “Aku baik,” ucapnya sambil lalu.“Sepertin
“Kau cacat. Kau tidak sempurna.”Pandangan matanya yang berkabut hanya bisa menatap nanar saat sorot mata penuh hina itu memandangnya seakan ia penyakit menular yang berbahaya.“Kau tidak mungkin serius.”“Apa ini alasanmu menahan diri selama ini? Kau hanya ingin menutupi cacatmu?”Ia ingin berlari, menghilang untuk menghilangkan rasa sakit ini, tapi kakinya lumpuh. Ia tidak bisa bergerak bahkan jika ia ingin. Kenapa udara serasa mencekiknya? Mimpinya hancur lebur dalam sekejap. Dadanya sesak mendengar kata-kata kejam yang menusuk itu. Seolah sebilah pisau ditancapkan tepat di jantungnya. Sumber kehidupannya.“Aku tidak menginginkanmu lagi. Kau bukan yang kuinginkan.”“Kau tidak mungkin serius.”“Tidak ada pria yang mau menerima wanita cacat sepertimu. Kau tahu itu.”“Kau mengatakan menerimaku apa adanya.”“Jangan bodoh dan sentimental. Tidak akan ada yang mau menerima wanita cacat sepertimu!”Ia membeku. Mati rasa. Rasa sakit yang menghujamnya seolah menelan habis seluruh napasnya. S
Bagaimana rasanya tidur nyenyak tanpa diiringi mimpi buruk? Well, mungkin senyum mengembang saat kau membuka mata cukup menyenangkan untuk memulai hari. Sinar matahari pagi menelisik melalui kisi-kisi kamarnya. Kamar ini dikelilingi dinding kaca yang membuatnya bisa memandang dari luar seandainya tidak ada tirai panjang yang membatasi penglihatannya.Hannah meregangkan otot-ototnya yang kaku dan bangun dari ranjangnya. Kenangan malam itu kembali melintas di kepalanya. Sebastian menciumnya. Tangannya terangkat menyentuh bibirnya. Ciuman lembut yang membuatnya melupakan segalanya, mengusir kabut gelap yang menyelimutinya.Pandangannya tanpa sengaja menatap dinding di kamarnya dan ia langsung terkesiap saat menyadari kalau ia sudah terlambat.Sial.Hannah meloncat dari ranjangnya dan berlari ke kamar mandi kemudian mandi secepat kilat. Ia membuat rekor mandi tercepat dalam hidupnya. Hannah membalut tubuhnya dengan handuk dan buru-buru meraih setelan kerja yang cocok dikenakan di musim pa
Terlambat.Ia tidak bisa menarik apa yang sudah ia katakan. Saat melihat ekspresi Tina ia yakin kalau pertanyaan itu mengungkapkan banyak hal. Hannah sungguh berharap mereka bisa keluar dari lift ini agar bisa menghindar dari pertanyaan Tina.“Aku sudah bertanya-tanya, Hannah.” Kini Tina mengamati wajah Hannah. “Meski baru mengenalmu satu tahun terakhir aku bisa memastikan kalau kau tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada asmara dan tiba-tiba saja seluruh kota mengumumkan pernikahanmu dengan miliuner itu. Apa yang terjadi? Pernikahan itu terkesan tiba-tiba.”Nah. Seharusnya mulutnya ini memiliki semacam filter. Sekarang bagaimana ia akan menjawab pertanyaan itu?Bunyi ping dari lift membebaskan Hannah dari keharusan menjawab.“Sebaiknya kita bergegas,” ujar Hannah cepat.“Kau tidak bisa lari setelah membuatku penasaran,” pekik Tina heboh, mengintimidasinya dengan tinggi badannya. Meski mengenakan boots dengan tumit 10cm, tetap saja Tina lebih tinggi darinya.“Aku akan menceritakann
Terakhir kali ia naik jet pribadi, Sebastian sibuk dengan pekerjaannya. Pria itu sama sekali tidak menyadari kehadirannya atau seperti itulah yang ia pikirkan. Dan sekarang, kembali duduk di pesawat mewah Sebastian dengan kursi empuk yang membuat seluruh sel syarafnya merasa dimanjakan Hannah harus kembali berhadapan dengan kebisuan Sebastian.Sejak masuk pria itu sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari laptop dan Hannah berencana merubah hal itu sekarang.“Apa kau tidak bosan?” tanyanya membuka pembicaraan.Sebastian menarik pandangannya dari tumpukan kertas berserakan menjadi ke arah Hannah.“Bosan? Kenapa aku harus bosan?”“Karena yang kau lakukan sejak kita masuk ke pesawat ini hanya mengamati dokumen-dokumen itu. Pernahkah kau menikmati waktu untuk dirimu sendiri Sebastian?” tanya Hannah sekarang benar-benar penasaran bagaimana sebenarnya pria itu menghabiskan harinya. Meski sudah mengenalnya selama satu bulan terakhir, tetap saja Sebastian terasa asing untuknya. Mereka p
Bisakah ia lebih kagum lagi pada pria itu? Sebastian menguasai keadaan. Tatapannya yang tajam dan penuh percaya diri seakan membius setiap pasang mata yang hadir. Lampu blitz yang menyilaukan terus menerus menerpa wajah rupawan Sebastian. Tepuk tangan meriah dan juga senyum kepuasan tampak menghiasi setiap wajah.Hannah berusaha keras menahan gejolak yang membuncah dalam dadanya. Di sini. Saat ini. Untuk pertama kalinya ia melihat wajah Sebastian begitu bersemangat. Penuh energi dan juga ambisi. Pria itu tahu apa yang dia inginkan dan tahu bagaimana mewujudkannya. Dan ini sukses mengirimkan aliran rasa hangat yang terasa asing dalam dadanya.Bisakah ia mengagumi pria ini? Yang mendorongnya melewati batas kemampuannya demi mewujudkan mimpinya.“… Hannah.”Hannah terkesiap saat mendengar namanya disebut. Ia memasang wajah dengan senyum lebarnya dan berjalan mendekati Sebastian yang berdiri di tengah-tengah lapangan dengan setelan resmi 3 lapisnya. Hannah berusaha menekan perasaan gugupn