Kenapa lagi ini, kenapa Livy diaborsi segala? (☉。☉)!
“Kami tidak salah pasien, data Nona masuk secara legal,” tukas perawat sembari menarik rak berisi peralatan silver. Tubuh Livy gemetaran antara menahan sakit, marah serta takut, ia menelan air liur saat melihat jajaran peralatan panjang dan tipis serta tabung kosong. Saat ini, pikirannya bercabang, manik coklatnya bergerak mencari jalan keluar.“Aku mohon … kalian pasti salah,” rintih Livy teramat lemah. Saat perawat mulai melebarkan kakinya,ia berteriak, Tidak! jangan sentuh bayiku!”Ia hendak turun dari ranjang, rasa mulas dan mual yang menyerang menahan pergerakannya, bahkan kedua tungkai tak kuasa menapak pada lantai. Livy melotot, menatap tajam pada dua orang dalam ruangan, lantas meraih salah satu alat yang berukuran paling besar. “Mundur! Jangan dekati aku! Kalian tidak berhak menyentuhku dan anakku!” bentak ibu hamil ini dengan bibir bergetar dan gigi saling beradu. “Aku bisa nekat, aku tdak peduli harus membunuh kalian. Katakan siapa yang membayar kalian?! Cepat!” Sorot mata
“Pergilah! Jangan takut, aku akan melindungimu! Kamu memerlukan tempat nyaman supaya bayimu sehat,” balas Dad Leon menentramkan jiwa.“Te-terima kasih Tuan. Aku mohon jangan beritahu siapa pun …” ringis Livy, ia ingin menyebut nama El tetapi tidak sanggup.Ia memang berniat menyingkir dari masalah, tidak sanggup tetap mengerti dan bertahan di tengah keadaan rumit. Hanya saja Livy menunda waktu, hatinya berat meninggalkan El.“Kamu tenang saja, El tidak akan mengetahuinya … jaga cucuku.” Dad Leon berjalan keluar ruangan, dikira hendak pergi, ternyata memanggil putri bungsunya masuk ke dalam. “Malam ini Estefania yang mengantarmu, hiduplah dengan baik dan … gunakan ini.”Mata sayu Livy melebar ketika Dad Leon mengeluarkan kartu, meletakkannya di telapak tangan. Kemudian pria paruh baya itu benar-benar keluar, meninggalkan dua wanita di dalam ruangan.Setelah semua prosedur siap, tepat melewati waktu tengah malam Livy bersama Estefania dan Penelope serta seorang perawat bergegas berangkat
“Te-terima kasih. Tolong Tuan … a-anakku masih kecil.” Luciana terisak perih membayangkan bayi mungilnya menangis kedinginan dan kelaparan bersama para pria asing.El hanya mengangguk pelan, ia tidak ingin melembutkan sikap hanya karena wanita di depannya ini. Bagaimana pun juga Luciana terlibat menyebarkan skandal semalamnya bersama Livy. “Konsekuensi dari kebohonganmu berakibat pada bayimu, paham?!” sentak El dengan sorot mata menusuk dan menguliti.“Ja-jadi be-begini Tuan … hari itu tiba-tiba mereka datang dan merebut anakku. Salah satu pria meninggalkan pesan untuk menemui Sergio, tapi …” Kedua tangan Luciana tekepal, tatapannya lurus ke depan, ia menelan air liur dan menggigit bibir bawah. “Sergio bi-lang … a-aku harus melakukan tugas agar Karla dibebaskan, katanya seseorang menjanjikan uang dan kebebasan. Tapi kenapa harus aku?” Kening El mengerut, sebelah alisnya terangkat dan kelopak mata menyipit. Ia berusaha mencerna penjelasan wanita di depannya—tidak masuk akal. Isi kepa
“Cukup jauh, kamu tenang saja tidak ada yang mengganggumu di sini. Udaranya juga segar ‘kan?” ujar Penelope membuka jendela kamar.Sedangkan Livy hanya terbaring sembari memeluk bantal dan menutupi tubuh dengan selimut. Sebab udara musim gugur terasa dingin di pagi hari, ia tersenyum simpul mengingat El selalu memeluknya.“Livy? Hey Livy kenapa melamun?” tegur Penelope merasa tak mendapat sahutan.“Livy, kamu mau makan apa? Aku mau jalan-jalan sekitar sini.” Estefania menyampirkan telapak pada bahu ibu hamil, menyadarkan dari kenangan yang berputar.“Oh, i-ya … apa saja, terima kasih,” jawab Livy gugup, menatap lekat wanita cantik berambut pirang dengan warna iris sama dengan El. Lagi, ibu hamil merenung, telah pergi menjauh, tetap bayang El selalu mengikuti. Membuat hatinya terluka karena meninggalkan pria itu begitu saja. Bukan karena tak cinta, hanya saja masalah datang silih berganti, Livy ingin El bisa hidup normal dan layak seperti sebelumnya.Semesta seakan mengetahui kerinduan
“Kenapa diam? Kakimu baik-baik saja ‘kan?” Suara dingin El mengubah atmosfer ruangan menjadi mencekam.“Aw … sayang!” pekik Sonia menjatuhkan diri sangat keras. “Tadi aku coba berdiri, aku pikir tidak ada salahnya berusaha sendiri, benar ‘kan?” Bibir seksinya berucap dusta demi meraup keuntungan pribadi.“Hebat! Kamu bisa mengelabui semua orang termasuk ayahmu sendiri. Kamu layak mendapat penghargaan akting terbaik Sonia!”Walau El tidak membentak, tetapi alunan nada yang keluar dari bibirnya membuat siapa pun merinding. Sarat makna, menusuk jantung dan tembus ke punggung.“Sayang? Bu-kan begitu …” cicit Sonia masih bersimpuh di atas lantai.Sedangkan El enggan menanggapi leluon baru dari sang istri. Pria ini memilih menggunakan pakaian, kemudian hendak keluar dari kamar. Ia akan membocorkan rahasia Sonia, El berencana menghubungi orang kepercayaan untuk memberinya bukti kuat.“Kamu mau ke mana El? Kakiku sakit, tolong perhatikan aku! Aku ini istrimu!” teriak Sonia dengan tangan terkep
“Cek? Satu miliar?” desis Sonia merasa bodoh. ‘Sial, ceroboh! Seharusnya aku gunakan rekening ayah bukan akunku sendiri. Tidak … El jangan sampai tahu alasan di balik cek itu!’ sambungnya dalam hati.El berdecak kesal, karena Sonia diam-diam menyerangnya dari belakang. Ia akan memastikan wanita itu menerima balasan setimpal, ia tidak rela kekasihnya diperlakukan dengan buruk. Tangan kekarnya merebut kertas di atas pangkuan sang istri. Sebelah suduh bibir El tertarik, mata biru safirnya menyorot tajam pada Sonia. “Untuk apa kamu menarik dana tunai dalam jumlah besar? Apa istriku kekurangan uang?” cerca El dengan aura mematikan hingga Sonia berubah gugup, hanya bisa menarik napas.Namun, otak cerdik model cantik ini tetap berfungsi, Sonia mengemukakan jawaban luar biasa. Sayangnya, El telah kehilangan kepercayaan seluruhnya pada sang istri. Semua karena tingkah tak kunjung membaik padahal diberi kesempatan terus menerus.“Cek itu … tentu saja untuk Livy. Aku ingin dia hidup nyaman dan
Keesokan harinya, di kamar sederhana dengan dinding batu estetik, Livy membelai perut sembari mendengarkan musik klasik. Melodi yang dimainkan oleh El, sengaja ia rekam sendiri sebagai kenang-kenangan. “Tumbuh sehat sayang, Mommy mencintaimu,” gumam Livy hendak memejamkan mata.Namun, tiba-tiba pintu terbuka lebar, Penelope menerobos masuk. Wanita itu segera menghempas bokong ke ranjang empuk, hingga ibu hamil terlonjak dan mengerjap berulang kali.“Livy, kamu lihat ini!” seru Penelope.“Apa? Lihat makanan lagi? Aku tidak nafsu makan dokter.” Livy tersenyum kecut.Padahal semua makanan di Desa Albarracin sangat lezat, memang dasar dirinya manja begitu merindukan El. Alhasil apa pun yang masuk mulut terasa hambar tanpa garam.Seminggu lebih di atas kasur membuatnya bosan, tidak ada aktifitas apa pun kecuali menonton TV. Untuk melihat pemandangan Livy tidak bisa, pernah perutnya kram sewaktu ia mencoba turun dari ranjang. Setelah itu kapok, biarlah jenuh yang penting janinnya selamat sa
“Ternyata ini artinya. Jahat sekali … seharusnya kamu cerita semuanya padaku Livy!” monolog El sembari menatap pada pot berisi tanaman Forget Me Not yang diberikan Livy.Paska pengusiran Sonia seminggu yang lalu, El mendapat informasi baru. Rupanya Livy berhasil lolos dari kejaran orang bayaran, dan sekarang wanitanya melarikan diri ke tempat jauh. Sial, El tidak bisa melacak keberadaan Livy, semua tertutup rapat.Untuk mendapat keterangan lebih lanjut, terpaksa ia mendatangi apartemen. Tanpa sengaja menemukan jajaran pot bunga yang dibeli oleh sang kekasih—semua berubah layu. Termasuk tanaman pemberian Livy, dengan cepat El membawanya kembali ke mansion.Demi menjaga tumbuhan teristimewa tetap hidup dan segar, El memerintah spesialis kebun khusus. Sayang, bunga itu memang ditakdirkan gugur sebelum waktunya. Sekarang di sinilah El duduk di balkon kamar seraya menopang dagu pada meja kecil. Ia tersenyum kecut ketika berhasil mencari tahu makna bunga itu. Sebenarnya memiliki arti sangat