kira-kira El tetap antar mertua lucknut atau menyusul ibu dan adiknya?
“Argh … sial. Seharusnya aku bisa menyusul Mom dan Estefania, mereka pasti bertemu Livy, benar ‘kan Dad?” El menolehkan kepala pada Dad Leon yang berdiri di depan pintu ruang rawat khusus pasien jantung.“Sok tahu kamu! Mereka jalan-jalan, tidak perlu diganggu!” sentak pria paruh baya dengan gaya angkuhnya.Sedangkan El benar-benar tidak tenang, antara memikirkan ayah mertua dan keberadaan Livy. Seandainya, bisa membelah diri, pasti El melesat pergi mengekor dua wanita itu. Akan tetapi, hati nurani sebagai manusia tidak tega, apa lagi Tuan Fabregas tampak kesakitan.“Di mana Sonia? Kenapa belum datang?!” El mondar-mandir, sesekali menatap selasar yang mengarah pada pintu utama.“Nonya bilang dia pasti ke sini, sebaiknya kita tunggu dulu Tuan,” timpa Alonso menahan kekesalan.Pasalanya, tadi, sewaktu menghubungi dan memerintah Sonia datang ke rumah sakit, wanita itu malah menolak. Dengan ringan menyatakan bahwa di sini sudah ada El, cukup sebagai perwakilan keluarga.Alonso tidak menger
“Donatello Xavier Torres, apa yang kamu lakukan, hah?!” bentak Dad Leon ditelepon.[Maaf Dad, tapi aku merindukan Livy. Jangan sembunyikan dia dariku.]Setelah mencari ke area parkir, rupanya El benar-benar meninggalkan dua pria paruh baya di tempat istirahat. Betapa kesal Dad Leon karena putra sulungnya pergi tanpa pamit.“Pasti dia mendapat alamat Livy, anak nakal …” geram Dad Leon. “Alonso, cari mobil! Kita harus menyusulnya. Dia tidak boleh bertemu Livy sebelum sidang perceraian selesai.”“B-baik Tuan.” Alonso bergerak cepat, meskipun ponsel, dompet dan benda berharga lain dibawa oleh El, tidak menghalangi kinerja. Terbukti, dengan cepat mendapat mobil, walau tidak semewah milik tuannya.Di sisi lain, Livy semakin erat menggenggam gelas. Ia menegang karena ketukan pintu bertambah keras, seperti orang tak sabaran.“Siapa yang bertamu malam begini? Apa dia tidak tahu penghuni rumah sudah tidur?” gerutu Livy sembari merasa was-was. Sebelum membuka pintu, ia mengintip dari celah, ken
“Kamu memang selalu manis. Tunggu aku Livyata, semua selesai sebelum anak kita lahir,” gumam El sembari memegang erat teropong yang di arahkan ke rumah sederhana.“Buktikan ucapanmu El! Sonia pasti merencanakan sesuatu, dia wanita cerdik yang bisa mempertahankan posisinya,” imbuh Dad Leon duduk menyandar di samping jendela, menunggu Alonso selesai memanggang daging.Sepakat dengan rencana yang dijalankan oleh Dad Leon, El berjanji menahan diri tidak menemui Livy hingga skandalnya lenyap. Akan tetapi hari ini, ia meminta sesuatu yang sangat merepotkan kedua orang tua.Demi mengobati rasa rindu, El ingin puas melihat Livy . Untuk itu di dua tempat berbeda, mereka melakukan kegiatan serupa.Di rumah kecil yang disewa El, tampak Alonso tengah membolak-balik daging di atas panggangan kecil. Pria paruh baya mendesah lesu, di usia yang tak lagi muda harus melakukan kegiatan membosankan demi bos muda.“Sudah matang belum, Alonso? Aku lapar, belum sarapan,” desak Dad Leon.“Sabar Tuan, saya jug
“Cih, enak sekali dia bahagia di atas penderitaanku. Aku tidak terima dibuang begitu saja, uang lima miliar tidak ada artinya dibanding asetmu, mantan suamiku tersayang.” Sonia menatap bengis pada foto pernikahan di kamarnya. Paska bercerai, dan diselingkuhi Augusto, Sonia kembali melamar ke beberapa agensi. Sial, semua menolak karena mereka tidak ingin merugi akibat skandal perselingkuhan Sonia bersama pria lain. Kini, mantan model cantik hanya menghabiskan uang kompensasi dan pendapatan hasil usaha milik Tuan Fabregas. Ia yang tidak bisa mengelola manajemen, sesekali mendatangi kantor untuk meminta uang.Bahkan telah seminggu lebih Sonia tidak menjenguk sang ayah. Putri kebanggan Tuan Fabregas, memilih abai dan memikirkan rencana selanjutnya.Wanita ini tidak bisa meminta pertolongan Sergio, lantaran terkhir bertemu pria itu babak belur dan kondisinya memprihatinkan. Telinga Sonia juga panas, sebab mantan adik ipar menagih janjinya untuk memberi kebebasaan—ternyata hingga saat ini
“Tuan, kenapa membeli banyak hadiah untuk anak-anak?” tanya Alonso yang penasaran dan melihat ke mobil boks. “Untuk anak-anak di desa, supaya mereka punya mainan baru. Nanti, Paman bantu aku membaginya di minimarket.” El hanya menatap lurus ke depan, ia merindukan Livy-nya.Ia tidak sabar bertemu Livy, seharusnya El menunggu hingga semua pekerjaan selesai. Akan tetapi, rasa rindu yang menumpuk membuatnya tidak tahan, memlih kabur dari penatnya rapat dan berkas.Menurut sumber informasi, Livy dan Penelope tiga hari sekali mengunjungi minimarket. Hari ini, El menjalankan misi, berharap hasil perhitungannya tidak meleset.Sesampainya di minimarket, El dan Alonso dibantu beberapa anak buah mengeluarkan hadiah dari mobil boks. Mengatur antre agar tidak berebut dan tetap sabar karena ia ingin menunggu Livy datang.El menyunggingkan senyum melihat Penelope memasuki minimarket. Manik biru safirnya menangkap sosok wanita yang dirindukan berada di luar.“Paman, tolong bantu bagikan semua ini, t
“Ya ampun Livy, kenapa kamu meninggalkan aku!” teriak Penelope dari luar rumah.Suara dokter cantik terdengar ke dalam karena tidak ada peredam suara. Penelope hendak membuka pintu, tetapi terkunci dan sial tidak memiliki kunci cadangan.“Livy! Buka pintunya. Aku kedinginan!” gerutu Penelope menatap bungkusan roti, khawatir berubah jadi es bukan roti lagi.Sedangkan di dalam kamar, sepasang kekasih tengah melepas rindu. El tidak mengizinkan wanitanya beranjak dari ranjang. Pria ini menahan dan memenjarakan ibu hamil.“Diam di sini, biarkan saja!” bisik El lalu menggigit pundak ibu hamil.“Tapi Kak … kasihan dokter, dia bisa kedinginan.”Bukannya luluh, El seperti seorang pria tak memiliki belas kasih. Lihat saja! Malah mendekatkan kepala pada ceruk leher, menghirup aroma manis yang menguar dari kulit mulus. El meletakkan sebelah telapak tangan lebar di atas perut, satunya lagi memainkan rambut panjang. Seketika ia tersentak karena gerakan dari dalam perut ibu hamil.“Dia …” tunjuk El
“Mirip Kakak?” Livy mengangkat sebelah alis lalu mengerjap berulang kali.“Iya. Orang bilang aku tegas dan dingin. Tapi kamu rasakan sendiri ‘kan kalau aku itu penyayang?” El malah menaik-turunkan alis diikuti seringai menggoda dan … kerlingan maut sebagai penutup.Livy hanya menyengir kuda, kebingungan menanggapi candaan pria di depannya. Sebenarnya yang diucapkan El tidak salah, tetapi mantan kakak ipar terlalu percaya diri.“Kalau begitu, ide roti ini dariku benar ‘kan?” El masih terus membahas sesuatu yang membuat Livy tidak nyaman.“Eh … umm, itu a-ku.” Livy menelan saliva, lalu menjawab, “Aku menyempurnakan resepnya saja, itu punya salah satu orang baik.”El mengerutkan kening, jawaban yang keluar dari bibir sang kekasih cukup masuk akal tapi … baginya tidak. Ia pun tidak memaksa, karena saat ini mengamati air muka Livy berubah mendung serta muram.Selesai menyantap roti dan secangkir coklat hangat, dua insan itu memasuki kamar. Perdebatan kembali terjadi, karena El mengekor tepa
“Ada apa lagi?” El mengangkat sebelah alis seraya menatap jengah pada wanita di hadapannya.“Ini … aku datang karena ini. Apa kamu sengaja menghindar? Setiap aku datang, kamu pura-pura sibuk.” Suara wanita itu bergetar, satu tangannya menyerahkan map dan satunya lagi terkepal.Sesampainya di ibu kota, El segera ke kantor, selain berkerja, ia juga menemui tamu yang selalu datang selama beberapa minggu ini. Siapa lagi kalau bukan Sonia, seolah tak kapok dan kembali datang ke hadapan mantan suami.“Sebaiknya kamu pulang dan jaga ayahmu! Sudah bagus aku tidak menyertemu ke jeruji besi. Ingat Sonia, kamu selalu ku awasi!” sentak El tak menerima uluran berkas dari tangan wanita itu.Menurut sang presdir hubungan mereka telah usai paska perceraian disetujui pengadilan. El hanya mengawasi Sonia dari jarak jauh, karena cemas mencelakai Livy. Beruntung keamanan yang diberikan Dad Leon sangat ketat, sehingga Sonia tak bisa menemukan keberadaan adik angkatnya.El menegakkan punggung, lantas menump