Jerome menatap lurus pintu jati berwarna hitam. Pemuda itu mengatur nafasnya agar tak terlihat gugup, hey! Dia bukan ingin melihat sosok kekasih namun melainkan ingin melihat sosok kakak ipar perempuannya. Ketika mengetuk pintunya, bukan, bukan Rosa yang menerima kehadirannya akan tetapi sang kakak. Jaeran menatapnya sengit dan tajam, pemuda tampak berdecak kesal lalu berbalik arah seraya menutup kembali pintunya. Saat di dalam Rosa muncul ingin melihat ke arah luar namun lelaki itu langsung bergegas menariknya agar masuk kembali ke dalam rumah, perempuan itu agak penasaran dengan siapa suaminya berbincang ketika membuka pintu. “Kamu ngobrol sama siapa tadi?” Jaeran menggeleng kepalanya cepat.
“Gak ada,” Rosa memincingkan matanya curiga lalu melangkah mendekat ke arah depan. Perempuan itu tersenyum manis pada Jerome yang masih berada di depan rumah, perempuan yang kini menyambut kedatangannya ke kediamannya itu membuat raut wajah sa
Maraka tergelak saat mendengar lelucon dari Jerome yang pada kenyataannya itu sama sekali bukan lelucon yang dilontarkan oleh pemuda tersebut, akan tetapi dengan recehnya pria itu menertawakan dirinya. Maraka sama sekali tidak mengerti jika hal itu adalah sebuah kisah yang mencoba Jerome sampaikan, ... Lelaki itu masih tetap tergelak dengan sikap humor yang berlebihan. Akan tetapi pemuda yang saat ini tengah bermain ponsel itu hanya mengulas senyum simetris dan melirik sang teman, jangan tanyakan bagaimana Maraka saat ini. Yang pasti tewas dalam tawa, bukan berarti ia meninggal dunia itu tidak sama sekali. Kedua pria yang saling bersahabat itu, melangkahkan kakinya keluar dari kamar lalu menuruni tangga menuju lantai bawah, rumah yang semula ramai kini tampak begitu sunyi; sepertinya sudah tidak ada lagi para ibu-ibu yang meramaikan suasana rumahnya.Sudah cukup terbiasa dengan hal tersebut, sang mama hanya meninggalkannya sendirian deng
Rosa membersihkan meja kerjanya yang sedikit berantakan karena terlalu banyak berkas kontrak dan perizinan novelnya yang tak ia rapihkan, perempuan itu agak sedikit merasa lelah dan menegakkan tubuhnya dengan perlahan-lahan. Perempuan itu tersenyum seraya mengusap perutnya yang membesar, ... Jaeran mengetuk pintunya yang terbuka sedikit lalu meminta sang isteri agar beristirahat sejenak agar tidak terjadi masalah pada kehamilannya. Rosa menggeleng kepalanya cepat lalu kembali melakukan aktivitasnya, lelaki tersebut tidak yakin apakah alasan sang isteri tak mau satu meja dengannya karena masih memiliki rasa marah di dalam dirinya. Jaeran menahan lengannya yang masih memegang berbagai tumpukan kertas dan menarik kasar tangannya, pemuda itu agak tersentak ketika melihat reaksi dari sang isteri. “Kamu kenapa, hm?” Tanya lelaki itu melembut.“Kamu tanya aku kenapa? Ya kamu pikir aja sendiri,” acuh Rosa yang kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang kerjanya.
Setelah semua terkendali, lelaki itu menarik kenop pintunya lalu menghela panjang kemudian melangkahkan kakinya menuju lantai bawah. Lelaki itu memejamkan matanya serta mengatur desah deru nafasnya yang memburu kemudian langkahnya terhenti saat dihadapannya ada sosok sang kakak yang menggeram marah' dan menatap manik legamnya dengan tajam. Dari awal Jerome sudah tau konsekuensinya akan sangat fatal bagi hubungan keduanya, ... Namun apakah ia akan membiarkan perempuan yang ia cintai membiru dingin menjadi jasad? Tentu saja tidak. "Ngapain ke sini?" Seru Jaeran dingin."Seharusnya gue yang tanya sama loe mas. Ke mana aja?" Tangan keduanya terkepal kuat dan siap saling hajar satu sama lainnya, kemudian kedua lelaki sama-sama mendengar suara khas seseorang baru bangun tidur memanggil nama Jerome. "Berhenti di sana atau loe masuk kuburan!" Desis sang suami yang menahan lengan sang adik lelakinya itu. Namun
Dirga menghela berat lalu melepaskan jasnya dan kemudian ia letakkan di mana saja, lelaki itu berpikir cukup lama untuk melakukan apa keputusan ini tepat atau tidak terlalu mudah bagi Jaeran menyakiti adiknya yang selalu memberikan kesempatan berulang kali pada pemuda tersebut, ... Namun seperti tidak akan ada kata jera dalam kamus si perempuan yang menjadi hambatan mereka. Dari awal hingga kini lelaki itu sudah duga jika permasalahan ini adalah tentang wanita lain, namun karena sang adik terlalu menutup masalah rumah tangganya serta kesehatannya yang mulai menurun. Dirga khawatir akan berdampak terhadap hubungan juga kehamilan sang adik, ... Pemuda itu memijat pelipisnya pening ketika mendengar berbagai macam cerita yang Jaeran katakan padanya. Ia sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk mengatakan apapun yang ada di dalam benaknya, lagipula mereka berdua sudah terikat dalam pernikahan dan Dirga tau akan hal itu, lelaki yang kini menatap manik sang ipar tersebut tak bis
Bukan mau Jerome menetap dan berada disamping perempuan yang kini tengah memakan ice cream dengan gurat senang lelaki itu hanya menjaga sang putri sebentar sebelum pangerannya kembali dari arena pertempuran--- seperti itu singkatnya. Jerome menatap senyum manis tersebut dan membelai lembut wajah yang selalu menangisi sosok pemuda lain, ... dalam do’anya Jerome selalu meminta agar sang kakak iparnya aman dan damai di manapun mereka berada. Bahkan Jerome rela jika harus mengorbankan nyawanya, pemuda itu mengusapi lembut wajah Rosa yang tengah memandangnya penuh tanya. “Jangan sakit lagi ya,” jeda sesaat sebelum lelaki itu melanjutkan kata-katanya. “Aku sakit setiap liat kamu sakit,” lirih pemuda tersebut.“Jangan nangis,” pelan Rosa yang menangkup wajah tegas pemuda itu. “Aku bahagia kok sama kamu,” senyum itu terulas. Andai Rosa sadar siapa yang saat ini bersamanya mungkin perempuan tak akan mengatakannya dengan senyum yang begitu indahnya, Jerome merasakan per
Hanya perlu waktu sebentar baginya untuk memulihkan keadaan seperti sediakala dan saat itu tiba perempuan tersebut yakin jika dirinya sudah bisa datang menemuinya kembali sampai saat ini, ... Perempuan itu masih tetap memilih untuk menutup akses apapun dari sang suami, bukan karena dirinya tak mau menerima kehadiran suaminya kembali namun untuk waktu lama perempuan tersebut ingin sendirian terlebih dahulu, ... Masalah perihal pemeriksaan atau yang lainnya ia masih bisa memanggil dokternya secara pribadi untuk datang ke rumah. Senyum yang terpatri dalam ruangan itu membuat sang kakak menghela pelan, bahkan sang adik ipar pun ia larang datang menemuinya. Perempuan itu banyak melamun sendiri, dirinya terlalu banyak berpikir mengenai hubungannya dengan sang suami, sudah beberapa hari sang suami tak berusaha mengunjunginya atau hanya saling berbalas pesan singkat. Tak terasa air matanya meluruh mendadak sesak dalam dadanya sangat mempengaruhi kesehatan bayinya, Dirga semakin la
Perdebatan sengit keduanya masih belum berhenti, Jaeran dengan rasa tak percayanya akan ucapan Maria dan perempuan itu masih dengan sikap semena-mena terhadap pemuda tersebut, membuat sang lelaki mau tak mau memercayai bahwa itu benar adanya. Akan tetapi terlalu dini untuk pemuda itu memercayai bahwa kata-katanya adalah sebuah kebenaran yang nyata, Jaeran memandang wajah perempuan itu dengan tatap sulit sekali diartikan. Hey! Maria sudah merencanakannya! Itu jelas. Tak ada yang tak ia rencanakan, semua terlalu rapih dan tak ada bekasnya, membuat sang pemuda sulit untuk tidak percaya. Jaeran terduduk di pinggir ranjangnya dengan kemelud pikiran yang berkecamuk dalam dadanya, pemuda itu ragu untuk membuka surat keterangan dari rumah sakit, yang diberikan oleh Maria.Maria berjalan dengan anggunnya ke arah pintu rumah keluarga Minendra saat hendak mengetuk pintunya ia disambut dengan baik oleh Jena yang kebetulan hendak keluar rumah, perempuan paruh bay
Sudah sejak tadi malam pemuda itu mabuk dan minum wine tak ada hentinya, pikirannya kacau balau dan perasaannya kian buruk tiap harinya, ditambah lagi saat sang mama datang tak membuat sang pemuda merasa tenang. Saat ini pemuda tersebut sedang berada di kantor sahabat baiknya, yaitu Renjun, pemuda Cina itu mendengkus lelah ketika melihat kelakuan teman lamanya sendiri. Tak sedikit pula yang dilakukan oleh Renjun untuk menghentikan rasa mabuk dari Jaeran, bahkan ia sampai harus menghubungi adiknya agar bisa menghentikan aksi konyol temannya sendiri. Renjun mengusak surainya kasar padahal di jam makan siang nanti ia masih ada rapat yang harus dipimpinnya. “Jae, gue gak bisa lama-lama di sini, kalo mau mabuk pulang aja. Gue masih ada rapat.” Ujarnya demikian, saat Renjun hendak memutar langkahnya, tiba-tiba suara berat milik Jaeran menginterupsi dirinya.“Gue mau Rose, Jun.” Lirih pemuda itu seperti memohon kepada pemuda dihadapa