“Maaf, Pak?” Melody tidak ingin salah paham dengan ucapan bosnya itu kepadanya. “Bapak mengatakan kalau ….”“Baguslah kalau kamu sudah sehat. Artinya, kita bisa bekerja sekarang. Siapkan apa pun yang perlu saya kerjakan.” Samudra memotong ucapan Melody yang belum selesai dan dia segera mengatakan apa yang perlu dia katakan. Ketika Melody mengangguk dan pergi dari ruangannya, Samudra mengeluarkan nafasnya kasar.“Sial, kenapa aku harus mengatakan kalimat keramat itu? Peduli dengannya? Sejak kapan aku peduli dengan perempuan lain selain Bunda dan Semesta? Lelucon macam apa ini?” Untung saja dia bisa segera memutus ucapan Melody sehingga dia tidak terjebak dengan situasi yang canggung. Itu hanya akan membuatnya mengalami kesulitan. Berusaha mengeluarkan semua hal buruk di dalam kepalanya, Samudra segera melanjutkan pekerjaannya. Melupakan apa pun yang tidak berguna dan melemparkannya jauh-jauh.Di tempatnya, Melody sedikit linglung setelah mendengar ucapan Samudra kepadanya. Dia menden
“Kalau kamu bodoh, seharusnya kamu sekolah. Kenapa lagi-lagi kamu mengatakan kalimat ambigu seperti itu? Aku benar-benar bisa gila kalau begini.” Samudra benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Ada hal aneh yang dirasakan ketika bersama dengan Melody. Dia tak suka melihat Melody yang murung karena seseorang. Selama gadis itu bekerja dengan Samudra, Melody hanya karyawan biasa yang cekatan dan Samudra suka dengan pekerjaannya. Meskipun terkadang Samudra ‘memarahinya’ tapi itu tak memengaruhi Melody. Dan Samudra menyukai perempuan yang kuat seperti itu.“Menyukai?” guman Samudra lagi. “Tidak, itu hanya sebuah simpati.” “Pak!” Tiba-tiba saja Melody mengejutkan Samudra. “Ini sudah sore, apa kita nggak kembali ke kantor saja?” Samudra melihat jam yang ada di pergelangan tangannya dan itu pukul tiga. Lalu dia mengangguk kemudian berbalik begitu saja tanpa mengatakan apa pun. Diikuti Melody yang mendengus kesal karena suasana hati Samudra yang terus berubah-ubah. Namun dia tak
“Papa … yakin?” Meskipun inilah yang diinginkan oleh Melody, tapi gadis itu tentu masih tidak bisa menduga keputusan ayahnya akan secepat itu. Tapi, setelahnya dia segera tersenyum kecil dan mengangguk. “Terima kasih, Pa.” “Katakan, bagaimana kamu bisa membuktikan dia pernah melakukan kekerasan ke kamu. Itu akan kita tunjukkan pada orang tua Tama. Papa yang akan menolak mereka.” “Kenapa kamu hanya diam saja tanpa mengatakan itu kepada Mama atau Papa, Mel?” Kini ibunya menggenggam tangan Melody dengan lembut dan penuh penyesalan. Bagaimana bisa orang yang dipercaya bisa menjaga putrinya justru orang yang melukai putrinya. Ibu Melody tidak mengeluarkan air matanya, tapi penyesalannya menumpuk pada raut wajahnya. Perempuan itu tercekat di tenggorokannya berkali-kali tapi Melody segera menenangkan ibunya. “Ma, aku kira dia hanya akan melakukan itu sekali. Saat itu setelah melakukannya dia meminta maaf dan aku mencoba untuk memaafkannya. Tapi ternyata dia mengulanginya lagi. Jadi aku
“Ada noda di bajumu. Kamu tidak hati-hati saat makan.” Melody melirik pakaiannya dan dia menemukan noda kuning di bajunya dan mendesis kesal. “Gimana sih,” katanya dengan cemberut.“Ya kamu bersihkan.” Samudra menjawab dengan kening mengernyit aneh. “Kamu nggak sedang menyalahkan saya karena itu, kan?” Salah paham ini orang. Begitulah pikir Melody. Gadis itu lantas menggeleng dengan cepat. “Tentu saja tidak, Pak. Saya hanya kesal dengan kecerobohan saya.” Melody merasa tidak enak hati dengan Samudra karena dia mengeluh di depan bosnya karena kesalahannya sendiri. Dengan senyum terpaksa, Melody pamit pergi dari ruangan Samudra dan segera pergi ke toilet untuk membersihkan noda di pakaiannya sambil mengomeli dirinya sendiri.Gadis itu mendesah lelah karena merasa kesal dengan hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini. Mulai dari Tama yang membuat masalah dengannya dengan mendatangkan orang tuanya ke rumah, sampai pagi ini terjebak dengan bosnya. Entah sebuah kesialan apa yang akan didap
“Cari tahu tentang pemilik mobil yang saya kirimkan dan saya membutuhkannya cepat.” Samudra tidak ingin menjadi bodoh dengan membiarkan lelaki tak berguna itu terus menyakiti Melody. Terlebih lagi, dia sudah terlibat dengan permasalahan Melody dengan Tama. Kata-kata menyebalkan yang baru saja dilontarkan oleh lelaki itu mau tak mau menyentil perasaannya. Samudra memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya sebelum berbalik untuk pergi dari rumah Melody.Menutup pintu pagarnya dan memastikan semua aman, barulah Samudra benar-benar pergi dari sana. Mengendarai mobilnya ke apartemennya. Keesokan harinya ketika dia sudah mendapatkan apa yang dia mau, segera saja dia memanggil Melody ke ruangannya. “Ada beberapa hal yang perlu saya katakan ke kamu.” Samudra segera berbicara kepada Melody. Meletakkan tab miliknya di depan Melody, “Bacalah.” Melody awalnya tidak paham tentang apa pun. Tapi dia segera mengetahui tentang Tama yang sebenarnya. “Gimana ini bisa terjadi?” gumam Melody dengan
“Atas dasar apa kalian meminta kami untuk datang ke balai pertemuan?” Samudra menatap satu per satu orang yang menggerebek rumah Melody dengan tatapan tajam. Entah siapa yang sedang mempropaganda warga, tapi ini sangat memalukan. Samudra seperti benar-benar diinjak-injak harga dirinya. Orang-orang ini tidak tahu siapa Samudra sampai harus memperlakukannya begitu buruk.“Kita akan membicarakannya setelah kita berada di balai pertemuan. Mari ikut kami atau kami akan berbuat kasar kepada kalian!” Salah satu warga dengan tidak sabar segera bersuara dan mendapatkan persetujuan dari yang lainnya. Melody yang melihat orang-orang itu bergetar ketakutan. Bagaimana bisa dia digerebek oleh warga sedangkan dia tidak melakukan kejahatan apa pun di rumahnya. “Pak RT, sepertinya Bapak salah paham tentang kami. Kami benar-benar tidak melakukan apa pun. Kami hanya ….”“Ibu bisa jelaskan saja di balai pertemuan. Mari ikut kami.” “Tapi kami benar-benar tidak melakukan apa-apa, Pak.” Melody hampir me
Dibandingkan dengan Samudra, Sagara sedikit lebih kejam. Dia seolah tak memiliki ampun terlebih lagi ketika itu menyangkut keluarganya. Tentu, semua orang yang ada di balai pertemuan itu pun merasa bergidik karenanya. Mereka jelas tahu keluarga Samudra bukan keluarga yang sembarangan. Namun tampaknya mereka cukup tahu diri untuk tidak mengeluarkan suaranya. “Bisa Bapak jelaskan apa yang terjadi dengan putra saya?” Vier langsung menghadap Pak RT dan meminta penjelasan. Tentu, meskipun sedikit bergetar karena takut, Pak RT menceritakan kronologi kejadiannya. Di tempat itu benar-benar hening seolah tidak ada yang berani mengeluarkan suaranya ketika mendengarkan penjelasan Pak RT. Kini tatapan Sagara mengarah pada seorang lelaki yang tadi membeberkan bukti yang dilihat. Lelaki itu bahkan sampai sesekali menunduk saking takutnya. Tampaknya, Sagara tidak memiliki ampun. “Yang dikatakan oleh Bian memang benar, Melody adalah asisten pribadi putra saya. Sepertinya, Bapak sekalian salah pah
“Bapak tidak perlu khawatir tentang itu. Saya akan menjaga Melody.” Samudra dengan tegas mengatakan itu dan menunjukkan keseriusannya. Sebuah janji tidak akan pernah ada artinya jika tidak sesuai dengan tindakan. Tapi sekarang Samudra sudah mengatakan itu dan artinya dia sudah mengucapkan janji kepada Melody dan keluarganya, disaksikan oleh keluarganya sendiri. Sagara yang melihat kesungguhan kakaknya pun segera menyeletuk.“Melody, kamu tidak perlu khawatir tentang apa pun lagi sekarang. Kalau memang Abang pertama nggak bersikap baik sama kamu, kamu bisa adukan ke kami. Kami akan menghajarnya untukmu.” Sagara tidak sedang bercanda, tapi dia benar-benar akan melakukannya. Samudra sudah mengambil keputusan dan dia harus menjalankannya. “Tapi, bolehkah saya meminta tolong?” Melody akhirnya berbicara kembali. “Tolong rahasiakan pernikahan ini dari kantor. Saya tidak ingin ada gunjingan yang memojokkan saya. Saya, benar-benar takut menghadapi itu.” “Kenapa harus menutupi berita baik,