Rafael masih berdiri disana, melirik tangan Fic yang terus menggenggam erat tangan Erina. Dia juga bisa melihat tatapan keduanya penuh dengan rasa cinta.Hati Rafael bergetar perih melihat itu. Mereka sekarang adalah dua orang yang saling mencintai, Keberadaan dirinya disini seperti obat nyamuk saja. Rafael memutuskan untuk pergi."Erina. Sudah ada Fic disini, aku harus pergi karena harus Ke Stasiun Televisi."Erina mengangguk dan tersenyum hangat kearahnya."Sekali lagi, Terima kasih Rafael." Ucap Erina."Tidak masalah." Ketika Rafael ingin melangkah, Fic memanggilnya."Ada yang ingin aku bicarakan." Fic menyusul langkah Rafael. Sampai diluar mereka berhenti sebentar."Mahendra. Sekali lagi terima kasih atas pertolonganmu. Tetapi kamu harus tetap mengingat satu hal. Erina adalah istriku. Jadi, jangan sekalipun kamu ada niat untuk mendekatinya kembali, apapun itu alasannya."Rafael menatap Fic. "Aku tahu. Tetapi, jika kamu menyakitinya, maka aku tidak akan berpikir dua kali untuk men
Melihat Fic menarik tangan Rafael, Erina langsung melerai."Fic. Ini bukan salah Rafael." Fic menoleh pada Erina, ada perasaan yang tentu tidak nyaman di hati Fic, ketika Jefri menghubunginya. Siang tadi Jefri menjemput Erina, dia tidak dapat menemukan Erina dan Mendengar cerita dari teman teman Erina, jika Erina mengalami luka akibat menyelamatkan Rafael."Apa yang kamu lakukan pada istriku? Lihatlah, dia hampir celaka gara gara menyelamatkan mu!" Fic mencengkram kerah Rafael.Rafael tidak memberi perlawanan, dia juga merasa bersalah."Maafkan Aku Fic. Aku tidak tahu jika Erina menarik tangan Pria itu. Dia mungkin suruhan seseorang yang ingin mencelakaiku. Sungguh maafkan aku. Kejadiannya begitu cepat."Hampir saja Fic memukul Rafael jika saja Erina tidak merintih karena merasakan sakit pada lukanya."Keluar sekarang!" Fic mengusir Rafael.Rafael hanya bisa mengangguk dan keluar dari Ruangan.Kemudian Fic mendekatinya Erina, mengusap kepalanya dan mendaratkan kecupan lembut disana.
Rafael tidak bisa untuk tidak mengingat kejadian di kamar hotel itu. Dia sudah meniduri Alika. Seberapa pun dia telah menyesali kejadian itu, dia merasa sia-sia karena kejadian itu telah membuat Alika mengandung bayinya.Rafael sudah tidak ada niat untuk menikahi Alika, bahkan dia mulai mencurigai Alika sebagai dalang dibalik perpisahannya dengan Erina, tetapi biar bagaimanapun juga sekarang Alika sudah hamil. Dia tidak mungkin membiarkan Alika membunuh darah dagingnya sendiri.Memikirkan itu, Rafael langsung menelpon Alika."Sekarang kamu ada dimana? Aku akan mendatangimu."Alika menyebutkan dimana dia berada. Dia sedang ada dirumahnya.Ibu Alika sangat senang mendapatkan kabar jika Alika saat ini tengah hamil. Rasanya dia sudah tidak sabar Alika akan menjadi Menantu keluarga Adreno."Jaga baik baik kandunganmu. Ini akan menjadi kelemahan Tuan Muda Mahendra."Alika mengangguk saja, sembari tidak sabaran menunggu kedatangan Rafael.Ketika mendengar mobil Rafael memasuki halaman rumahn
"Emmm.. Rafael!"Rafael dapat mencium bibir Erina dengan usaha yang cukup kuat, dia tidak peduli Erina memberontak dan terus berteriak.Plak…!!Ketika Erina dapat mendorong wajah Rafael, dia menampar wajah Rafael dengan sangat kuat. Membuat Rafael tersentak kaget dan langsung tersadar."Kamu keterlaluan Rafael! Aku membencimu!" Erina terisak dan terus mengusap bibirnya.Rafael mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Erina. Rafael sadar jika dia telah melakukan kesalahan. "Erina. Maafkan aku. Aku tidak sengaja. Sungguh aku tidak sengaja."Tapi Erina sudah pergi meninggalkan ruangan dengan hati yang dipenuhi kebencian pada Rafael.Mereka tidak mengetahui, jika balik pintu seseorang sedang tersenyum sambil memegang Ponselnya.Meli terlihat buru buru membalikan badannya menuju jalan lain dari yang dilewati Erina."Foto ini akan menghancurkan kamu Erina. Lihat saja." Meli segera mengirim hasil jepretan kameranya kepada Alika."Aku melihat Erina sedang menggoda Ketua Direksi. L
Fic meminta Jefri untuk mengantarnya pulang. Sepanjang perjalanan dia terus teringat dengan tampilan di dalam foto itu.Memikirkan itu Fic benar benar sangat marah.Rafael sudah berani sekali mencium istrinya. Apa dia cari Mati?Fic ingin melihat, apakah Erina kali ini mau untuk bercerita padanya tentang kejadian itu.Sementara Erina yang sudah berada di kamar terlihat begitu gelisah. Apa dia harus menceritakan kejadian tadi kepada Fic? Tadi Erina takut Fic salah paham dan marah.Ketika dia sedang kalut, pintu terbuka. Fic sudah berdiri menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti.Fic melangkah masuk."Fic. Kamu sudah pulang?" Erina nampak gugup.Fic hanya mengangguk, melepas sepatunya dan jasnya. Bahkan Melirik Erina yang tidak bergerak dari tempatnya untuk sekedar membantunya."Bagaimana tadi? Apa berjalan lancar?" Fic bertanya, sekarang berjalan mendekati Erina. Fic langsung memeluk Erina dari belakang."Ah, iya Fic. Semua berjalan lancar." Erina masih seperti gugup."Kamu suda
Fic mungkin masih saja terpengaruh dengan bayangan Foto Rafael yang sedang mencium bibir Erina. Akibatnya, dia terus saja merasa cemburu dan bahkan malam ini tidak ingin melepaskan Erina sedikitpun.Dia mendekap tubuh Erina terus. Ada ketakutan teramat dalam tentang sebuah kehilangan."Hanya karena kehadiranmu, hidupku bisa bersemangat kembali. Hanya karena aku bisa memilikimu aku merasa hidupku kembali berarti." Fic mengucap kalimat itu tepat di dekat telinga Erina.Erina menoleh, sedikit menjauhkan tubuhnya."Aku tidak akan pergi Fic. Aku sudah berjanji. Ku mohon kamu bisa mempercayaiku.""Aku percaya padamu Erina. Tapi terkadang, waktu yang tidak bisa dipercaya. Jadi, jangan sekalipun memberi kesempatan waktu untuk menghancurkan kebahagiaan ini. Aku dan kamu, jangan ada yang ketiga."Erina tersenyum. "Tidak akan ada. Selama kamu bisa menjaga cintaku, aku juga akan bisa menjaga cintamu.""Aku akan menjaganya, kamu mau berjanji?""Kita akan berjanji bersama Fic."Fic kembali memeluk
"Jika bukan milik Mentari, lalu Milik siapa Fic? Bolehkah aku mengetahuinya?"Fic Menoleh dan tersenyum. "Tentu saja. Kamu memang harus mengetahuinya. Aku akan bercerita."Dada Erina berdebar menanti cerita dari masa lalu Fic selain Mentari."Saat itu, usiaku masih sembilan belas tahun. Pertama kalinya aku memberanikan diri untuk keluar dari Rumah ini setelah mengurung diri selama bertahun tahun didalam kamar pasca kecelakaan yang menimpa Mentari.""Aku pergi keluar rumah dengan berjalan kaki, bermaksud untuk mengeluarkan diri dari rasa Frustasi ku. Aku berjalan terlalu jauh dari rumah lepas dari sepengetahuan siapapun. Tetapi ketika aku berada diluar, aku melihat begitu banyak mobil dijalanan. Pikiranku tiba tiba kacau. Bayangan kecelakaan mobil Mentari tiba tiba membayang di mataku. Jeritan Mentari terdengar di telingaku. Aku mendadak panik dan berlari kebingungan."Fic menjeda kalimat dan menatap Erina."Aku tidak sadar telah berlari ke sebuah Rel kereta api. Aku terjatuh disana. K
"Tuan… Aku telah menemukan Pria tiga bulan lalu yang bersama Nona!" Bisik Jefri."Apa?" Fic langsung mendongak."Siapa?" Fic membelalakkan matanya seperti rasa tidak percaya."Anda tidak akan percaya dengan ini semua!" Tidak ingin bertanya apapun lagi karena rasa penasaran yang begitu membuncah, Fic segera mendekati Erina."Erina. Ayo kita pulang."Steven Jobs yang mendengar itu langsung bertanya."Pulang? Yang benar saja Presdir Albarez! Pestaku saja baru akan di mulai." Ucap Steven Jobs dengan nada sedikit kecewa."Maafkan aku. Tapi ada hal yang sangat mendesak. Tidak mengapa ya? Setidaknya aku sudah datang dan memperkenalkan istriku padamu." Fic menepuk bahu Steven Jobs."Ah, Baiklah kalau begitu. Terimakasih sudah mau datang."Erina juga merasa heran, tetapi dia tidak berani untuk menolak. Segera mengikuti langkah kaki Fic yang menarik Lembut tangannya.Dalam perjalanan pulang, di dalam mobil Erina melirik wajah Fic yang terlihat begitu serius dan menegang."Fic. Sebenarnya ada m