Keringat sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Emily, rasanya dia sudah tidak tahan lagi untuk menunggu. Tetapi lagi-lagi Dokter Zea mengatakan sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuhnya terjadi.Di ruang lain,Aaron masih meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk mencoba bangun."Khale. Kemarilah!" Aaron memanggil Khale yang sedang mondar-mandir menunggu Dokter datang.Khale segera mendekati Aaron yang sudah duduk di tepi ranjang."Kak Aaron. Kenapa?"Aaron memberi isyarat pada Khale untuk lebih mendekat. Khale menurut dengan patuh."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui kakak ipar." Aaron menggapai pundak Khale yang sudah mendekat."Kak Aaron! Kamu sedang sakit, tidak boleh pergi kemana-mana. Dokter juga sebentar lagi akan datang." cegah Khale."Aku harus mendampingi kakak ipar. Dia pasti sedang kesakitan. Ayo bantu aku mumpung sakit ini sedikit berkurang." Aaron langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Kha
Hari ini, Emily sudah diperbolehkan pulang. Perawatan akan dilanjutkan di Rumah Utama. Seluruh penghuni Rumah Besar Keluarga Albarez berbahagia menyambut kedatangan Calon Penerus Keluarga Albarez.Ibu dan Ayah Emily juga sudah terlihat berdiri di teras besar rumah itu untuk menyambut kedatangan cucunya. Mereka telah mendapatkan kabar gembira ini dari Erina tentunya yang langsung menghubungi mereka ketika Emily selesai melahirkan.Air mata Chloe sudah mengalir sejak pertama Erina menelponnya. Alan juga terisak. Mereka benar-benar sangat bahagia dengan kehadiran Cucu pertama mereka yang sudah pasti akan menjadi pewaris Keluarga Albarez.Lalu saat ini semua orang sibuk mengurus Emily dan Bayinya dengan perasaan bahagia yang meluap.Setelah semuanya selesai, Aaron ingin mengambil Jagoan ciliknya dari tangan Sang Ibu. Dengan senyuman berkembang, Erina pun mengulurkan cucunya. Aaron menerima dengan hati-hati. Sekali lagi, Aaron menatap bayi mungil yang ada didekapannya itu."Putraku! Sel
Halilintar mendengar Mamanya sedang memarahi Papanya, lalu dia datang ke kamar mereka untuk menolong Aaron. Tetapi Emily langsung menyuruhnya kembali ke dalam kamar sendiri."Azze. Cepat masuk ke kamarmu!"Halilintar merasa khawatir ketika Mamanya menyuruhnya masuk ke dalam kamar. Dia meraih Kedua tangan Emily dan memohon,"Mam. Jangan hukum Papa. Dia tidak bersalah. Az yang menginginkan semua itu. Az yang minta Papa untuk mengajari aku menembak dan berkelahi."Wajah Emily acuh, dia tidak ingin peduli dengan permohonan Halilintar. Meskipun dalam hati dia begitu khawatir dengan pengakuan Halilintar yang mengatakan jika menginginkan sendiri untuk belajar menembak.Rasanya itu tidak masuk akal, jika anak seusia Halilintar menginginkan sesuatu yang ekstrim seperti itu."Hal," Aaron memanggil putranya dengan panggilan kesayangannya, "Mama hanya menyuruhmu ke kamar. Bukan untuk memarahi Papa. Ayo pergilah." bujuk Aaron. Dia tahu jika Putranya itu begitu peduli padanya."Benarkah Mam?" Halil
Di ruangan Presdir,Halilintar menatap tiga pria berbadan kekar yang sudah berdiri di depannya itu. Satu orang berwajah sangar yang tak pernah ia lihat itu sedang berbisik dengan dua rekannya yang lain yang langsung terlihat waspada.Seorang dari mereka menggerakkan tangannya ke arah komputer milik Aaron, namun tangan kecil Halilintar lebih cepat mencabut USB yang berisi cip penting di dalamnya dan menggenggamnya erat ketika Halilintar menyadari maksud tujuan dari mereka."Bocah kecil! Serahkan benda itu dan kami tidak akan mencelakaimu!" ucap seorang dari mereka, lalu dengan cepat menodongkan pistol ke arah Halilintar."Itu tidak mungkin ku lakukan paman." sahut Halilintar, tanpa rasa takut meski tidak dipungkiri saat itu detak jantungnya berdegup sangat cepat ketika melirik moncong pistol terarah tepat ke kepalanya."Cepat! Atau," ancam Mereka."Atau orang tuaku akan segera membuat perhitungan kepada Paman-Paman yang berusaha mencuri sesuatu di perusahaan kami?" selesai menjawab, sec
Zha, adalah seorang gadis yang berusia sekitar 23 tahun.Dia mempunyai masa lalu yang tidak indah untuk diingat. Suatu masalah yang penuh teka-teki dalam keluarganya yang belum terungkap sampai Kedua orang tuanya meninggal dunia.Dalam kesepian hidupnya, Zha bahkan melupakan tujuannya sendiri. Ketika seseorang mengangkatnya menjadi seorang anak dan memberi kehidupan baru padanya. Mendidiknya untuk menjadi seorang Mafia dan pembunuh bayaran. Sekarang dia fokus dengan profesi barunya ini.Senyum manisnya yang bagi sebagian orang sangat membawa kedamaian, tapi jika mereka berpikir senyum indahnya itu adalah milik semua orang, maka mereka salah besar. Di kalangan Mafia, jika Gadis Beracun ini sudah tersenyum demikian, maka akan menjadi pertanda buruk yang berujung kematian bagi kehidupan Targetnya.Zha , panggilan gadis yang bernama lengkap Kanzha Al'Fhatunisa itu memilih jalan yang tidak sesuai dengan keinginan ibunya yang berharap ia bisa hidup sebaik nama pemberiannya.Sakit hati karena
Di sebuah ruangan besar yang berdinding kaca, seorang gadis berpenampilan tomboy berdiri menatap sekeliling dengan tatapan mata yang sulit untuk ditebak. Seorang pria berjas hitam rapi, memasuki ruangan dan tampak menghampirinya.Gadis menoleh dan bertanya tanpa ekspresi,"Apa ada masalah?" tatapan tajam mematikan milik sang gadis itu tertuju pada pria berjas itu."Nona Zha, Mr. Espargaro mempunyai masalah. Dia ingin kamu membantunya." Pria itu menaruh sebuah foto dan amplop coklat di atas meja kaca yang berada tepat di samping sang gadis. Tangan bersarung hitam itu langsung menyambar foto beserta amplop tersebut.Senyum miring yang tidak mampu diartikan oleh siapapun itu tertarik di sudut bibirnya."Kalian sudah tahu bagaimana peraturan mainku kan?" Gadis itu meremas foto seorang warga asing yang langsung terekam di otaknya itu."Tentu. Saja, Kami sudah tahu." jawab pria itu."Baiklah. Berhasil atau tidak keinginan bosmu, uang ini tetap menjadi milikku." Gadis yang tidak lain bernama
Langkah kaki ringan Zha memasuki sebuah kost,an kecil , ruang yang sebenarnya lebih pantas disebut gudang kumuh itu terletak di pinggir rumah susun.Langkahnya terhenti di depan pintu kamar yang terbuat dari asbes itu ketika matanya menangkap bercak darah tercecer di lantai. Zha menyandarkan punggungnya di dinding kayu yang sudah mulai rapuh. Berkali-kali dia mengusap wajahnya dengan kasar, lalu membuka pintu kamar mandi."Nisa, kamu sudah pulang Nak?" suara lirih diiringi batuk berat itu milik Aisyah. Wanita paruh baya itu segera menoleh sesaat setelah membersihkan sisa darah di ujung bibirnya."Bu, kemari lah jika Ibu sudah selesai." panggilan Zha pada Aisyah menandakan jika wanita itu adalah Ibunya.Aisyah segera menghampiri Zha yang langsung memapahnya dan mendudukkannya di ranjang reyot milik mereka."Bu, lihatlah. Aku membawa pulang uang banyak. Simpanlah, aku akan segera mencari tambahannya." Zha mengulurkan beberapa uang pada Aisyah yang langsung menggenggam erat uang tersebut
Di Rumah Utama Keluarga Albarez.Pemuda yang super Cool dan tampan itu tidak lain adalah Azzero Halilintar yang kini sudah berusia sekitar 26 Tahun.Di ruang tengah Rumah utama yang berwarna putih nan luas itu, pemuda ini terus mendekap seorang wanita yang masih terlihat sangat cantik meskipun usianya sudah bukan muda lagi, ia terus memeluknya dengan tidak mempedulikan kehadiran sosok pria paruh baya yang terlihat masih juga tampan dan gagah, yang sedari tadi hanya menghela nafas menatap mereka di sudut sofa."Lepas Azze! Aku gerah!" seru sang wanita yang sedang dipeluk oleh Halilintar itu."Biarkan dulu Mam, aku merindukanmu." bantah Halilintar."Kamu tidak punya malu, seharusnya kamu itu sudah memeluk kekasihmu bukan aku. Lepas atau aku akan menendangmu!""Kamu tidak akan bisa melakukannya Mam, tenanglah. Sebentar lagi Az akan pergi lagi. " Halilintar masih saja memeluk wanita itu."Lihatlah! Papamu cemburu padamu." wanita itu melirik sang suami yang hanya tersenyum menatap jagoan