Nadia menemani Abimana hingga pria itu menyelesaikan pekerjaannya. Kini keduanya sedang berjalan mesra, kebetulan bertemu Wira di lobby. "Sejak kapan Nadia di sini? Kok papa tidak tahu.""Sudah dari tadi pa, dari Nadia pulang kuliah, tapi cuma diam di ruangan Abi," kekeh kecil Nadia."Iya ampun ..., bisa-bisanya papa tidak sadar," kekeh kegelian Wira, "sekarang kalian mau kemana, ada acara?"Kini Abimana yang memberikan jawaban, "Tidak ada, kita akan segera pulang, Abi sudah tidak tahan ingin memangsa!" Wajahnya begitu mesum karena pria ini sengaja memerlihatkannya di hadapan Wira untuk menjahili Nadia, sedangkan ayahnya tertawa cukup puas karena semakin rajin mereka semakin bagus."Lanjutkan, nak. Jangan kecewakan papa!" Pun, Wira sama sama saja, dirinya menyisipkan kejahilan pada menantunya hingga pipi Nadia memerah padam.Sepeninggalan Wira, Nadia mencubit pinggang Abimana sekejam yang dirinya bisa. "Mesum tingkat dewa!""Semua pria memang begitu." Datar Abimana yang masih bisa ber
Tidak butuh waktu lama cleaning service itu dibuat mengaku di hadapan Abimana seiring menyered nama Riana. "Saya cuma inginkan uang dari Nona Riana. Saya minta maaf karena saya jadi bertindak seperti ini pada tuan."Abimana tidak menunjukan geram sama sekali. "Memangnya gaji sebagai cleaning service kurang untuk hidup Anda sehari-hari?" Satu kakinya diangkat kala duduk berwibawa di atas kursi putarnya."Sebenarnya cukup, tuan. Sekali lagi saya mohon maaf." Pria ini berlutut padahal Abimana tidak pernah memerintahkannya seperti itu, "saya mohon jangan pecat saya."Abimana meninggalkan duduknya, sekalian melangkah elegan menuju pintu, hendak meninggalkan ruangannya. "Teruslah bekerja, tapi dengan jujur." Tiba di ambang pintu kalimatnya beralih pada satpam, "umumkan saja kasus ini, sebut nama Riana dengan jelas. Intinya jika setelah ini masih ada karyawan yang memihak Riana maka saya tidak akan mentoreransi lagi!""Baik, tuan. Akan segera saya umumkan!" Kalimat tegas satpam.Abimana mela
Nadia sudah berada di dalam kamar, mengerjakan tugas kuliah yang menumpuk. Sekejap, dirinya mengintip lewat balkon karena deru mobil milik Abimana sangat jelas. "Mau kemana malam-malam begini?" Jam dinding dilirik, waktu sudah berhenti di angka sembilan. Penasaran, gadis ini turun ke lantai bawah, menemui mertuanya yang masih bersama sang nenek. "Mau kemana Abi malam-malam?""Katanya mau ke perusahaan karena listrik di sana mati," jelas Mila dengan santai karena wanita ini tidak mengetahui insiden yang terjadi.Nadia menjatuhkan bokongnya perlahan. "Tadi sore juga begitu, lampunya mati terus jadinya Abi lama deh di sana.""Kok bisa mati ya ...." Mila mulai keheranan, apalagi suami dan putranya tidak menjelaskan dengan rinci.Satu jam kemudian, Abimana tiba di dalam gedung yang gelap. Hampir semua ruangan menggunakan lampu darurat saja termasuk di lobby. "Antar saya ke bagian teknisi," titahnya pada satpam seiring banyak bertanya tentang hal ini. Satpam menjelaskan jika bagian teknisi
Satu bulan kembali berlalu, usia kehamilan Tania sudah menginjak bulan keenam. "Tiga bulan lagi bayi ini akan terlahir ke dunia," ucapnya dalam panggilan telepon langsung pada Abimana. "Lahirkan saja, jangan lupa hubungi saya di hari kelahirannya, saya akan menjadi orang pertama yang melihat bayinya setelah dokter." Abimana sedang memandangi langit cerah siang ini. Keberadaannya di lantai yang tinggi membuatnya seakan mampu meraup dunia dalam satu kedipan mata. "Saya sedang berada di luar negeri, kamu yakin akan menyusul saya kesini?" "Tentu saja, demi sebuah bukti apapun akan saya lakukan!" Tegad kuat Abimana yang membuat Tania semakin down karena hingga detik ini semua orang hanya memerdulikan bayinya. "Kalau begitu datanglah. Saya menunggu," lirih Tania yang segera memutus panggilan. "Bagaimana kata Abi?" Nia segera berburu informasi penting. "Abi bilang akan menyusul kesini di hari kelahiran bayi ini." "Untuk apa. Apa Abi ingin segera melakukan test DNA?" Tania mengangguk k
Kemarin sore Nadia tidak memerdulikan perintah Abimana yang menyuruhnya memeriksakan kesuburan, tetapi pagi ini justru Nadia sedang mengantri menunggu panggilan pemeriksaan. "Kenapa saya jadi kesini ya?" bingung yang dirasakannya berselimut tekad, "tapi tidak apa deh, setidaknya kalau sudah diperiksa tahu penyebab saya telat hamil."Gadis ini mengunjungi rumah sakit tanpa sepengetahuan Abimana, tetapi tentu saja Jack dan Esther tahu. Maka, kedua orang itu diperintah untuk tidak membuka mulut. Namun, perintah Nadia bukanlah prioritas mereka karena perintah Abimana yang bersifat mutlak.Cukup lama Nadia mengantri hingga harus membolos kuliah. Kini, dirinya sudah menghadap dokter tanpa Esther dan Jack karena ini bagian dari privasi sang nyonya. "Ada masalah apa?" tanya lembut dokter wanita pada gadis di hadapannya."Mau bertanya sekalian memeriksakan kondisi rahim saya, dok karena ... sudah hampir setengah tahun saya menikah, tapi mengapa belum hamil juga apa karena efek alat pengaman ya
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot