"Iya.”Leon hanya bisa menjawab dengan suara pelan dan kepala tertunduk, walaupun sudah tahu kalau kejadian kemarin telah terbongkar, Leon masih saja tidak sanggup untuk mengatakannya, apa lagi dengan ekspresi wajah Riri yang terlihat ingin menangis, rasanya seperti ada belati yang tak berwujud menggores jantungnya, terasa sakit namun tak terlihat.Mata Riri pada pintu yang ada di sampingnya, dengan niat yang sudah memudar, Riri tetap meyakinkan dirinya untuk masuk dan mencari sesuatu hal yang ada di dalam.Riri melangkah masuk ke dalam kamar hotel dengan mata tajam yang tertuju ke seluruh penjuru ruangan. Matanya memindai apakah ada yang aneh atau tidak. Dan matanya kini tertuju pada sebuah kain berwarna merah yang berada di tengah-tengah pintu kamar mandi.Kaki Riri semakin melangkah mendekat, matanya tak dapat berpaling dari benda yang ada di hadapannya itu.Seolah-olah sedang di uji kesabarannya, mata Riri menangkap sebuah pemandangan yang tak mengenakkan, Riri tidak menyangka aka
Mulut Riri terkunci, tak ada satu kata patah pun yang keluar dari mulutnya, tekanan dari Leon yang sangat luar biasa itu membuat Riri tak dapat berkutik sedikit pun.Melihat istrinya yang hanya terdiam sembari berusaha melirik ke sana kemari untuk menghindari tatapan matanya, tanpa aba-aba atau pun peringatan Leon mengangkat dan membawa tubuh Riri keatas tempat tidur.Leon memandangi wajah Riri yang masih berusaha untuk menghindari tatapannya, matanya tertuju pada bibir Riri yang tadi dengan beraninya meminta berpisah dengannya.Riri yang merasakan ancaman di sekitarnya mencoba untuk membuka mulutnya, namun sudah terlambat, gerakan Leon lebih cepat dari refleksinya, hanya dengan sekali gerakan saja Leon berhasil melumpuhkan Riri, tubuhnya yang besar tapi ringan membuat Leon dengan leluasa melancarkan serangannya.“Aku akan membuat mu tidak bisa berpikir untuk berpisah dari ku lagi.”*****Leon memandangi wajah Riri yang tengah terlelap dengan senyuman manis di wajahnya, masa lalu yang
“Oke. Ayo nikah.”“Hah?!” Wajah Leon terlihat panik, niatnya yang hanya bercanda malah di anggap serius oleh makhluk kecil yang saat ini ada di depannya. “Serius?” Tanya Leon memastikan.Kepalanya mengangguk antusias, Riri kecil sangat yakin akan jawaban yang di berikannya tanpa mengetahui apa arti dari ucapannya barusan, matanya berbinar melihat rumah cantik yang ada di sampingnya, yang ada di pikirannya hanyalah memiliki rumah itu tanpa tahu apa yang akan terjadi kedepannya.Leon mengulurkan tangannya dan mengusap rambut berantakan milik Riri karna ulahnya tadi. “Kamu yakin? Aku bukan laki-laki buaya yang suka mengingkari janji, setelah ini akan aku pastikan kamu tidak akan pernah bisa menikah dengan laki-laki lain selain diriku, jadi pikirkan dulu baik-baik.”“Memangnya kenapa? Kan kita tinggal menikah.”Jawaban polos Riri membuat Leon menjadi gemas, wajah imut nya yang kecil membuat Leon ingin mencubit dan meremas-remasnya."Oke, aku akan berjanji untuk menikahimu, jadi jangan dek
Di saat pak Fikri tengah di sibukkan dengan beberapa orang agar dapat menerobos masuk, Leon kini dengan santainya memandangi wajah Riri yang sedang melahap makanan di depannya.Kepuasan terlihat jelas di wajahnya, mata Leon tak sedetik pun berpaling dari Riri, sehingga tanpa dia sadari matahari kini sudah mulai terbenam, beberapa lampu mulai di nyalakan untuk menerangi ruang makan yang saat ini di gunakan oleh Leon dan Riri.“Maaf tuan muda, tuan Fikri ingin mendapatkan putrinya kembali karna hari sudah mulai malam.”Leon tersentak dan melihat ke sekeliling, seperti yang telah di katakan oleh salah satu anak buah ayahnya, suasana di luar rumah mulai gelap.Leon terkekeh geli, kepalanya mendongak keatas dan menatap langit-langit ruang makan. Waktu satu jam terasa sangat lama bagi Leon karna memandangi bunga mawar yang ada di halaman rumahnya, namun untuk memandangi wajah Riri yang menghabiskan waktu hampir delapan jam terasa singkat baginya. Leon tak menyangka akan menghabiskan waktu s
Setelah tertangkap basah oleh Leon, pak Fikri tidak memiliki pilihan lain selain menuruti perintah dari Leon.Tak terasa sudah tiga bulan lamanya Leon bermain bersama Riri, dan selama itulah rasa suka Leon bertambah semakin besar.Leon sangat menikmati waktunya bersama dengan Riri, sekarang tidak ada lagi rasa kesepian atau pun bosan yang di rasakan oleh Leon. Leon berpikir bahwa momen indahnya itu akan bertahan lebih lama lagi, tapi tak tahunya ayahnya membawa kabar yang sangat tidak ingin dia dengar.Setelah puas bermain dengan Riri, seperti biasanya Leon akan menghabiskan waktu makan malam hangat bersama keluarganya, Leon berpikir rutinitas itu akan berjalan lancar seperti biasanya, namun kali ini ada yang berbeda."Leon." Panggil pak Arjuna dengan raut wajah serius.Leon mendongakkan kepalanya lalu menatap ayahnya yang sudah berhenti memakan makanan di hadapannya. "Kenapa pah?" Tanya Leon yang sudah memiliki perasaan tak enak."Minggu depan kakek akan menyerahkan semua asetnya kepa
Leon menatap Riri dengan mulut yang terkunci rapat, rasa berat sekali meninggalkan gadis kecil yang sudah menjadi teman bermainnya selama beberapa bulan belakangan ini."Kak? Kakak kenapa?" Tanya Riri ketika melihat wajah Leon yang terlihat seperti tak bernyawa.Leon hanya tersenyum pahit dan tidak berkata apa-apa lagi."Maaf tuan muda, tuan meminta agar tuan muda segera mengemasi barang bawaan. Kalau tidak kami bisa membantu membereskannya."Leon masih terdiam tak berbicara, moodnya benar-benar buruk hari ini, apa pun yang dia lakukan hari ini terasa sangat menyebalkan karna selalu saja di ingatkan agar segera mengemasi barang-barangnya."Biarkan saja, kalau dia tidak ingin membereskan barang-barangnya, jangan di bereskan, nanti bisa beli lagi di sana."Leon menatap kesal kearah mamahnya yang sedang menggendong Dion adiknya. 'Apa mereka tidak bisa membiarkan aku hidup dengan tenang?!' Kesal Leon dalam hati."Apa sudah semuanya?"Lengkap sudah kekesalan Leon siang ini. Sudah susah pa
Leon menatap sendu wajah ibunya yang terbaring lemas tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.Bu Amalia terkena serangan jantung setelah mendengar kabar bahwa suaminya pernah berselingkuh dan bahkan memiliki dua orang anak yang usianya tak jauh dari usia putra bungsunya."Mamah."Leon melirik Dion yang ada di sampingnya, wajahnya terlihat sangat merah setelah seharian menangisi ibunya yang sedang tak sadarkan diri."Kakak, mamah nggak papa kan?" Tanya Dion dengan mata sembabnya.Leon tak tahu harus menjawab apa, dirinya pun sedang kebingungan. Sikap ayahnya yang terlihat memihak kepada mereka membuat Leon harus diam untuk sementara waktu, semua kekuasaan yang di dapatkan Leon berasal dari ayahnya, hal itulah yang membuat Leon tak bisa berbuat apa-apa.*****Sudah satu minggu berlalu semenjak kedatangan tamu tak di undang itu, suasana di dalam rumah Leon terasa sangat sepi, tidak ada satu pun suara yang terdengar di sekitar sana, bahkan para asisten rumah tangga pun tak berani berbicara
Inilah hari yang di tunggu-tunggu oleh Leon, sudah hampir dua minggu ibunya berada di rumah sakit, namun kini akhirnya bu Amalia dapat pulang kembali ke rumahnya.Leon sedikit lega karna wanita perusak keluarganya itu masih menjalani perawatan di rumah sakit, sehingga setidaknya dalam waktu dekat ini tidak akan ada orang atau pun hal-hal yang membuat penyakit jantung ibunya kambuh. Leon kira kedamaian di rumahnya akan bertahan sedikit lama dari perkiraannya, tapi ternyata itu tidak terjadi.Sudah satu minggu berlalu semenjak Leon merasa lega dan senang karna kepulangan ibunya dari rumah sakit. Saat ini Leon tengah meminum teh hangat yang baru saja datang, otaknya sedang berpikir keras untuk mencari cara agar keluarganya dapat kembali seperti semula walaupun tanpa ayahnya.Leon berpikir akan menyingkirkan ayahnya setelah semua aset keluarganya jatuh ke tangannya. Selain aset keluarganya, Leon juga berencana untuk mengambil alih semua kekuatan dan kekuasaan yang di miliki oleh ayahnya.