Bab 84Menolak GratisanPov Author "Maksudmu?" Hilda terkekeh kecil. "Mungkin karena faktor usia kali, ya? Aku jadi sering lupa belakangan ini. Lebih ke cerebih juga, sih, Mbak."Mega masih belum bisa paham. "Gimana? Pelupa?"Hilda menegakkan punggung, bersiap menjelaskan. "Jadi gini, Mbak. Kemarin aku jadi sering lupa ngitung jumlah uang di kasir. Pertama waktu masih pagi, aku cek karena kemarin sorenya pas Mbak Mega pingsan aku nggak ngecek. Nah, sekalian juga buat survei soal produk baru kemarin. Uang yang udah aku hitung sekian jumlahnya, tapi pas mau aku masukkan lagi ke data, karena sempat aku tingg karena ada pelanggan yang manggil, pas balik lagi malah hitungan tadi berkurang." Hilda menghela panjang. "Aku bingung. Nggak mungkin ada tuyul, 'kan? Jadi kayaknya emang aku yang nggak fokus, jadi pelupa atau sejenisnya." Dia menyentuh dahi sendiri. Mega tampak tidak setuju, tetapi dia juga bingung. "Mungkin aja cuma kebetulan, Hil. Orang juga bisa lupa dan teledor sesekali. Buk
Bab 85Gara-gara DiskonPov AuthorHilda rasanya ingi sekali menggetok kepala Ari dengan manekin. Entah apa yang membuat lelaki itu terlihat sensitif dengan Mega. Sebelumnya, meski Ari kadang berbicara terlalu jujur, tetapi tidak sampai menunjukkan sikapnya yang seperti ini.“Diskonnya cuma 30 persen?” Ari melirik sinis pada Hilda. “Aku kira bakalan lebih tinggi karena kamu secara pribadi ngasih diskonnya,” lanjut dia sembari menyantap es krim rasa mangga.“Masih untung juga, Mas. Nggak usah protes, deh.”Saat ini mereka sedang duduk santai di bangku depan toko. Mega mengizinkan Hilda untuk berbicang dengan saudaranya. Lagi pula di jam siang seperti ini pengunjung tidak terlalu ramai. Lelaki yang mengenakan celana jeans panjang itu berdecak. “Harusnya aku nggak nolak pas ditawarin gratis dari bosmu, ya.” Tampangnya tidak menunjukkan keseriusan sama sekali.“Siapa suruh—eh, Mas. ngomong-ngomong soal Mbak Mega, kenapa Mas kelihatan nggak suka sama dia? Padahal Mbak Mega ini baik, lho.
Bab 86Pasangan SelingkuhPov Author Mega yakin bahwa yang sedih saat ini bukan hanya Desi saja, melainkan Mamat juga merasakan hal yang sama. Laki-laki itu tidak menunjukkan batang hidungnya karena tidak ingin membuat megang merasa khawatir. Namun, berbeda dengan karena perempuan pasti membutuhkan dukungan secara emosional Mega juga tapi kehabisan kata-kata dia tidak tahu harus menghibur kakak iparnya ini dengan cara apa."Mega, kamu tahu kalau Kakak kamu terlalu baik buat aku kan? Dia udah menghabiskan banyak waktu denganku, dan dia juga sangat bersabar selama penantian kehadiran anak kami." Desi masih sesenggukan, tetapi tidak sehebat beberapa menit yang lalu. "Mas Mamat pasti kecewa setelah mendengar ucapan ibu dan bapak. Dia kecewa karena meskipun semua kesalahan dan kekurangan ada pada diriku tapi bapak dan ibu justru menyerahkannya. Mungkin juga Mas Mamat akhirnya benci sama aku."Mega segera menepis pemikiran Desi barusan. "Itu sama sekali nggak benar Mbak. Mas Mamat nggak m
Bab 87PemaksaPov AuthorIni bukan pertama kalinya bagi Ari melihat suami Mega bersama dengan wanita lain. Sudah tiga kali ini dia mendapati mereka yang selalu berinteraksi dengan layaknya sepasang kekasih. Sebelum hari bertemu dengan Saleh di rumah lelaki itu dan Mega masker penolak hanya sebagai sang suamiku tentu saja hal itu tampak lumrah di matanya. Katakanlah dia tidak memandang tentang perbedaan usia di antara keduanya yang terlihat cukup mencolok. Selain itu juga bukan urusan Ari untuk merasa penasaran dengan para pengunjung di restorannya. Namun, setelah perkenalan di rumah Mega, jelas sekali bahwa Saleh dan wanita paruh baya tersebut menjalin hubungan terlarang. Sekali lagi Ari menekankan kepada dirinya bahwa itu bukanlah urusan yang patut dia campuri. Karena itu juga dia tidak berkeinginan untuk tidak ikut campur lagi atau berhubungan tentang masalah rumah tangga orang lain."Bos, ada di sini?" sapa manajer restoran kepada lelaki itu. "Saya pikir anda nggak mampir dulu."
Bab 88Tentang Perceraian Pov Author Mega kembali ke toko kue tadi. Dia diminta oleh Ari agar memilih kue yang sama atau sejenis dengan yang sudah dirusakanya saat mau menyebrang tadi. "Padahal nggak perlu diganti juga nggak apa-apa, kok, Mas," kata Mega saat melayang sedang membungkus pesanannya."Gimana pun juga saya yang harus bertanggung jawab. Kue tadi pasti buat perayaan tertentu, 'kan? Bisa rugi kalau kamu beli dua kali."Agak merepotkan saat Mega harus berbicara dengan laki-laki yang penuh perhitungan seperti Ari ini. Sebenarnya perhitungan yang dimaksud di sini bukan sesuatu yang buruk, atau belum. Bisa juga Mega mengartikannya sebagai rasa bertanggung jawab karena memang sudah membuat kuenya hancur.Setelah menerima pesanan, mereka berjalan keluar toko. "Anniversary pernikahan?" Ari tiba-tiba menyeletuk. Mega mengira bahwa lelaki itu mungkin saja tahu dari kiasan kue yang tadi jatuh. "Iya, Mas.""Mau ngasih kejutan juga buat suami?"Agaknya wanita itu bingung lantaran A
Bab 89Kue Ulang Tahun Pernikahan"Kamu lihat apa, sih?" tanya Feby saat mendapati Saleh menatap ke luar jendela restoran. Saleh yang masih dirundung kesal tidak kunjung menjawab. Dia juga tidak mengalihkan pandangannya sampai Mega naik angkutan umum.Karena penasaran, Feby ikut melongok juga. Dia cukup terkejut saat melihat Mega yang naik angkutan umum. "Mega lihat kita, ya? Kok, kamu diam aja?" "Dia nggak lihat kita, Tente." Saleh berujar dingin. "Aku yang lihat dia ... sam laki-laki lain." Feby masih belum mengerti siapa lelaki yang dibicarakan Saleh. Sampai saat pandangannya tertuju pada lelaki bertubuh tinggi sedang dan cambang yang cepak melambai ke arah angkutan umum yang dinaiki Mega. "Wow. Mega punya kenalan cowok juga, ya?" "Dia nggak pernah akrab sama cowok kayak gini."Saat itu Feby sadar bahwa Saleh sedang cemburu. Dia mengendus sinis. "Siapa yang bisa bener-bener tahu isi hati orang lain? Mau istri atau suami juga nggak bisa sepenuhnya isi hati mereka ketahuan hanya
Bab 90Kecolongan"Astaghfirullahaladzim, Mas!" Mega berseru kaget saat melihat kue ulang tahun pernikahannya hancur. Terlebih saat ini Kevin sedang menangis, kemudian segera saja dia membawa anak itu dalam gendongannya. "Kamu pikir aku nggak tahu niat busuk kamu?! Mentang-mentang udah sukses, jadi mulai berani main api di belakangku!"Mega sadar bahwa saat ini situasinya sangat tidak baik untuk Kevin dengar. Anak itu tidak boleh mendengar pertengkaran kedua orang tuanya. Namun, dia tidak mungkin membiarkan Kevin sendirian di saat anak itu menangis. "Istighfar, Mas! Aku nggak mungkin melakukan hal itu!" Yang saat ini Mega hadapi seakan-akan bukan Saleh, suaminya. Selama ini, bahkan Saleh tidak pernah berteriak keras ini, apalagi sampai membuang makanan yang sudah susah payah Mega dapatkan. "Mana ada maling mengaku?! Kamu ini benar-benar ya udah dikasih kebebasan buat membangun bisnis sendiri sekarang mulai bergaya!" Matanya merah, demikian pula dengan wajah yang seakan tengah ter
Bab 91Gerakan Pencegahan"Apa maksud kamu? Uangnya hilang?" Mega juga syok. "Bukan salah hitung lagi?" Hilda yang melihat reaksi Mega semakin merasa bersalah. Dia yang duduk di balik meja kasir berkali-kali menghela nafas berat. "Mbak Mega bisa tanya sama Mbak Hildanya langsung." Retno melirik ke wanita itu.Mega tidak tahu mengapa akhir-akhir ini masalah jadi datang silih berganti. Tidak, lebih tepatnya datang hampir bersamaan. Mega ingin mengeluh, tetapi jika dia menunjukkannya saat ini, yang ada karyawannya yang akan merasa lebih tertekan."Hil," panggil Mega saat dia sudah sampai di hadapan wanita berjilbab itu. "Nggak masalah, hal kayak gitu bisa aja terjadi," katanya."Mbak kalau mau marah sama aku, marah aja, Mbak. Jangan bilang nggap apa-apa terus." Suara Hilda melemah, seperti orang yang habis kena hukuman cambuk saja. "Aku yang teledor. Yang kemarin-kemarin aku bilang salah hitung juga kayaknya emang hilang itu uang."Mega mengernyit, mencoba berpikir tentang semua inside