Sebuah gang kecil yang bisa dibilang daerah kumuh, pagi ini heboh karena kedatangan beberapa orang anggota polisi. Walau polisi sering bolak balik menjemput kriminal yang tinggal di sana, tetap saja hal seperti ini membuat warga ingin tahu siapa yang tertangkap hari ini."Ya ampun, Nartiiii. Kita itu orang susaaaah. Kenapa kamu mau aja disuruh-suruh sama orang jahat?" jerit tangis seorang ibu saat melihat putri bungsunya digelandang ke kantor polisi."Pak Polisi, jangan bawa anak saya, Pak. Dia cuma anak bodoh yang nggak ngarti apa-apa, Pak," pinta ibu itu."Dia anak baik-baik, Paaaak," tambah ibu itu lagi.Para polisi itu bergeming. Mereka tetap membawa wanita berusia akhir dua puluhan itu ke dalam mobil."Nar ... Nanti Emak makan gimana? Anak kamu juga gimana? Udah bener kerja sama orang kaya. Yang ada-ada aja sih kelakuannya, Nar?" teriak ibu itu sambil mengetuk kaca jendela mobil polisi.Narti hanya terdiam menunduk. Ia menyesali kenapa dirinya menurut saja saat Atik mengajaknya m
Livy melarikan diri. Lukman meninju dinding ruang kantornya. Ia menyesal karena tidak bertindak dari jauh-jauh hari. Saat ini pihak kepolisian sedang melacak keberadaan Livy.Kemarahan Lukman teralihkan pada ponselnya yang berada di atas meja. Zainab. Lukman mengatur napas sebelum menjawab telepon ibunya."Ya, Ma.""Nanti jadi kan makan malam di rumah?" tanya Zainab."Belum tau. Masih banyak kerjaan.""Nggak bisa begitu dong, Lukman. Nabila malam ini sudah Mama undang makan malam lagi. Nggak enak kalau kamunya malah nggak datang kayak waktu itu," keluh Zainab."Lukman banyak kerjaan nih, Ma. Kapan-kapan deh bahas masalah itu."Lukman segera menutup telepon, tidak peduli dengan suara Zainab yang masih memanggilnya. Sikapnya sangat jelas menyatakan bahwa ia keberatan dengan sikap Zainab.Zainab melihat ke arah ponselnya dengan kesal. Ia bersungut karena sikap Lukman yang tidak mau mengikuti perintahnya. "Apa susahnya sih cuma makan malam doang di rumah?" gerutu Zainab."Kenapa lagi sih
Kelengahan akan membuatmu jatuh. Jadi, selalu siagalah setiap waktu."Kurang ajar itu perempuan! Kirain santun, nggak taunya barbar," ucap Kiran.Ia berjalan sambil meraba-raba langkah, mencari keran air untuk membersihkan wajahnya yang terkena tumpahan makanan."Aduh perih banget lagi nih mata. Keran airnya di mana sih? Perasaan nggak jauh-jauh dari sini," keluh Kiran sambil menahan perih di matanya.Kiran tak dapat melihat dengan jelas lagi. Bukan sekali, dua kali ia menabrak kursi teras atau pot bunga.Di saat yang sulit seperti itu, Kiran merasakan sebuah tangan memegang pergelangan tangan dan menuntunnya. Kiran memberontak karena ia tidak dapat melihat pemilik tangan tersebut. Ia tidak mau dituntun ke tempat yang salah."Tunggu! Saya mau dibawa ke mana?" tanya Kiran sambil menarik tangannya.Namun tak lama kemudian, Kiran mendengar suara keran air dibuka. Lalu tangan itu, membimbingnya menuju keran air.Kiran segera mencuci wajahnya. Terutama daerah mata."Ya Allah, perih banget
Pagi yang gaduh. Ismail terbangun karena kaget dari tidurnya pagi ini. Ia membuka pintu kamar dan melihat Zainab berteriak ke sana ke mari. "Aduh, itu Mama kenapa sih pagi-pagi jejeritan?" keluh Ismail.Mata Ismail bertemu dengan Jayadi yang sedang menggeleng-geleng melihat tingkah istrinya."Kenapa sih, Pa?""Kamu tidur di sini, Ismail?"Ismail menjawab Jayadi dengan anggukan."Dari semalam?"Ismail mengangguk lagi."Kenapa semalam nggak langsung kamu periksa tensi darahnya mama kamu?"Ismail tersenyum lebar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia ingat, terakhir tensi darah Zainab terakhir ia periksa adalah satu bulan yang lalu."Pagi, Ma," sapa Ismail.Zainab tidak peduli dengan panggilan putranya, ia tetap berteriak memanggil semua karyawannya untuk berkumpul."Manggilnya sambil tenang dong, Ma. Jangan pakai emosi. Nggak baik lho buat tekanan darah tinggi Mama," rajuk Ismail sambil memijat perlahan bahu Zainab.Satu per satu karyawan rumah itu mulai berdatangan dan berbar
"Kami akan keluar dari rumah ini. Kiran, siapkan anak-anak."Lukman berbicara tanpa memandang ke arah Zainab. Entah kenapa hatinya terasa tersinggung melihat tingkah laku ibunya pagi ini. Penghinaan yang Zainab berikan kepada Kiran, terasa diberikan untuknya.Kiran segera beranjak, keluar dari barisan dan mengajak anak-anak ke kamar mereka masing-masing. Kiran membantu Yoga merapikan barang-barang yang akan dibawa, sedangkan Diandra dan Andika dibiarkan melakukan sendiri.Jayadi membubarkan semua karyawan, meminta mereka kembali bekerja kembali. Ismail segera menuntun Zainab ke kursi karena ia melihat wajah ibunya itu sangat merah."Ma, sabar ya. Atur napasnya dulu, jangan diikutin emosinya. Kita cek tekanan darah Mama dulu ya," ucap Ismail.Jayadi muncul membawa segelas air untuk Zainab dan Ismail segera ke kamar mengambil perlengkapan untuk memeriksa Zainab."Minum dulu, Ma."Jayadi mengusap keringat yang ada di kening Zainab.*****Kiran duduk di kursi belakang bersama Yoga dan Dia
"Pagi, Cantik," sapa Ronald saat melihat Kiran muncul di dapur. Kiran hanya menjawab dengan senyuman."Bikin jus buah buat Yoga ya?" tanya Ronald lagi.Kiran tersenyum sambil mengangguk."Kamu memang pendiam begitu ya, Kiran?"Kiran mengangkat kedua alis saat mendengar Ronald memanggilnya tanpa embel-embel Mbak."Ternyata kamu itu perempuan penuh misteri ya, Ran. Aku jadi penasaran sama kamu."Kiran berbalik badan, membelakangi Ronald.'Kok geli ya ngomong sama dia?' batin Kiran. Ia segera melangkah menuju kulkas.Kiran memilih buah yang menjadi favorit Yoga. Begitu ia selesai, Ronald sudah berada di meja tempat ia biasa membuat jus."Sini aku bantu," ucap Ronald.Kiran tak bisa menolak karena Ronald langsung mengambil buah-buahan yang ada tangan Kiran."Tanpa gula," ucap Kiran mengingatkan."Siap, Bu."Ronald membuat jus buah tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Kiran."Kamu itu cantik, kok mau jadi baby sitter?" tanya Ronald membuat Kiran bingung, apakah kalimat pertanyaan itu
Menaklukkan wanita itu mudah, cukup kuasai pekerjaan yang mereka anggap hanya untuk mereka."Jika kamu dapat menidurinya dalam waktu satu minggu, aku berikan mobil kesayanganku!"Ronald menyeringai saat selesai membaca pesan dalam ponselnya. Tidak sia-sia ia memberikan tempat kepada seorang buronan yang datang kepadanya beberapa bulan yang lalu."Deal," ucap Ronald sambil mengetik kata yang bersamaan di ponselnya.Siapakah yang dimaksud oleh pengirim pesan tadi? Tentu saja Kiran. Kiran adalah salah satu alasan Ronald berada di sini. Awalnya ia tidak menyangka Zainab secara tiba-tiba menghubungi dan memintanya datang ke rumah.Ronald pun datang ke rumah Zainab. Saat itu ia hanya berpikir Zainab akan memintanya memasak untuk acara kumpul-kumpul keluarganya. Namun, ternyata Zainab memintanya untuk bekerja di rumah Lukman.Zainab pun memastikan agar Ronald tidak perlu memusingkan masalah bayaran. Ronald akan mendapatkan gaji dua kali. Gaji dari Lukman dan juga dari Zainab. Selain itu, Za
Satu minggu berlalu dan dirinya tak juga takluk padaku.Mata Ronald selalu mengekori Kiran yang sedang membuat jus untuk Yoga. Kini keinginannya berubah menjadi amarah. Apa kekurangan dirinya dibanding Lukman? Dari usia, jelas dia lebih unggul karena jauh lebih muda dari Lukman. Soal wajah, tak perlu diragukan, darah bule mengalir dari ibunya tentu menjadikan wajah Ronald adalah impian setiap perempuan.Cinta? Ya, mungkin itu yang menjadi penghalang dirinya mendekati Kiran. Ada laki-laki lain dalam hati wanita itu. Ronald jelas dapat melihat wajah Kiran yang begitu mendamba saat memandang Lukman."Sial," umpat Lukman sambil membanting spatula ke dalam wastafel pencuci piring.Baru kali ini ia merasa dirinya sangat menyedihkan. Bahkan saat ini Kiran sama sekali tidak melihat ke arahnya sedikit pun.'Kamu akan aku cicipi, Kiran. Pasti! Malam ini. Apapun caranya.'*****"Tau ga? Kemaren pas kita main basket, aku dengar suara-suara aneh lagi dari paviliun belakang rumah," ucap Andika samb