"Kamu serius mau cerai dengan Mas Abi, Nin? Kamu nggak lagi mabuk kecubung kan?" Amira, teman sekolahku dulu bertanya seraya menatap tidak percaya.
Hari ini aku memang mengajak dia bertemu untuk membahas masalah perceraianku, karena ternyata kakaknya Amiralah yang akan membantuku mengurus masalah itu."Iya, Mir. Aku serius ingin bercerai dengan Mas Abi, tetapi kalau bisa jangan sampai ada yang tahu dulu tentang masalah ini!" jawabku yakin."Why? Kenapa? Seorang Abimanyu, laki-laki alim, sopan, romantis, agamis yang mendekati sempurna malah kamu tinggalkan, Nin? Dia itu porsi lengkap, idaman semua wanita loh? Memangnya kamu mau nyari yang kaya apa lagi?" brondongnya, memuji Mas Abi karena tidak tahu seperti apa aslinya."Ada banyak hal yang membuat aku memutuskan untuk bercerai, Mir!" Punggung ini menyandar di penopang kursi yang terbuat dari kayu jati."Contohnya?" Dua bulat beningnya terus terpantik ke wajah."Apa perlu aku bahaMenyalakan mesin mobil, tujuanku kali ini adalah rumah sakit, sebab Revan sudah memberitahu kalau Zarina hari ini sudah diizinkan pulang ke rumah.Zafran sudah berada di depan kamar inap kakaknya saat aku sampai, membuat diri bisa bernapas lega juga tidak lagi mengkhawatirkannya."Dari mana, Kak? Kenapa nomor kamu selalu berada di luar jangkauan?" tanyaku sambil menatap paras tampannya."Menenangkan diri sebentar, biar otak dan hati saya sedikit tenang!" jawabnya."Bunda minta maaf karena sudah membuat hari-hari kamu menjadi berantakan!""Bunda tidak bersalah!""Itulah alasan mengapa Bunda lebih memilih menyembunyikan masalah Bunda sendiri, supaya tidak menjadi seperti ini. Bunda memilih menggenggam luka ini sendiri tanpa memberitahu kalian bertiga, karena takut mengganggu mental kalian semua. Tolong jangan membenci Bunda, Kak. Kalau kamu marah sama Bunda, ungkapkan saja. Biar Bunda bisa memperbaiki kesalahan Bunda!"Sud
"saya bisa menjadi saksi perselingkuhan Ayah karena saya melihat dengan mata kepala saya sendiri!" ucap Zafran sambil menatapku."Saya juga, Bu Hanin. Karena saya juga mempunyai video pas suaminya Bu Hanin lagi digerebek, dan kayaknya itu bisa dijadikan bukti juga!" sambung Bu RT.Alhamdulillah, semua urusanku sepertinya akan dipermudah. Semoga saja ke depannya tidak akan ada masalah yang lebih besar dari sekarang, sebab rasanya sudah begitu ingin lepas dari belenggu rumah tangga ini.Pendaftaran gugatan cerai sudah selesai, kini tinggal menunggu sidang pertama yang akan diagendakan tidak lama setelah gugatan disetujui oleh majelis hakim.Kini tinggal aku mencari cara agar tetap bisa menghasilkan uang, karena takut Mas Abi tidak lagi menafkahi anak-anak, terutama Zafir karena dia masih butuh biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi, seperti apa yang dia ucapkan tempo hari.Sepertinya aku akan membuka bisnis jual makanan
[Mas, besok Zafir wisuda. Kalau bisa Mas datang, karena biar bagaimanapun dia anak kamu. Jangan patahkan hatinya lagi, sebab Zafir mau kamu mendampingi.]Mengirimkan pesan kepada Mas Abi, memberitahu kalau besok acara wisuda di Sekolah Menengah Atas tempat si bungsu menimba ilmu.Centang dua biru, akan tetapi Mas Abi tidak membalasnya. Tidak masalah, yang penting sudah memberitahu dia.Aku pun segera menyiapkan pakaian yang akan dikenakan besok, juga berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar kuliah di universitas impian anak terakhirku. Semoga Allah mengabulkan doa anakku, bisa mendapatkan universitas favorit seperti yang selama ini diinginkan, supaya lukanya karena ditinggal sang ayah menikah lagi bisa sedikit terobati.Setelah semuanya siap aku segera mengecek keadaan Zafir, sebab setelah tahu Mas Abi telah membagi hati dia lebih sering terlihat menyendiri. Aku harus terus mendampingi dia, menguatkan juga menghibur hatinya supaya tidak terus
Acara wisuda pun telah selesai, kini tiba waktunya sesi foto bersama keluarga.Aku lihat Zafir terus menoleh ke kanan serta kiri, seperti sedang mencari-cari seseorang, dan aku tahu kalau saat ini ia sedang mencari keberadaan sang ayah yang begitu ia tunggu kedatangannya.Sebagai kakak lelakinya Zafran menghampiri, merangkul pundak sang adik lalu membawa dia menghampiri aku dan menyuruhnya untuk sungkeman, sambil mengingatkan kalau dia bisa masuk sepuluh besar karena doaku yang selalu menyertai dirinya.“Jangan terus mengingat orang yang tidak pernah peduli dengan kamu, Dek. Lupakan dia yang telah melupakan kita, anggap saja kalau dia tidak pernah ada di dunia ini!” ucap Zafran sambil menepuk pundak adiknya.Zafir mengangguk patuh, duduk bersimpuh di hadapanku sambil meminta maaf, menangis tersedu meluapkan rasa bahagia sebab bisa lulus dengan nilai yang sempurna, juga mencurahkan rasa sedihnya karena sang ayah terkesan telah melupakan dirinya.
“Sertifikat rumahnya balik nama saja, Bun. Atas nama Zafran atau siapa, jangan nama Ayah!” Mas Abi berkata ketika kami baru selesai membangun rumah yang kami tinggali.“Kenapa harus atas nama anak-anak, Yah? Kenapa enggak atas nama Ayah saja?” tanyaku, sambil melingkarkan tangan di pinggang, disambut kecupan hangat oleh Mas Abi.“Supaya nanti kalau Ayah tiba-tiba khilaf dan berbuat macam-macam setidaknya rumah ini aman, tetap jadi milik kalian!” jawabnya seraya mengusap lembut rambutku yang tergerai.“Kok Ayah ngomong begitu? Memangnya Ayah mau selingkuh? Ayah tega gitu ninggalin Bunda sama anak-anak?”“Itu hanya seumpama, Bun. Kalau Ayah sih insya Allah akan selalu setia sampai mati sama Bunda!”“Makanya jangan ngomong yang macem-macem. Bunda jadi takut kehilangan Ayah kalau begini kan?”“Namanya manusia, Bun. Terkadang godaan datang darimana saja, dan belum tentu Ayah bisa menangkal godaan itu. Makanya untuk jaga-jaga lebih bai
"Assalamualaikum, Bi?" sapa Mas Rendi, sambil mengulurkan tangannya.Ragu, Mas Abi menyambut uluran tangan itu, terlihat salah tingkah, apalagi ketika aku menatap tajam ke arahnya.Awalnya aku hendak memilih langsung pergi, akan tetapi Mas Rendi mencegah, memintaku untuk menemani agar nanti tidak ada prasangka lagi. Dia ingin aku mendengar pengakuan langsung dari Mas Abi."Ka--kamu apa kabar, Ren?" Bahkan ketika menanyakan kabar saja Mas Abi berkata dengan nada terbata, kelihatan sekali kalau saat ini dia merasa takut kepada Mas Rendi."Seperti yang kamu lihat, saya sehat wal afiat!" jawab yang ditanya sambil mengulas senyum. "Omong-omong saya dan Mbak Hanin tidak dipersilakan duduk nih?" "Oh, iya silakan!" Mas Abi semakin terlihat salah tingkah.Dengan senyum terus terkembang di bibir Mas Rendi mendaratkan bokong di kursi rotan yang ada di teras rumah Elfira, pun dengan diriku yang sebenarnya merasa malas jika harus kembali ber
Semua orang tahu seperti apa Mas Abi dulu. Dia sosok lelaki alim, bahkan ketika hendak meminjam uang saja masih berpikir seribu kali, hingga akhirnya memberanikan diri meminjam kepada para sahabatnya, asalkan tidak terjerat pinjaman online maupun hutang riba di bank.Namun, entah mengapa semakin ke sini sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat, kian terlihat tidak berharga di depan semua orang, dan itu berawal dari kedekatannya dengan Elfira yang sempat diamanahkan oleh Restu kepadanya.Sesaat suasana berubah menjadi hening, dan hanya suara helaan napas kami yang terdengar saling bersahutan."Bun, kalau bisa tolong pinjam dulu uangnya untuk membayar hutang Ayah ke Rendi. Insya Allah nanti dalam waktu tiga atau empat hari Ayah kembalikan uang itu, dan Ayah tidak akan lagi mengganggu gugat masalah uang penjualan mobil!" kata Mas Abi memecah keheningan diantara kami."Saya nggak bisa meminjamkan, soalnya uang itu sudah dimasukkan ke dalam
POV Abi."Mas, kamu jangan diam saja. Kamu bilang ke Mbak Hanin supaya dia yang membayar hutang kamu biar barang-barang kita nggak dibawa!" teriak Elfira sambil mengejarku, akan tetapi aku memilih diam, memijat kening yang mendadak berdenyut nyeri.Sejenak kupejamkan mata, mencoba untuk tetap tegar menghadapi segala dera dan coba.Aku yang salah karena sudah berani bermain api. Telah melakukan dosa besar yang mungkin tidak akan pernah diampuni, bahkan gara-gara hubungan terlarang yang kulakukan akhirnya harus terlilit hutang dimana-mana.Bukan karena pandemi melanda restoran sering kekurangan modal, tetapi uang yang aku dapat terlalu sering dialokasikan ke Elfira, untuk melakukan hal-hal yang bersangkutan dengan dosa sehingga Allah mungkin merasa murka dan memberikan teguran dengan cara membuat restoran yang aku kelola menjadi sepi pengunjung dan hampir kehabisan modal.Hingga akhirnya terpaksa menebalkan wajah, meminjam uang kepada teman-teman dengan alasan restoran sepi setelah pand