Sebuah pelukan mengetat di sekeliling tubuhnya saat akhirnya mereka berhasil menerobos kerumunan pers dan masuk ke flat kecil Misha. Sepertinya Misha tidak akan bisa tidur malam ini."Aku akan menjagamu tetap aman," bisikan lembut mengendurkan ketegangan Misha."Aku takut," bisik gadis itu.Andreas tersenyum lembut ke arahnya tanpa melepas pelukannya yang hanya dibiarkan melonggar saja."Kau sudah tidak aman di tempat ini. Aku ingin kau berada di tempat yang aman bersamaku." Mata biru Andreas menatap dengan intens ke arah Misha yang terlihat gelisah. "Tidak, aku tidak mau hidupku terlalu dekat denganmu," jawab Misha agak ketus.Andreas tersenyun tipis. Perlahan dia mendekatkan wajahnya ke samping Misha. Hembusan napas beraroma mint samar membuat Misha nyaris menoleh."Terlambat. Hidupmu sudah terikat denganku." Andreas mendekap tubuh Misha dan memeluknya erat sekali lagi."Jangan terlalu yakin, karena aku tak ingin terikat dengan siapapun." Ujar Misha, lalu melepas pelukan pria itu b
"Ya Tuhan, Howard!" Misha melompat seketika ke pelukan seorang pria tinggi berambut pirang gelap yang muncul pagi-pagi di depan pintunya.Senyum miring khas sahabatnya sejak kecil itu membuat Misha berkaca-kaca karena terlalu bahagia."Kau pulang, dan tidak memberitahuku sama sekali," Misha mendelik kesal ke arah teman terbaiknya itu."Kau lebih cantik di foto, Mish." Seulas senyum tipis aneh dari Howard membuat Misha tertegun."Apa maksudmu?" tanya gadis itu kebingungan.Howard mengembuskan napas panjang, lalu masuk tanpa permisi ke apartemen Misha yang terbuka."Kau memaksaku untuk pergi dari Harry dan sekarang berpindah ke selebritis kaya? Kau memang bukan main." ucap Howard dengan kernyitan tak suka.Misha terhenyak mundur dan menatap sahabatnya dengan wajah pucat. "Kenapa kau bicara begitu, Howard? Aku tidak melakukan apapun!" desis Misha tak terima.Dia sangat bahagia karena kepulangan temannya itu, tapi tiba-tiba Howard berkata tidak masuk akal. Misha mengerutkan keningnya me
Misha tertidur karena kelelahan. Gadis itu terbaring meringkuk di lantai marmer ruangan bekas kamar ibu Andreas yang sedang dibersihkannya.Andreas berjalan mendekat lalu berjongkok di dekat gadis itu. Dia lalu mengamati Misha yang terlihat lelap seolah lupa tempatnya berada. Keringat lembab terlihat di kening dan rambut kemerahan gadis itu. Tanpa sadar, Andreas mengulurkan tangannya mengusap kening Misha."Harusnya kau tidak bekerja berlebihan," gumam Andreas pelan. Mata biru kelam pria itu menyorot lembut menatap gadis yang berniat dihancurkan nya. Sekelumit perasaan sesal disertai cubitan rasa bersalah membuat Andreas mematung dengan tangan masih mengusap rambut gadis itu yang terasa basah."Kenapa harus kau, Misha? Rasanya jadi begitu sulit," gumam pria itu lirih.Misha menggeliat, lalu membuka matanya perlahan. Sepasang mata sebiru samudra menatap Andreas dengan linglung."Andre," ucap Misha dengan suara mengantuk.Andreas menarik napas tajam mendengar namanya dari bibir Misha.
"Ada cemilan manis di kamarmu," bisik Louis Soute saat Andreas pamit istirahat di malam pestanya yang hedonis dan ramai itu."Kau tidak berubah. Sudah kubilang, kalau aku tidak suka perempuan." Andreas tersenyum miring ke arah partner bisnis keluarganya itu.Louis tertawa terbahak-bahak seraya menepuk pundak anak tunggal kawan lamanya itu."Yah, kau tidak berharap aku percaya kan? Kurasa tidak dengan beritamu akhir-akhir ini," ujar pria paruh baya berdarah Perancis itu dengan senyum mengejek.Andreas tergelak, lalu menunduk dengam sedikit salah tingkah. Ya, beritanya dengan Cinderella berambut merah sedang santer di kalangan bisnisnya. Dan jelas, Andreas tidak terlalu keberatan dengan gosip yang memang sengaja dibuat itu.Andreas pergi meninggalkan pesta beberapa menit setelahnya. Rasa bosan pada hingar bingar pesta hedon itu membuatnya lelah bahkan tanpa melakukan apapun. Jadi wajah tampannya terlihat lega saat akhirnya sampai di depan pintu kamar untuknya.110Dia membuka pintu dan
Misha memucat melihat kakak perempuan yang ingin dia lupakan malah muncul di apartemennya kali ini."Bagaimana kau menemukanku?" desis Misha dengan marah. Miranda tersenyum sinis tanpa menjawab, lalu membuka jaket jeans yang dikenakannya dengan santai. Di baliknya dia mengenakan tank top putih ketat yang jelas menunjukkan bentuk dadanya yang tidak memakai bra."Mira, pakaianmu membuatku malu," gerutu Misha sambil melirik tak nyaman kepada Andreas.Miranda terbahak dan memandang adiknya dengan mengejek."Tak usah malu. Lagipula Andreas sudah melihatku telanjang, oh bahkan menyentuhku juga." sinis Miranda dengan kedipan licik ke arah Andreas.Misha tersentak ke arah Andreas dengan wajah pucat. Mata birunya langsung menunjukkan sorot terluka yang membuat Andreas serasa ingin mencekik Miranda yang berbicara seenaknya."Kau sudah selesai?" tanya Andreas dengan nada begitu dingin ke arah Miranda.Pria itu terlihat sedang menahan emosinya saat ini.Kakak kandung Misha itu terkikik dengan ta
"Cari informasi lengkap mengenai Miranda Doner. Aku ingin tahu di mana dia tinggal, siapa mucikari hingga lingkungannya!" Andreas memberikan sebuah perintah tegas pada seseorang yang dihubunginya."Anak Stevan bukan cuma Misha. Aku akan melakukan hal yang sama pada keduanya," Andreas nyaris berbisik pada lawan bicara di ponselnya.Misha yang melihat pria itu menjauh dan terlihat sibuk dengan ponselnya mengernyit penasaran.'Harusnya dia tak di sini jika banyak pekerjaan,' Misha membatin dengan tak enak.Tak lama, Andreas terlihat menyimpan ponselnya dan kembali membantu Misha yang masih mengemasi sisa barang yang akan dibawanya ke rumah pria itu esok hari. Misha diam-diam melirik Andreas yang sedang membantunya sejak beberapa jam lalu hingga tak terasa sekarang sudah hampir malam hari . Untung barangnya tak banyak perabot yang besar dan sulit dibereskan, hingga tidak membuatnya harus repot menyewa truk.Dalam keheningan, Misha menyelami perasaannya untuk laki-laki itu. Ada debaran y
Sesuatu yang mirip rasa takut membuat Andreas nyaris mencengkram kemudinya sekencang mungkin. Dia sudah berkeliling di sekitaran perkakas 24 jam yang dikunjungi Misha awal malam kemarin. Dan tidak ada apapun yang ditemukannya."Maxwell! Aku berhasil mendapat rekaman cctv dari sebuah kedai pizza yang berada di sebrang tempat Misha berada sebelumnya." Alan datang dengan wajah serius dan napas terengah-engah.Andreas bergegas keluar dari mobilnya."Apa yang kau lihat di rekamannya?" tanya Andreas dengan gusar.Alan terdiam. Bukannya menjawab, dia malah memandang sepupunya dengan gelisah."Andre, kau tidak..." Alan menghentikan ucapannya saat melihar sorot murka di mata sepupunya."Tidak! Aku tidak melakukan apapun yang bisa membuatnya celaka, Xavier!" desis Andreas dengan kesal. Alan mengangguk lega tanpa berkomentar. Ya, dia akan berusaha percaya pada sepupunya itu. Bagaimana pun Andre tidak akan sejahat itu pada Misha."Ada 2 orang yang membawa Misha dari cctv yang kulihat," Alan seol
Andreas berlari menuju rumah sakit dengan hati yang berat. Setiap detik terasa sangat lama baginya. Apalagi melihat Misha malah terlihat semakin pucat selama perjalanan tadi.Saat dia tiba di rumah sakit, dia segera menuju ruangan baru tempat Misha dirawat. Wanita itu sempat dalam kondisi kritis akibat racun yang dikonsumsinya. Setelah mendapat penanganan serius beberapa jam, akhirnya dokter memindahkannya ke sebuah ruang ICU yang justru menambah kecemasan Andreas pada kondisi gadis itu."Aku akan masuk," ujar Andreas pada perawat perempuan yang berjaga."Tidak bisa, Mr. Maxwell. Kondisinya tidak baik saat ini," jawab si perawat dengan tegas."Tunggu selama 1 jam. Jika dia stabil, aku akan meminta izin khusus agar kau bisa masuk ke sana," lanjut perawat itu dengan senyum ramah.Andreas mengalah dan duduk di depan ruangan itu tanpa mengeluh lagi.Sekitar 2 jam setelahnya, setelah mendapat izin khusus Andreas diizinkan masuk dengan didampingi seorang petugas medis. Akhirnya dia bisa meli