"Yah! Dapat, siapa suruh kamunya bodoh Kiana …"Joan tertawa puas mendapati kunci motor Kiana tergeletak di sofa ruang tamu, ia lalu berjalan menuju area kolam renang membuang kunci itu ke dalam kolam dengan bangga.
"Ups … jatuh, kasihan sekali kunci motor Kiana," Joan memandangi kunci motor Kiana yang perlahan tenggelam ke dasar kolom, Kiana tidak akan bisa mengambil kunci itu. Dia mana bisa berenang."Selesai sudah masalah pagi ini,"Joan kembali ke dalam dengan senyum puas, menunggu Kiana di ruang tamu, ia penasaran dengan reaksi Kiana jika mengetahuinya. pasti gadis itu akan mengamuk."Loh, kenapa kamu nunggu? Aku kan sudah bilang, aku tidak mau berangkat dengan kamu. Joan Hendra Setiawan …"Kiana menggaruk-garuk tekuknya, merasa kesal dengan sikap Joan."Memangnya aku iyakan permintaan kamu? Perasaan tidak,"jawab Joan dengan santai sembari memakai kacamata hitamnya."Arghh, minggir! Aku mau ambil kunci motor,"KiKiana terdiam sesaat lalu menarik nafas dalam-dalam." Aruna itu singkatan dari nama ku dan Arun, laki-laki yang pertama kali kusukai sewaktu SMA dulu,"jawaban Kiana membuat ekspresi Joan berubah datar, ekspresi yang hampir sayu. Joan berusaha menahan kepedihan hatinya. "Arun teman kita yang meninggal karena kangker? Karena apa? apa dia lebih tampan? atau lebih baik dari lelaki manapun yang pernah kamu temui?"Joan kembali melayangkan pertanyaan pada Kiana, menatapnya penuh pertanyaan. Bagaimana bisa gadis itu tetap mencintai sosok lelaki yang bahkan sudah tidak ada di dunia ini. bagaimana bisa perasaanya itu masih ada meski wajah lelaki yang ia sukai sudah tertutupi tanah.senyum mengembang di wajah Kiana, raut wajahnya berubah ceria."Karena dia laki-laki yang kuat dan hebat, aku menyukai senyum dan tawanya, aku menyukai sikapnya yang tak pernah memperlihatkan kalau dia benar-benar sakit. aku menyukai semua tentangnya," perkataan Kiana membuat Joan akhirnya benar-benar bungkam, terliha
"Hai, sudah lama menunggu? Maaf ya, ada sesuatu yang harus ku urus,"ucap Joan lalu mengelus kepala Kiana dengan kasar, membuat rambut gadis itu berantakan."Joan! Sudah, sudah! Rambutku jadi berantakan,"Kiana menghempas tangan Joan dari kepalanya lalu merapihkan rambutnya."Mau cari dress di mana, hm?" Joan melebarkan kakinya Selebar Mungkin untuk menyamakan tingginya dengan Kiana.Kiana menatap Joan dengan kesal."Berhentilah menatapku seperti itu,"Kiana lalu menampar pelan pipi Joan agar berhenti menatapnya, tatapan Joan cukup membuat Kiana salah tingkah. di tambah lagi jika mengingat kata-kata Sena tentang kebodohan Kiana yang hanya menjadikan Joan sebagai seorang sahabat."Kenapa, hm?"Joan terus bertanya pada Kiana yang mulai berjalan lebih dulu, sengaja sekali ingin membuat gadis itu mengamuk."Berhentilah!"Joan tertawa kecil saat berada di samping Kiana, wajah gadis itu sangat menggemaskan jika seda
"Cocok sekali, ayo buruan di ikat pakai cincin. Biar gak di ambil orang,"goda Dena."Hush! Dena, kami di sini mau cari dress yang cocok untuk ke pesta,"celoteh kiana."Oh, kebetulan aku baru saja mendesain baju pasangan untuk acara formal. Baru saja launching," ucap Dena dengan memasang senyum lebar, ia percaya Kiana akan menyukai desain baju terbarunya itu."Coba aku lihat,"pinta Kiana.Dena mengarahkan mereka berdua menuju ruang pribadi miliknya, di sana tampak sebuah gaun yang cukup mencolok. Gaun dengan warna merah maroon dan bagian samping yang terbelah cukup panjang, serta bagian atas yang terbilang seksi."Ini dia gaunnya, ini pasti sangat cocok dengan mu. Untuk jas pria, kau bisa memilih warna yang menurutmu cocok,"jelas Dena dengan wajah sumringah, ia tahu gaun itu pasti akan sangat pas dengan tubuh Kiana yang ramping."Baiklah, aku akan memakai itu. Kau selalu cerdik dalam mendesain gaun-gaun di toko ini, tidak heran jika pengunjung kita terus bertambah. Terimakasih ya," Kia
"Hah, entahlah. Aku rasa tak perlu membahas itu," Joan sudah muak dengan perkataan Kiana tentang persahabatan mereka, setidaknya jangan membuat semuanya terlalu jelas. Joan hanya ingin merasa jika semuanya itu benar, mereka memiliki hubungan spesial lebih dari seorang sahabat.Joan memutar otak mencari topik yang lain, jika membahas itu jawaban Kiana pasti adalah sahabat. semuanya terlalu membosankan baginya ."Kau tidak ingin membuat sebuah foto,"Joan menoleh menatap Kiana penuh harapan, setidaknya mereka punya foto kenang-kenangan."Foto? Foto apa?" Tanya Kiana keheranan sembari mengikat rambut panjangnya."Foto kita dan Jona, setidaknya jika kita tidak berjodoh. Aku bisa menceritakan padanya betapa baiknya kau mau merawat jona," Joan memasang senyum lebar agar Kiana luluh dan mau mengiyakan permintaannya."Boleh, setelah KKN mu bagaimana? Agar aku dan Dena bisa mendesain baju untuk kita terlebih dahulu.""Bagian mama jangan sampai kau lupa, agar Jona juga bisa mengingat betapa milen
Tok! Tok! Tok!Gedoran kencang terdengar dari arah pintu."Kiana, kau ada didalam? Keluar cepat!" Suara teriakan Joan terdengar dari luar, membuat Kiana terkejut."Huh! Anak ini selalu saja mengagetkan , apa suaranya tidak bisa ia rendahkan? Seperti penagih hutang saja," celoteh Kiana dengan ekspresi malas, Joan selalu saja mengganggu ketenangan hidupnya yang berharga."Ya, aku di sini,"sahut Kiana sedikit berteriak."Apa kau melihat hairdryer milikku? Kemarin aku menaruhnya di Rak dekat meja kerjaku," Tanya Joan dengan nada ketus, ia sepertinya sudah punya feeling yang kuat pada Kiana."Ini sedang kupakai, kenapa?,"jawabnya dengan santai tanpa beban, Kiana tidak tahu saja kalau Joan tidak menyukai rambut basah. Lelaki itu merasa rambutnya lengket ketika basah."Kau mencurinya!?"ucapan Joan terdengar sangat nyelekit, seperti baru saja menangkap basah seorang pencuri lalu mengintrogasinya."Tidak, aku hanya memakainya. Sebentar aku kembalikan," Kiana menjawab dengan ekspresi malas, apa
"Joan maunya lauk apa?"Lama Joan menatap berbagai macam lauk, terlalu banyak yang Dania masak. Wajarlah wanita itu sangat hobi mencoba menu-menu baru."Hm, ayam goreng dan sayur sup saja.""Jona juga mau makan ya?" Joan berusaha menghibur Jona yang masih memasang ekspresi lesu, mungkin bayi kecil itu masih mengumpulkan nyawa.Dania tersenyum tipis menatap Joan yang bahkan sudah memancarkan aura seorang ayah yang baik di matanya."Kamu anggap Jona apa?"tanya Dania dengan suara pelan membuat Kiana langsung menoleh dengan memgeriyitkan keningnya."Anak adopsi,"jawab Joan singkat."Kau menganggapnya sebagai adik?"tanya Dania sekali lagi kini memasang ekspresi datar.Mendengar itu Joan tersenyum tipis lalu mencium lembut kepala Jona."Joan lebih suka memanggilnya putri kecil daripada adik kecil," ucapnya lalu kembali menoleh menatap Dania."Joan … ayo ke KUA sekarang, mama mau kamu jadi menantu mama! Ayo cepat, atau mama bawakan penghulunya kesini. Nanti resepsinya habis wisuda saja,"ucap Da
Alen : bagaimana hubungan mu dengan Joan? Semakin Baik-baik saja, kan?Sebenarnya maksud dari pertanyaan Alen itu adalah sebaliknya, Alen berharap hubungan Kiana dan Joan masih buruk. agar Kiana tidak datang bersamaan dengan Joan, setidaknya ia bisa langsung menuntun Kiana ke area belakang dengan lancar tanpa hambatan. Kiana : Iya sangat baik-baik saja, kami baru belanja dress code untuk di pakai ke pesta ulang tahunmu nanti. Ekspresi Alen berubah drastis, rahangnya mengeras berusaha menahan emosi."Sialan! Bagaimana caranya menghancurkan setan itu!" Alen memecahkan cermin yang ada di kamarnya dengan satu tinjuan, tangannya berubah merah dengan serpihan cermin yang melukai tangan kekarnya.Ia langsung membuang ponselnya dengan kasar, setelah itu melonggarkan kerah bajunya.Beberapa pekerja di rumah Alen hanya bisa menatap penuh ketakutan, tak ada satupun yang berani mendekati lelaki tampan itu yang dalam keadaan emosi meledak-ledak seper
"Mama takut tidur sendirian di rumah kamu,"ucap Kiana memasang ekspresi memelas agar Joan mengasihaninya.Joan menghela nafas dalam-dalam, sebenarnya ia tak mau lagi ada adegan tubuhnya dan Kiana berjarak sangat dekat."Jona belum tidur, mama bisa bawa dia ke kamar Kiana,"tegas Joan penuh harapan, tolong jangan suruh dirinya untuk menggendong tubuh Kiana bak seorang pasutri baru."...."Dania tak merespon, ia berusaha memikirkan sesuatu."jadi Joan tetap pindahkan Kiana?"tanya Joan sekali lagi, jika menunggu Dania selesai berpikir. Malah memakan waktu yang cukup lama dan pasti jawaban wanita paruh baya itu akan tetap sama."Iya, tolong ya?"pinta Dania dengan suara lembut.Joan akhirnya mengalah, hal begitu saja menjadi pikiran berat untuk Dania. Wanita paruh baya itu memang tak berniat untuk mengubah keputusannya jika sudah tepat.Dengan perasaan resah dan detak jantung yang semakin kencang, Joan perla