Anera yang baru saja menyajikan makanan di meja langsung menoleh ke arah pintu begitu dia mendengar pintu apartemen terbuka lalu tertutup kembali. Senyumnya merekah saat dia melihat Kanisa baru saja pulang kerja. Wanita itu terlihat kelelahan, wajahnya bahkan terlihat kusut dan layu seolah bunga yang kekurangan air.
“Akhirnya kau pulang juga, bagaimana dengan kerja pertamamu di sini?” tanya Anera dengan antusias menghampiri Kanisa.
Kanisa tersenyum, “Lumayan menyenangkan tapi juga melelahkan,” jawab Kanisa sambil melepaskan sepatu dan kaos kaki yang dikenakannya, lalu menaruh semua itu di rak sepatu yang berada di sudut tidak jauh dari pintu.
“Kau sudah masak, padahal kau tunggu saja aku. Biar aku yang masak,” ucap Kanisa menatap meja makan yang kini sudah penuh di isi oleh beberapa macam masakan, nasi lengkap dengan minumannya.
“Tidak papa, biar aku saja yang masak kau kan pasti cape habis pulang kerja,” balas Aner
“Hei, bagaimana kalau kita hangout ke mall?” ujar Joy menatap teman-temannya.“Boleh, aku sudah lama tidak hangout. Sekalian kita rayakan kedatangan dua teman baru kita ini,” sahut Key tersenyum ke arah Kanisa dan Anera.“Aku setuju saja,” ucap Deana, dia lalu menatap Kanisa dan Anera, “Bagaimana dengan kalian berdua, mau tidak ikut kita ke mall?”Anera mengangguk, “Boleh, bagaimana Kan?” Anera menatap Kanisa.Kanisa pun balas menatapnya, “Maaf yah, kayaknya aku tidak bisa ikut dengan kalian. Aku harus bekerja,” jawab Kanisa membuat Anera langsung ingat kalau Kanisa tidak bisa main dengan bebas karena Kanisa harus bekerja.“Kau bekerja?” ucap Key yang langsung diangguki oleh Kanisa.“Jadi gimana, tidak jadi dong?” ucap Deana.“Kenapa tidak jadi, kalau kalian mau main silahkan saja tidak perlu memikirkan aku,” balas Kanisa.“Tapi Kanisa tidak seru ka
Kanisa keluar dari kamar mandinya, wanita itu terlihat sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Pandangan Kanisa pun jatuh pada ponsel jadul yang tergeletak di atas nakas yang berada di samping tempat tidurnya. Kanisa melangkah ke sana lantas mengambil ponsel jadul itu, memeriksa apakah ada pesan balasan dari ibunya. Tapi sesaat kemudian Kanisa mendesah kecewa karena tidak ada pesan balasan apa pun dari ibunya.“Sebenarnya apa yang sedang terjadi di sana, kenapa ibu tidak kunjung membalas pesanku juga, bahkan ayah dan juga Sesa juga sama. Sama-sama sulit dihubungi,” gerutu Kanisa. Kanisa tidak akan pernah merasa tenang dan lega selama dirinya belum juga mendapatkan kabar dari keluarganya di sana, apakah mereka baik-baik saja?“Kanisa! Apa kau sudah siap, kalau sudah ayo kita sarapan dulu sebelum berangkat sekolah. Kali ini kak Billy loh yang masak!” teriak Anera dari luar pintu kamar Kanisa.Kanisa
Di tengah malam yang tampak tidak terlalu ramai itu, Kanisa terlihat berjalan dipinggiran trotoar, mengutak-ngatik ponselnya. Berkirim pesan dengan Sesa sang adik, sesekali Kanisa tersenyum saat membalas pesan adiknya itu hingga tiba-tiba saja rasa sakit itu terasa di tengkuk kepala Kanisa ketika benda keras itu memukulnya. Kanisa pun oleng namun beberapa orang berpakaian hitam langsung menangkap Kanisa dan memasukan Kanisa ke dalam van hitam sebelum kemudian mereka pun membawa Kanisa pergi dari sana. Meninggalkan ponselnya yang jatuh di tanah, menampilkan nada dering dari Sesa sayangnya panggilan adiknya itu tidak akan pernah diangkat oleh Kanisa.***Di apartemen, Anera berkali-kali menghubungi Kanisa namun wanita itu tidak kunjung menjawab panggilannya juga membuat Anera menggigit jempolnya dengan gelisah sesekali dia juga menatap pintu apartemen dihadapannya.“Ck, kenapa Kanisa tidak kunjung menjawab panggilanku
Sekali lagi Kanisa terbangun dan mendapati dirinya berada di tempat asing. Namun bedanya kali ini Kanisa tidak terikat di kursi, dirinya sudah berbaring disebuah tempat tidur yang empuk. Luka di pipi dan bahunya tampak juga sudah diobati dan diperban. Kanisa pelan-pelan bangkit terduduk. Kejadian yang sempat dia lalui waktu itu kembali bermunculan di kepala Kanisa membuat tubuh Kanisa kembali bergetar.“Dia, dia kembali,” cicit Kanisa terdengar begitu ketakutan saat wajah dari sosok laki-laki itu kembali menyeruak memenuhi pikirannya sampai rasanya Kanisa ingin menghilang saja dari bumi dari pada harus kembali dipertemukan dengan laki-laki itu.“Aku harus pergi dari sini. Aku tidak boleh lebih lama dekat dengannya, tidak lagi.” Kanisa menggelengkan kepalanya berulang kali dengan air mata yang entah sejak kapan sudah kembali mengalir melewati kedua pipinya hingga Kanisa merasa perih pada luka yang masih basah di pipinya itu karena terkena tetesan air
Dengan hati-hati Marl membaringkan Kanisa di atas ranjang kamar tamunya. Seorang wanita tidak lama kemudian datang.Marl menatap wanita itu, “Periksa dia, pastikan dia tidak papa dan ganti pakaiannya,” perintah Marl dengan tegas.Tanpa tanpa protes wanita itu mengangguk. Marl pun segera keluar dari sana membiarkan Dewi dokter pribadinya menangani Kanisa di dalam sana.Marl menghela nafas panjang malam ini dia cukup merasa kelelahan setelah bertarung melawan kurang lebih empat puluh orang penjaga plus Regilou jadi empat puluh satu dan Marl melakukan semua itu tanpa bantuan sama sekali karena waktu itu Marl tidak punya banyak waktu untuk meminta bantuan kepada anak buahnya yang lelet seperti siput. Untungnya Marl masih bisa menyelematkan Kanisa sebelum wanita itu terluka semakin jauh, tapi yang membuat Marl heran adalah kenapa Regilou menculik dan berbuat senekad itu kepada Kanisa.“Sebenarnya ada hubungan apa m
Selesai sarapan dan mandi Kanisa pun mengambil pakaian ganti yang katanya sudah dipersiapkan oleh Marl. Awalnya Kanisa tidak percaya, tapi Marl ternyata tidak bercanda, seperti yang dikatakan laki-laki itu tadi, dia benar-benar sudah menyiapkan pakaian cadangan untuk Kanisa dan entah bagaimana bisa laki-laki itu tahu ukuran bajunya. Begitu Kanisa mengenakan pakaian tersebut, pakaian itu terasa sangat pas di tubuh Kanisa tidak longgar mau pun ketat benar-benar pas.Tidak ingin ambil pusing soal masalah pakaian itu Kanisa pun memutuskan keluar dari kamar yang sempat di tempatinya itu. Hari ini dia harus secepatnya pulang kalau tidak Anera pasti akan semakin mencemasnya mengingat semalam Kanisa tidak memberikan kabar apa pun kepada gadis itu.“Mau kemana kau.”Langkah Kanisa seketika berhenti saat dia melihat Marl berjalan ke arahnya.“Tentu saja pulang, memangnya kemana lagi,” jawab Kanisa.
“Aku tidak yakin para polisi itu bisa menangkap Regilou, dia itu pintar dan licik kak. Dia bisa lolos dengan mudah dari para polisi itu,” balas Kanisa.“Kau tahu nama penculik itu, apa kau juga melihat wajahnya?”“Ya, dia itu mantan kekasihku kak.”“Oh astaga, jadi yang sudah menculikmu itu mantan kekasihmu sendiri,” ucap Billy tidak percaya.Kanisa mengangguk.“Aku pikir Tendero yang sudah menculikmu, aku benar-benar panik sekali waktu itu,” ungkap Billy.“Kakak tidak perlu cemas, sudah cukup kalian berdua banyak terlibat dalam masalahku. Kali ini aku tidak akan membiarkan kalian berdua ikut terseret lagi ke dalam masalahku, aku akan menyelesaikan masalahku dengan Regilou sendiri.”“Kau yakin bisa menangani dia sendirian Kanisa?” tanya Billy menatap Kanisa dengan tatapan tidak yakin. Kanisa sendiri sebenarnya tidak yakin apakah dia bisa menangan
3 bulan berlalu...Pagi ini Kanisa bertugas untuk berbelanja bulanan karena persediaan di apartemen sudah mulai habis. Anera tidak bisa ikut bersamanya karena gadis itu masih ada jadwal pemotretan bersama temannya Billy jadilah Kanisa pergi sendiri untuk berbelanja kebutuhan mereka berdua.Sambil membawa keranjang belanjaan, tangan Kanisa sibuk mengambil beberapa bahan makanan, sayuran, rempah-rempah hingga buah. Kanisa juga tidak sembarangan memilih bahan-bahan makanan, dia memilihnya dengan teliti dan baik. Jika bahanya kurang bagus atau terlalu mahal maka Kanisa tidak akan jadi membelinya dan akan memilih yang lain.Sudah hampir setengah jam Kanisa berputar-putar mengelilingi setiap rak-rak.Mata Kanisa berhenti di salah satu stand daging sapi yang sudah dipotong dan dikemas dengan rapih. Dia pun memilih dua kemasan daging sapi itu dan membandingkannya mana yang lebih baik serta melihat harganya.