Kanisa menatap bosan televisi dihadapannya, sesekali Kanisa terlihat melirik ke arah pintu berharap Tendero akan muncul dari sana.
Kanisa cemberut, menghembuskan nafas panjang sembaring menyenderkan kepalanya pada sopa. Dia benar-benar merasa bosan sekaligus merasa kesal juga.
“Dari tadi saya perhatikan nona terlihat bosan dan terus menatap ke arah pintu,” celetuk Netra menghampiri Kanisa, “Nona sedang menunggu tuan?”
Kanisa melirik malas pada Netra, “Tidak,” balasnya membuat Netra yang mendengarnya tersenyum kecil.
“Iya, nona sedang menunggu kedatangan tuan,” balas Netra.
“Aku bilang tidak. Jangan sok tahu.”
Netra tetap tersenyum kecil, menatap Kanisa dengan sorot geli. Meski Kanisa dengan keras mencoba membantah tebakan Netra tapi ekspresi wajah Kanisa justru terlihat berbanding terbalik dengan per
Tendero membuka kedua matanya, pria itu pun menggeliat dan menguap lebar. Dia lantas bangkit dan mengubah posisinya jadi duduk sembaring menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Tatapan pria itu menyusuri kamar asing yang dia tempati saat ini. Hingga tidak lama kemudian pintu kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut terbuka dan keluarlah seorang wanita cantik dan sexy dari dalamnya. Wanita itu terlihat baru saja selesai mandi.Dia adalah Catarina, wanita semalam yang tidak sengaja Tendero jumpai. Meski Tendero tidak terlalu ingat apa saja yang sudah mereka lalui semalam karena Tendero terlalu mabuk, tapi samar-samar Tendero bisa mengingat kalau semalam dia menyapa Catarina, terlibat perbincangan sebentar dan berakhir ciuman lalu berakhir di kamar. Tanpa perlu mengingat-ngingatnya lagi pun Tendero sudah tahu bagaimana kelanjutan ceritanya, mereka pasti sempat melewati malam panas berdua, apa lagi mengingat kondisi Tendero yang setengah telanjang, hanya m
Kanisa menghela nafas, menatap bosan keluar jendela. Saat ini Kanisa sedang duduk di kusen jendela kamarnya, menatap pemandangan yang disuguhi dihadapannya, sudah hampir 35 menit Kanisa berdiam diri di sana dan dia mulai merasa bosan.Kanisa mempout bibirnya, dia pun bangkit berdiri dan pergi menuju ranjang dan merebahkan dirinya di atas kasur. Sungguh Kanisa merasa bosan dan tidak tahu harus melakukan apa pun. Kanisa menatap langit-langit kamarnya, entah sudah berapa lama dirinya mendiami kamar tersebut yang jelas sudah sangat lama sekali.“Aku rindu suasana luar, kira-kira bagaimana keadaan keluargaku dan Anera yah,” gumam Kanisa kemudian mengubah posisi berbaringnya jadi menyamping ke arah kanan.Kedua matanya terlihat mengedip lembut, Kanisa kembali menghela nafas hingga tiba-tiba saja Kanisa langsung bangkit dari posisi tidurnya begitu dia mendengar suara deru mesin mobil dari luar mansion,
Kanisa mengetuk pintu ruang kerja Tendero dengan perasaan gugup, awalnya tidak ada sahutan apa pun dari dalam ruangan tersebut membuat Kanisa semakin gugup, tapi ketika Kanisa kembali mengetuk pintu dihadapannya itu akhirnya suara seruan dari dalam terdengar di mana Tendero menyerukan kata masuk. Kanisa pun akhirnya membuka pintu itu dengan gerakan pelan seiring dengan detak jantungnya yang berdetak hebat. Saat pintu sudah terbuka lebar, Kanisa bisa melihat sosok Tendero yang tengah sibuk bekerja di depan layar komputernya, pria itu tidak menoleh kepada Kanisa sedikit pun karena Tendero tidak sadar dengan keberadaan Kanisa sekarang ini.Kanisa menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara beraturan, berusaha mengendalikan dirinya. Setelah itu Kanisa pun berjalan masuk ke dalam dan menutup pintu di belakangnya, Kanisa sudah memutuskan berdamai dengan Tendero setelah semalaman penuh Kanisa merenuningnya.Setiap langkah yang Kanisa ambil hing
“I miss u baby,” ucap Tendero. Memeluk Kanisa dari belakang, Kanisa yang sedang menyiram tanaman di belakang mansion terlihat kaget dengan kedatangan Tendero yang tiba-tiba. “Kenapa kamu yang nyiram tanamannya. Para pelayan yang sudah aku kasih tugas memangnya pada kemana, enak banget mereka nggak kerja dan malah biarin kamu kerja sendiri.” Tendero melepaskan pelukannya, sebelah tangannya meraih selang dari tangan Kanisa dan menyingkirkannya. “Ck, ganggu aja sih.” “Kamu nggak boleh kerja baby, nanti kamu kecapean. Lagian di mansion kan banyak pelayan, kamu tinggal suruh-suruh mereka aja.” Kanisa menghela nafas, menatap Tendero dengan jengkel. “Aku yang mau kerja, lagian cuman nyiram tanaman nggak bakalan bikin aku cape!” Tendero menggelengkan kepalanya, “Tetep aja, kamu nggak boleh kerja!” Kanisa cemberut saat Tendero menari
“Kita mau kemana?” tanya Kanisa, menoleh pada Tendero yang sedang menyetir di sebelahnya.Tendero tersenyum melirik sekilas pada Kanisa dan kembali fokus menatap jalanan di depan.“Acarannya akan dimulai nanti malam, sekitar jam 8. Makannya sebelum kita pergi ke pesta, aku akan membawamu ke mall dan kelinik kecantikan terlebih dulu. Selama ini kamu sudah terlalu lama diam di mansion dan tidak jalan-jalan keluar selain disekitar halaman mansion. Makannya, sekarang kamu boleh belanja dan mempercantik dirimu, sepuas yang kamu mau.”“Tapi bukankah kita sudah sepakat akan pergi jalan-jalan seusai pesta nanti malam?”“Mumpung sekarang masih ada banyak waktu, kenapa tidak dimanfaatkan. Setelah pesta nanti kita juga akan jalan-jalan lagi ke tempat-tempat yang kamu inginkan.”Tendero meraih tangan Kanisa yang berada di pangkuan wanita
Tendero terlihat bercakap-cakap dengan beberapa rekan kerjanya termasuk orang yang memiliki pesta. Sementara itu Kanisa yang merasa kelelahan dan tidak sanggup terus berdiri memilih duduk di sopa yang tersedia di salah satu pojok ruangan sambil memerhatikan sekelilingnya yang ramai. Kanisa sendirian di sana mengingat dia tidak kenal apa lagi akrab dengan siapa pun yang hadir di acara pesta mewah tersebut. Meski tadi Tendero sempat memperkenalkan Kanisa pada beberapa istri atau kekasih dari rekan kerjanya tapi Kanisa belum bisa langsung akrab dengan mereka, terlebih banyak wanita yang hadir di acara pesta tersebut memandang Kanisa dengan tatapan tajam seolah sedang menghakiminya.“Sepertinya ini memang resiko berhubungan dengan seorang yang memiliki jabatan penting dan terkenal macam Tendero,” gumam Kanisa berusaha pasrah dengan keadaan yang sedang dia jalani sekarang ini.Menghela nafas, Kanisa melirik seorang wanita yang d
Kanisa duduk termenung ditepi kolam renang, merenungkan kejadian kemarin yang menimpahnya lebih tepatnya dia memikirkan Ivana dan juga kaata-kata wanita itu. Meski Kanisa berusaha keras untuk tidak perduli terhadap wanita itu dan setiap perkataanya tapi tetap saja kata-katanya itu seperti mantra sihir yang sudah melekat di kepala Kanisa.Kanisa menghela nafas, mengambil gelas berisikan jus jeruk di meja yang ada di sampingnya dan meminumnya.“Apa wanita itu yang sudah memberikanku obat perangsang, bodoh. Kenapa juga waktu itu aku bisa terkecoh dengannya andai saja aku lebih waspada dan memperhatikan gerak-geriknya kejadian memalukan seperti itu pasti tidak akan terjadi,” gerutu Kanisa, tidak lama kemudian wajah wanita itu pun berubah tersipu dan tampak merona saat kembali mengingat kejadian kemarin malam yang dia lewatkan bersama Tendero.Kanisa mendesah, mengusap wajahnya berusaha mengenyahkan ba
“Pokoknya hari ini kamu nggak boleh pergi kerja, aku nggak mau sendirian di rumah!” kukuh Kanisa bergelanjut manja di tangan Tendero. Tendero yang menghadapi tingkah manja dan kekanak-kanakan Kanisa hanya bisa elus dada dan memijit keningnya.“Tapi sayang, hari ini aku ada pekerjaan penting. Please, ngertiin aku yah.” Tendero berusaha membujuk Kanisa, “Lagi pula kamu nggak sendirian kok di rumah, masih ada para pelayan dan penjaga, Netra dan bibi Elsa juga ada, mereka bisa jagain kamu dengan baik. Percaya deh.”Seketika Kanisa melepaskan tangan Tendero, wanita itu terlihat kesal.“Ya udah sana pergi gih, tapi jangan harap malam ini kamu bisa tidur sama aku!” ucap Kanisa dengan mutlak, wanita itu pun pergi ke kamarnya dan membanting pintu kamar dengan keras membuat Tendero terkejut kemudian menghela nafas lagi, “Sabar.”“K