Kanisa mengetuk pintu ruang kerja Tendero dengan perasaan gugup, awalnya tidak ada sahutan apa pun dari dalam ruangan tersebut membuat Kanisa semakin gugup, tapi ketika Kanisa kembali mengetuk pintu dihadapannya itu akhirnya suara seruan dari dalam terdengar di mana Tendero menyerukan kata masuk. Kanisa pun akhirnya membuka pintu itu dengan gerakan pelan seiring dengan detak jantungnya yang berdetak hebat. Saat pintu sudah terbuka lebar, Kanisa bisa melihat sosok Tendero yang tengah sibuk bekerja di depan layar komputernya, pria itu tidak menoleh kepada Kanisa sedikit pun karena Tendero tidak sadar dengan keberadaan Kanisa sekarang ini.
Kanisa menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara beraturan, berusaha mengendalikan dirinya. Setelah itu Kanisa pun berjalan masuk ke dalam dan menutup pintu di belakangnya, Kanisa sudah memutuskan berdamai dengan Tendero setelah semalaman penuh Kanisa merenuningnya.
Setiap langkah yang Kanisa ambil hing
“I miss u baby,” ucap Tendero. Memeluk Kanisa dari belakang, Kanisa yang sedang menyiram tanaman di belakang mansion terlihat kaget dengan kedatangan Tendero yang tiba-tiba. “Kenapa kamu yang nyiram tanamannya. Para pelayan yang sudah aku kasih tugas memangnya pada kemana, enak banget mereka nggak kerja dan malah biarin kamu kerja sendiri.” Tendero melepaskan pelukannya, sebelah tangannya meraih selang dari tangan Kanisa dan menyingkirkannya. “Ck, ganggu aja sih.” “Kamu nggak boleh kerja baby, nanti kamu kecapean. Lagian di mansion kan banyak pelayan, kamu tinggal suruh-suruh mereka aja.” Kanisa menghela nafas, menatap Tendero dengan jengkel. “Aku yang mau kerja, lagian cuman nyiram tanaman nggak bakalan bikin aku cape!” Tendero menggelengkan kepalanya, “Tetep aja, kamu nggak boleh kerja!” Kanisa cemberut saat Tendero menari
“Kita mau kemana?” tanya Kanisa, menoleh pada Tendero yang sedang menyetir di sebelahnya.Tendero tersenyum melirik sekilas pada Kanisa dan kembali fokus menatap jalanan di depan.“Acarannya akan dimulai nanti malam, sekitar jam 8. Makannya sebelum kita pergi ke pesta, aku akan membawamu ke mall dan kelinik kecantikan terlebih dulu. Selama ini kamu sudah terlalu lama diam di mansion dan tidak jalan-jalan keluar selain disekitar halaman mansion. Makannya, sekarang kamu boleh belanja dan mempercantik dirimu, sepuas yang kamu mau.”“Tapi bukankah kita sudah sepakat akan pergi jalan-jalan seusai pesta nanti malam?”“Mumpung sekarang masih ada banyak waktu, kenapa tidak dimanfaatkan. Setelah pesta nanti kita juga akan jalan-jalan lagi ke tempat-tempat yang kamu inginkan.”Tendero meraih tangan Kanisa yang berada di pangkuan wanita
Tendero terlihat bercakap-cakap dengan beberapa rekan kerjanya termasuk orang yang memiliki pesta. Sementara itu Kanisa yang merasa kelelahan dan tidak sanggup terus berdiri memilih duduk di sopa yang tersedia di salah satu pojok ruangan sambil memerhatikan sekelilingnya yang ramai. Kanisa sendirian di sana mengingat dia tidak kenal apa lagi akrab dengan siapa pun yang hadir di acara pesta mewah tersebut. Meski tadi Tendero sempat memperkenalkan Kanisa pada beberapa istri atau kekasih dari rekan kerjanya tapi Kanisa belum bisa langsung akrab dengan mereka, terlebih banyak wanita yang hadir di acara pesta tersebut memandang Kanisa dengan tatapan tajam seolah sedang menghakiminya.“Sepertinya ini memang resiko berhubungan dengan seorang yang memiliki jabatan penting dan terkenal macam Tendero,” gumam Kanisa berusaha pasrah dengan keadaan yang sedang dia jalani sekarang ini.Menghela nafas, Kanisa melirik seorang wanita yang d
Kanisa duduk termenung ditepi kolam renang, merenungkan kejadian kemarin yang menimpahnya lebih tepatnya dia memikirkan Ivana dan juga kaata-kata wanita itu. Meski Kanisa berusaha keras untuk tidak perduli terhadap wanita itu dan setiap perkataanya tapi tetap saja kata-katanya itu seperti mantra sihir yang sudah melekat di kepala Kanisa.Kanisa menghela nafas, mengambil gelas berisikan jus jeruk di meja yang ada di sampingnya dan meminumnya.“Apa wanita itu yang sudah memberikanku obat perangsang, bodoh. Kenapa juga waktu itu aku bisa terkecoh dengannya andai saja aku lebih waspada dan memperhatikan gerak-geriknya kejadian memalukan seperti itu pasti tidak akan terjadi,” gerutu Kanisa, tidak lama kemudian wajah wanita itu pun berubah tersipu dan tampak merona saat kembali mengingat kejadian kemarin malam yang dia lewatkan bersama Tendero.Kanisa mendesah, mengusap wajahnya berusaha mengenyahkan ba
“Pokoknya hari ini kamu nggak boleh pergi kerja, aku nggak mau sendirian di rumah!” kukuh Kanisa bergelanjut manja di tangan Tendero. Tendero yang menghadapi tingkah manja dan kekanak-kanakan Kanisa hanya bisa elus dada dan memijit keningnya.“Tapi sayang, hari ini aku ada pekerjaan penting. Please, ngertiin aku yah.” Tendero berusaha membujuk Kanisa, “Lagi pula kamu nggak sendirian kok di rumah, masih ada para pelayan dan penjaga, Netra dan bibi Elsa juga ada, mereka bisa jagain kamu dengan baik. Percaya deh.”Seketika Kanisa melepaskan tangan Tendero, wanita itu terlihat kesal.“Ya udah sana pergi gih, tapi jangan harap malam ini kamu bisa tidur sama aku!” ucap Kanisa dengan mutlak, wanita itu pun pergi ke kamarnya dan membanting pintu kamar dengan keras membuat Tendero terkejut kemudian menghela nafas lagi, “Sabar.”“K
Kanisa merasa bahagia saat akhirnya dia bisa mengobrol dengan keluarganya meski hanya sebatas melalui video call. Air mata wanita yang sudah menjadi seorang ibu itu tampak menetes, mengeluarkan semua perasaan yang bercampur satu di dalam dirinya selama ini. Kanisa benar-benar tidak bisa mengungkapkan segala perasaanya saat ini hanya dengan kata-kata saja tapi yang jelas dia merasa sangat bahagia.Tidak hanya Kanisa saja, keluarganya di sana juga merasa bahagia karena akhirnya bisa melihat dan berbicara dengan Kanisa kembali setelah sekian lama hubungan koneski mereka terputus. Kebahagiaan Abimanyu dan keluarga semakin bertambah saat mereka tahu bahwa Kanisa sudah melahirkan seorang putri yang cantik.“Maafkan ibu karena tidak ada di sana untuk menemanimu, ibu ingin sekali ada di sana dan memelukmu Kanisa,” ungkap Indrina, meski dia merasa bahagia tapi tidak bisa Indrina pungkiri dia pun juga merasa sedih karena tidak bisa meneman
Tendero menyusul Kanisa yang pergi ke kamar bayi mereka, kamar Tera yang menyambung langsung dengan kamar utama mereka berdua.“Katakan kepadaku, sebenarnya apa yang sedang mengganggu pikiranmu Kanisa, kenapa kamu mendadak jadi seperti ini?”Kanisa tidak menanggapi Tendero sama sekali, dia asik memangku Tera dan sesekali mengelus pipinya.“Kanisa aku berbicara padamu.”Kanisa tetap mengabaikan Tendero membuat pria itu jadi kesal sendiri dan mencekal pergelangan tangan atas Kanisa cukup kencang membuat Kanisa seketika langsung menoleh pada Tendero.Tatapan tajam mereka saling beradu sama lain sebelum akhirnya Tendero melunakan tatapannya dan melepaskan cekalannya pada tangan Kanisa.“Katakan padaku, apa yang membuatmu berkata seperti tadi. Apa yang sebenarnya sedang mengganggu pikiranmu?”Kanisa menghela
Kanisa kembali ke mansion karena dia kehilangan jejak Tendero ditambah lagi Netra sudah berkali-kali menghubunginya, memberitahunya kalau Tera terus saja menangis makannya Kanisa pun terpaksa menyudahi kegiataanya memata-matai Tendero.Meletakan tas yang dia bawa di atas meja Kanisa pun segera mengambil alih Tera dari pangkuan Netra, begitu dia menggendongnya Tera yang sejak dari tadi terus menangis pun langsung berhenti begitu dia tahu kalau kini dirinya sudah berada di dekapan sang ibu.Kanisa menghela nafas, dia pun memilih menyusui Tera sambil duduk di sopa.“Nona habis dari mana saja seharian ini?” tanya Netra membuat Kanisa menoleh kepada wanita itu.“Hanya jalan-jalan saja, kenapa memangnya?” jawab Kanisa.Netra menggelengkan kepalanya dan tersenyum, “Saya pikir nona ada hal penting makannya nona tadi perginya terlihat buru-buru sekali.”