Hari-hari Sasha selanjutnya terasa sangat aneh karena ia tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata terakhir Raga "Kalau gue gak bisa ngobatin diri gue, paling gak gue bisa ngobatin orang lain." Apakah sebegitu dalamnya perasaan Raga terhadap Sasha, sampai sangat sulit bagi Raga untuk melupakannya. Jujur hal ini sangat mengganggu Sasha, walaupun Raga tidak memaksanya atau mengganggunya, tapi mengetahui orang yang sangat Sasha pedulikan berada dalam perasaan yang menderita, juga membuat Sasha ikut menderita. Satu bulan sudah berlalu, kondisi Gianna sudah semakin membaik. Gianna mengatakan pada Sasha bahwa ia dan Raga akan melangsungkan pernikahan di Bali pada dua bulan yang akan datang. Sasha pura-pura menyambut gembira kabar itu, padahal ia tidak begitu antusias karena tahu apa yang sebenarnya ada di benak Raga. Sementara itu di kantor, Karin tampaknya masih tak menyerah dalam menebar pesonanya pada Daniel. Ia seringkali menjebak Daniel untuk bisa berduaan saja dengannya diberbagai k
Dua bulan sudah berlalu, Sasha dan Daniel baru saja mendarat di bandara I Gusti Ngurah Rai untuk menghadiri acara pernikahan Raga dan Gianna. Wajah Sasha tampak tak terlalu bersemangat, ia beralasan sedang datang bulan waktu Daniel menanyakan hal itu padanya. Di bandara, Luke dan Gendis sudah menunggu mereka. Lalu mereka segera meluncur ke hotel tempat resepsi akan diadakan keesokan harinya. "Nyet, lo kenapa sih? Kok mood lo kayaknya jelek banget," tanya Gendis saat ia sedang berdiri berdua dengan Sasha di tepi pantai. Sasha menghela nafas panjang, "Butuh bir dingin Nyet buat nyeritain semuanya," sahut Sasha disambut seringai lebar di bibir Gendis. Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk di berhadapan di sebuah kafe dengan bir dingin di tangan mereka masing-masing. "Go ahead, tell me everything," tukas Gendis. Selanjutnya Sasha menceritakan semua kepada Gendis, mengenai apa yang Raga katakan kepada Sasha dua bulan sebelumnya. "Gila Nyet, gue gak nyangka dia sedalem itu sama lo!
Tak ada yang janggal dengan resepsi pernikahan Raga dan Gianna, keduanya terlihat seperti pasangan normal lainnya, Sasha berusaha keras untuk terlihat bahagia dan menyembunyikan rapat-rapat rasa resah dihatinya. Gianna tampak anggun dengan gaun pengantin lace curvy yang mencetak jelas tubuhnya yang kurus. Wajahnya terlihat cantik dengan make up bold yang menyembunyikan wajah pucatnya. Gendis berkali-kali menghampiri Sasha dan mengingatkan Sasha untuk tak perlu khawatir berlebihan dengan keputusan yang diambil oleh Raga. "It's so weird seeing Raga dan Gianna together as husband and wife," tukas Daniel saat melihat Raga dan Gianna sedang berfoto berdua. Sasha menyandarkan kepalanya di bahu Daniel, "Yeah it's so weird," sahut Sasha setuju, karena memang semuanya terlalu cepat. Rasanya baru kemarin Sasha dan Daniel memergoki Raga berada di apartemen Gianna dan sekarang tahu-tahu mereka sudah menjadi suami istri. "Babe, they asked you to deliver the speech," tukas Daniel yang mendengar
Lima Bulan Kemudian, Kesibukan Sasha sama seperti sebelumnya, seputar Daniel, LPC, keluarganya, Allysa dan persidangan Olivia Wangsa. Sampai suatu pagi ia merasakan ada yang salah dengan tubuhnya, "Are you okay Babe?" tanya Daniel saat melihat Sasha masih merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang TV. "Gak tau nih, badan aku gak enak banget, lemes," sahut Sasha dengan mata terpejam. Ia meringkuk di sofa sambil memeluk guling kesayangannya. Daniel mendekat, lalu berjongkok di samping Sasha. Ia memeriksa suhu tubuh Sasha, namun tampak normal. "Kamu kecapean mungkin, kamu istirahat aja, gak usah ke kantor dulu," tukas Daniel lalu mengecup pipi Sasha. Sebelum berangkat ke kantor, Daniel menyiapkan sarapan untuk Sasha dan meletakkannya di meja ruang TV. Lalu ia menyelimuti Sasha yang tertidur dan segera berlalu menuju kantor LPC. Satu jam kemudian Sasha terbangun dan mengernyit saat mencium aroma nasi goreng yang disiapkan oleh Daniel. Entah mengapa ia merasa mual dengan aroma garlic ya
Fase insecure yang terjadi dalam kehamilan pun dimulai. Sasha mulai merasa tidak seksi lagi padahal berat badannya hanya bertambah 4 kg di kehamilannya yang baru menginjak empat bulan. Ia sering uring-uringan jika Daniel dan Karin harus rapat sampai larut malam dan tidak melibatkan Sasha, tentu saja Daniel tak ingin melibatkan Sasha, karena takut akan mengganggu kesehatan janin dalam perut Sasha jika sampai harus bekerja sampai larut malam. Namun demi kenyamanan Sasha, Daniel selalu melibatkan orang lain dalam rapat tersebut dan tidak pernah hanya berduaan saja dengan Karin yang herannya masih saja terus berusaha mengejar perhatian Daniel. Malam ini, saat Sasha sedang berbaring di atas paha Daniel sambil menonton film, ponsel yang pernah diberikan Evan dan sudah lama tak berdering tiba-tiba berdering lagi, membuat Sasha dan Daniel saling tatap. Sebelum Sasha mengangkat Daniel menarik tangan Sasha, "Remember Babe you're pregnant! Don't put your self in danger," tukas Daniel sungguh
"Evan? Kamu udah sadar?" tanya Sasha saat melihat Evan membuka matanya. Ia segera memanggil Daniel dan mengabarkan jika Evan sudah sadar. Saat itu adalah pagi hari, di hari Sabtu. Sasha dan Daniel berdiri di samping tempat tidur, menatap Evan yang masih mengedip-ngedipkan matanya, menyesuaikan dengan cahaya kamar yang terang. "Ini Van minum dulu," Sasha menyorongkan segelas air lalu membantu Evan duduk, membuat Daniel menatap kurang suka ke arah mereka. Di matanya tetap saja Evan adalah seorang penjahat yang menerima konsekuensi atas apa yang dipilihnya. Sasha tidak perlu merasa berhutang budi pada seseorang yang urung melakukan kejahatan kepadanya karena kepentingan dirinya sendiri. Itu konyol namanya! "Jadi sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Sasha setelah Evan sudah sepenuhnya tersadar. Daniel memasukan kedua tangannya ke saku celana trainingnya, menunggu jawaban Evan. "Gak ada apa-apa, saya dipukulin dan dikeroyok sama entah preman pelabuhan atau orang suruhan Olivia dan ditus
"Baby, are you okay?" tanya Daniel saat melihat Sasha meringis memegang perutnya."Perut aku sakit banget," jawab Sasha, wajahnya tampak pucat.Dengan sigap Daniel berlari menghampiri Sasha, ia baru saja sampai di Penthouse setelah lembur bekerja. "Kita ke dokter aja ya, aku takut ada apa-apa sama kamu dan baby kita," tukas Daniel, wajahnya benar-benar khawatir. Setelah itu Daniel mengeluarkan kursi roda yang memang sudah ia siapkan untuk keadaan darurat, lalu menggendong Sasha ke atas kursi roda dan mendorongnya menuju pintu keluar Penthouse. Di atas kursi roda Sasha memejamkan mata merasakan sakit yang teramat sangat di perutnya. Di mobil Sasha memejamkan mata, berusaha menetralisir rasa sakitnya. Ia mengelus perutnya lembut, mengatakan pada janinnya untuk bertahan karena Mommy dan Daddy sangat menantikan kehadirannya. Namun tiba-tiba ia merasakan aliran hangat di sela pahanya, ia merabanya dan langsung berteriak histeris, membuat Daniel terkejut dan langsung menepi. "What happen
Dua minggu sudah berlalu sejak Sasha kehilangan janinnya di usia kandungannya yang baru menginjak empat bulan. Sasha tak bisa berhenti menyalahkan dirinya atas kehilangan tersebut. Ia mengurung diri di kamar, enggan melakukan apapun. Hanya tidur dan menangis. Daniel dengan sabar menenangkan Sasha dan mengatakan bahwa semua yang terjadi bukan kesalahannya. Namun Sasha tentu saja tak mau mendengar. Ia membenci dirinya sendiri dan merasa tak berharga. Sampai akhirnya Daniel terpaksa menceritakan semuanya pada Raga, karena mungkin Raga bisa membantu Sasha untuk kembali mendapatkan kepercayaan dirinya. Ada rasa cemburu di hati Daniel karena ikatan hati antara Sasha dan Raga terjalin teramat kuat, mengalahkan ikatan antara Sasha dan Daniel, walaupun mereka adalah suami istri yang saling mencintai. Atas usul Gianna, akhirnya Daniel membujuk Sasha untuk berlibur ke Australia agar bisa mengobati rasa kehilangannya. Karena Daniel sudah tahu bahwa Sasha akan menolak ajakannya, maka ia menyiap