Aku sangat bahagia, di tanganku saat ini ada kotak cincin. Rencananya aku akan melamar wanita yang menjadi kekasihku selama 2 tahun ini. Renata namanya. Aku sangat mencintainya.Renata selalu meminta untuk aku segera menikahinya, namun aku selalu mengatakan padanya, tunggu aku mapan dan punya banyak tabungan.Kini setelah tabunganku cukup. Aku akan segera menikahinya. Aku mengeluarkan ponsel dari saku celanaku. Ting! Notifikasi pesan masuk di ponselku. Aku segera membukanya. Seketika mataku membulat sempurna, saat melihat video yang di kirimkan oleh nomor asing. Disana ada video tak senon0h Renata dengan seseorang. Aku tak bisa melihat dengan jelas siapa pria di video itu.Mendadak napasku memburu, rahangku mengeras dan hatiku berdenyut. Aku meremas ponselku. Aku tidak boleh gegabah. Mungkin saja ini hanya editan. Mungkin ada seseorang yang ingin menghancurkan hubungan kami. Aku segera menyimpan ponselku lagi ke dalam saku celana.Aku segera mengendarai sepeda motorku, tak lupa juga
Aku mulai mengatur rencana untuk membalas perbuatan Kak Hendra dan juga—Renata. Jika hubunganku dan Renata usai. Maka hubungan Kak Hendra dan istrinya itu juga harus usai.Aku meminta kepada bos di tempatku bekerja, untuk memindahkanku di tempat yang dekat dengan rumah Kak Hendra. Agar nantinya aku bisa menumpang dan mengawasinya.Setelah aku dimutasi tempat kerjaku. Aku langsung mendatangi Kak Hendra bicara empat mata dengannya untuk menumpang tinggal di rumahnya. Kak Hendra setuju, dia tidak curiga bahwa aku telah mengetahui perselingkuhannya dengan Renata.Kak Hendra mengatakan niatku itu pada istrinya yang bernama Winda. Aku tidak akrab dengan wanita itu, hanya beberapa kali bertemu setelah mereka menikah. Dan aku juga tidak pernah mengobrol secara intens selama dia menjadi kakak iparku.Aku yang sedang duduk di ruang tamu, mendengar mereka bertengkar di dalam kamar. Sepertinya istrinya Kak Hendra Tidak setuju jika aku tinggal bersama mereka. Namun tak berselang lama, Kak Hendra k
"Sayang, siapa yang datang?" seketika mataku langsung terbuka.Seorang wanita yang ku kenali datang menghampiri kami."Re—Renata," kataku terbata.Aku melihat ke arah Firman dan Renata secara bergantian, kenapa mereka tinggal di tempat yang sama? Rumah siapa yang ku datangi ini?Renata melihat sinis ke arahku. Dia bergelayut di lengan Firman. Aku menggeleng, ini tidak mungkin, tidak mungkin Firman kembali pada Renata."Sayang, kenapa wanita ini datang kemari?" ujarnya.Aku menatap Firman dengan penuh tanya, "Firman, apa maksud semua ini?" tanyaku dengan tu buh yang sedikit bergetar.Firman menghela napas kemudian membuang pandangan ke arah lain."Ada juga aku yang harus bertanya, ada apa Mbak Winda ingin bertemu denganku?""Tidak, katakan dulu, Kenapa Renata ada di sini? Ini rumah siapa?" tanyaku lagi. Jantungku berdegup kencang menanti jawaban Firman."Ini rumahku." jawabnya."Lalu, Renata..." Aku melirik ke arah Renata sekilas."Istriku," jawabnya datar.Aku menggeleng kuat, "Tidak,
Di tempat lain, setelah pergi dari rumahku Mas Hendra menemui seseorang. Dia mendatangi sebuah tempat, yang mirip dengan markas."Halo, Bos. Ada perlu apa kemari?" ujar seorang pria berpakaian seperti preman."Aku ada pekerjaan untuk kalian." ujar Mas Hendra."Pekerjaan apa? Membunuh seseorang?""Ah, tidak. Aku hanya ingin kalian mengawasi pria ini." ujarnya, sambil menunjukkan foto Firman."Mengawasi bagaimana?""Awasi setiap pergerakannya. Dimana dia pergi dan dengan siapa, kalian bisa, bukan?" Preman itu mengangguk."Ya, aku mengerti.""Baiklah, aku pergi dulu. Jangan lupa kabari jika ada hal yang penting," pamit Mas Hendra, kemudian langsung pergi dari sana.***Pagi ini aku sangat tak bersemangat, bingung harus apa, Aku harus punya pemasukan untuk menyambung hidup. Namun aku bingung harus melamar pekerjaan ke mana. Sedangkan... Ijazah yang ku miliki hanyalah lulusan SMA. Aku juga tidak punya pengalaman bekerja sebelumnya.Aku tak mungkin mengandalkan Mas Hendra, dia sudah bukan
"Winda..." sapanya.Mataku mengerjap untuk beberapa saat."K—kau?!" Aku tergagap."Ka—kamu ngapain kesini, Mas?" tanyaku pada sosok Mas Hendra yang berdiri di hadapanku."Aku kesini...." ucapannya tergantung, Mas Hendra melihat ke arahku yang sibuk membersihkan tai ayam."Ada hal, yang ingin aku bicarakan denganmu.""Tentang apa?""Tidak enak jika bicara disini, apa kau tidak ingin mengajakku masuk ke dalam?""Bukannya tidak mau, Mas. Hanya saja—" Aku berdiri kemudian menatapnya dengan lekat, "Aku tidak enak dengan tetangga, mereka taunya aku tinggal seorang diri. Meskipun mereka tidak tau bahwa statusku sebentar lagi akan menyandang janda.""Oh iya, ngomong-ngomong.... Kapan kau akan mendaftarkan perceraian kita ke pengadilan agama?" sambungku. Sejak kemarin aku ingin menanyakan ini pada Mas Hendra. Tapi selalu lupa.Mas Hendra terlihat menghela napas."Justru aku kesini untuk membicarakan itu.""Hem,tunggu sebentar!" tukasku. "Ayo, kita bicara di teras saja." Aku mendahului Mas Hen
"Aaaaaaaa!" Aku terkejut saat dia menarik tanganku membawaku ke dalam pelukannya."Berani kalian menggangunya lagi, akan aku habisi kalian!"Aku menatap ke arahnya, siapa dia?Dua pria yang hendak membawaku itu tersungkur di tanah, memegangi perut dan juga sudut bibirnya yang terluka.Mereka berdua seperti ketakutan, dan akhirnya tergesa-gesa pergi meninggalkan kami.Aku masih terdiam, menatap pria yang menggunakan topeng itu dengan sedikit takut. Takut, jika dia hendak menyakitiku juga.Setelah kepergian dua pria yang mirip dengan preman itu. Pria di hadapanku ini melepas topengnya. Mulutku menganga, aku menatapnya tak percaya. Benarkah yang berdiri di hadapanku ini adalah...."Firman...." lirihku. Aku sedikit merasa senang setidaknya Firman masih perduli padaku."Mbak, mbak tidak apa-apa? Apa mereka menyakitimu?" Firman menangkup pipiku dengan kedua tangannya.Aku menatap lekat wajah Firman, ada raut kekhawatiran disana. Bukannya menjawab pertanyaannya. Aku malah tersenyum dan teru
KREK!Setelah menunggu selama 30 menit akhirnya pintu ruangan terbuka. Semua mata memandang ke arah dokter pria yang baru keluar dari ruang IGD."Dokter, bagaimana keadaan adik saya?""Kalian?""Kami keluarganya, Dok. Bagaimana keadaan adik saya di dalam?"Dokter itu menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Luka di kepalanya cukup parah, dan saat ini pasien telah sadar, dia ingin bertemu dengan keluarganya. Terutama yang bernama Firman,""Saya, Dokter." ujar Firman."Anda boleh masuk, Pak. Tapi sebelum masuk ke ruangan tolong pakai atribut rumah sakit.""Baik, Dokter."Setelah memakai atribut rumah Sakit, Firman masuk ke dalam ruangan di mana Mas Hendra berada. Kondisi Mas Hendra sangat parah beberapa selang menempel pada tubuhnya.Mata Firman memanas, dia mendekat ke arah Mas Hendra yang terbaring lemah di atas ranjang."Kakak!" lirihnya tercekat.Mas Hendra yang semula terpejam membuka matanya."Fi—Firman hh..." Dia kesulitan bicara, suaranya seperti tercekat
Firman pulang kerja lebih cepat, tidak seperti biasanya. Dia langsung masuk ke dalam rumah tanpa menekan bel lebih dulu. Firman hendak masuk ke dalam kamar, namun dia tak sengaja mendengar Renata sedang berbicara dengan seseorang.Firman terkejut, dia mengurungkan niatnya. Dia hanya menguping di depan pintu kamar yang sedikit terbuka. Firman terkejut melihat perut Renata yang rata. Bukankah wanita itu sedang hamil 5 bulan. Mereka rutin memeriksakannya. Atau selama ini Renata hamil hanya pura-pura?Ya, semenjak menikah Firman tak pernah menyentuh Renata. Meskipun wanita itu mengaku hamil anak Firman. Rasa cinta yang menggebu-gebu dahulu telah musnah. Bahkan untuk sekedar bermesraan saja Firman merasa enggan. Jadilah dia tidak tau jika Renata hanya hamil pura-pura."Ya, untung saja Firman yang bod0h itu percaya padaku!" ujar Renata dengan ponsel yang menempel di telinganya.Firman tercekat, jadi benar selama ini Renata hanya pura-pura hamil. Antara kesal dan senang mendengarnya. Firman