Jia li? Arumi mengingat-ingat apakah ada tokoh bernama itu dalam drama Pendekar Awan? Entahlah, bagaimanapun drama ini belum selesai tayang, selain itu banyak sekali kejutan yang baru diketahuinya setelah berada di Wangliang. Bahkan sampai saat ini pun dia belum pernah bertemu pendekar awan. Entah mati atau berada di suatu tempat. Namun dia berharap suatu saat mereka bisa bertemu. Berbeda dengan komik yang dia baca tentang seseorang yang tiba-tiba masuk dalam dunia novel, dia bisa bertahan karena sudah tau alur dan akhir cerita, tapi dia berbeda karena drama yang dia masuki masih on going. "Aku Arumi, Bi. Salam kenal.""Aku bukan cenayang, tapi aku bisa lihat kalau kau berbeda.""Be-da?"Jia Li mengangguk. Jemarinya meraih tangan Arumi yang terluka dan menyentuhnya. "Ini pasti sangat sakit.""Tidak terlalu."Bibir wanita itu menyunggingkan senyum tipis,"Kau seorang gadis yang kuat. Aku akan mengobati luka lama ini sehingga kau bisa terbebas lebih cepat."Apa maksud bibi ini, luka
Lien Hua mendelik, Jiao Yu menahan serangannya. Di memutar tubuh dan berbalik menendang Jiao Yu. "Jendral!" pekik Ming Hao melihat Jiao Yu terpukul mundur. "Kenapa kau memukul jendral? Salah apa dia padamu!" tanyanya geram. Entah makan apa gadis itu hingga sebrutal ini. Jendral Jiao Yu yang tak berdosa pun kena hantamannya. "Dia menghalangiku.""Astaga. kau gila, ya. Jendral menyelamatkanmu sebelum kau jadi pembunuh." ujarnya kesal. "Bagaimana keadaanmu, Jendral Yu?" Tergopoh-gopoh dia menghampiri Jiao Yu. Yuwen menatap waspada, sungguh di luar perkiraan Lien Hua menjatuhkan pukulan pada Jendral Jiao Yu. Namun tidak masalah karena dia sudah siap dengan apapun yang akan terjadi selanjutnya. Gong Fei sudah memasang kuda-kuda untuk menyerang namun Jiao Yu memberi isyarat untuk berhenti. Bibir jendral gagah itu mengulas senyum membuat Ming Hao terkesima. Entah terbuat dari apa hatimu Jendral, kebaikanmu seluas samudera. Aku berjanji akan mengabdikan seumur hidupku untukmu. "Sebai
Jia li menenteng hasil buruan Arumi sumringah, senyumnya mengembang tanpa henti sambil melirik 3 ekor ayam hutan di tangannya. Usahanya tidak sia-sia. Anak itu semakin berkembang. Mungkin dia sedikit bersikap keras, namun itu sengaja dia lakukan untuk melatih kepekaan dan keterampilan. Jia Li tidak pernah salah. Dia tahu sejak pertama kali melihatnya tergeletak di depan pintu rumah. Anak itu seorang pemburu. Sedangkan pemuda itu tampak sangat jelas menunjukkan rasa tidak sukanya pada Jia Li. "Apa Bibi memberi kami makanan yang sama?" ujarnya mempertanyakan seekor burung panggang yang tersaji. "Hemm." Jia Li mengangguk singkat. "Gadis itu bersikeras memberi seekor hanya untuk karena kau sedang terluka, berterimakasihlah padanya."Sepasang mata itu berbinar-binar lalu bersuara lantang, " Maaf, Arumi. Terimakasih. Ini burung panggang terenak yang pernah aku makan,"ujarnya sebelum menyantapnya dengan lahap. Keesokan harinya dia menatap tajam saat Jia Li memberinya sup ayam dalam porsi
Yeye terlihat gelisah, matanya melirik cermin penghubung yang tergeletak di ranjang. Tidak ada kabar sama sekali sejak kepergian Lien Hua beberapa minggu yang lalu. Kenapa anak itu lupa memberi kabar. "Ketua An, ini minumanmu." Paman Li masuk sembari membawa mampan berisi teh hijau. Melihat mata Yeye yang kerap melirik cermin, dia sudah tahu apa yang terjadi. "Apa Lien Hua belum memberikan kabar?" Tangannya cekatan menuang air ke dalam kelas dan menyodorkannya pada pria berambut putih itu. Yeye menggeleng lemah, dia menatap malas gelas di tangan paman Li, "Aku belum haus, letakkan saja di meja," ujarnya mengenyakkan pinggul ke kursi. Paman Li melakukan hal yang diperintahkan, "Bagaimana kalau Ketua yang menghubungi mereka duluan. Ketua kan sudah faham kelakuan anak nakal itu, mungkin dia keasyikan bermain hingga lupa memberi kabar," ujarnya memberi saran. "Benarkah?" tanya pria tua itu ragu-ragu. "Kita coba saja." Paman Li mengambil cermin dan menyerahkan pada Yeye.Cermin berta
"Wanita itu?" Yeye menahan nafas. Satu-satunya ksatria wanita dengan anugerah mata dewa yang mendampingi nenek. Wanita gila yang membunuh musuh dengan sekali kedipan mata. Kenapa dia tiba-tiba muncul, terlebih bersama Zhan An dan Arumi. Apa gadis itu berkaitan dengan perempuan gila itu? "Menurutmu, apa perempuan itu mencederai mereka?" tanyanya khawatir? "Bukankah sudah kubilang, sebaiknya kau membuka energimu. Hanya kau yang punya kemampuan merekam sedangkan aku dan Chyou hanya bisa melihat." bentak Qui gusar. Dia penasaran tentang apa yang mereka bicarakan, jika Yuze bersama mereka tentu mereka akan mengetahui pembicaraan tadi, Namun yang sangat mengejutkan perempuan gila itu melihat keberadaannya dan mencengkeram lehernya kuat. Hampir saja dia tidak bisa kembali jika Arumi yidak memanggilnya secara tiba-tiba. Yeye memutar tangannya gelisah, perempuan gila itu sudah tak terdengar namanya sejak lama, kenapa sekarang dia muncul bersama Zhan An. Apa ada yang dia rencanakan. Dia mene
"Haa!" Gadis itu terpekik, tubuhnya terlempar sempurna. Jia Li yang mengintip di pepohonan berlari cepat hendak menangkapnya. Namun langkahnya terhenti melihat sesosok berbaju hitam yang menangkap Arumi. Arumi terpegun, tubuhnya seakan melayang. Dia membuka mata dan melihat seseorang dengan penutup wajah yang berkibar tengah mengendongnya. Dia memberanikan diri untuk mengintip, namun dia kecewa karena orang itu menutup wajahnya dengan topeng, walau hanya sebatas mata. "Terimakasih," ujarnya saat orang asing itu menurunkannya. Kepala tertutup weimao itu mengangguk. "Kau hendak kemana?" tanya Arumi penasaran, selama tinggal di sini dia belum pernah melihat orang lain selain Jia Li. "Aku mencari sesuatu." Suara bass itu begitu ramah di gendang telinga Arumi. Aah. Rupanya dia seorang pria. "Apa kau pernah bertemu makhluk-""Makhluk apa?" potong Arumi cepat. "Melayang." jawabnya pelan. Ingatan Arumi kembali pada malam mencekam saat malam purnama. "Aah. Hantu itu?" tanyanya sambil m
Yongsen dikejutkan kumpulan pasukan lembah yang menyemut di satu titik. Pagi ini dia berencana ke barak untuk menemui monster banteng. Dia memanggil seseorang dan menanyainya, "Apa yang menyebabkan kalian berkerumun seperti itu.""Tao menemukan mayat di pintu masuk, seorang perempuan. Tubuhnya seakan terbakar." Mayat perempuannya? lembah ini sangat jauh, jalan yang terjal membuatnya sulit untuk untuk didatangi. Bagaimana mungkin. Dia mendekat dan memeriksa keanehan ini. Matanya seketika terbelalak melihat mayat yang diceritakan. "Bubar. Kembali ke barak," perintahnya tegas. Mereka lalu bergegas meninggalkanku tempat itu dan kembali ke barak. Mana berani mereka membantah Yongshen. Laki-laki dengan penutup wajah itu terhenyak, dia bersimpuh dan menunduk memandangi wajah itu, "She Xian," gumamnya tersendat mengucapkan sebuah nama. Penuh kehati-hatian dia mengangkat tubuh She Xian dan membawanya ke kamar dingin. Dia menelentangkan tubuh dingin She Xian di atas meja khusus dari lem
Arumi kembali dengan wajah muram, ayam yang berhasil dia tangkap disimpan begitu saja tanpa menegur Jia Li. Wanita paruh baya itu mengernyit, tidak biasanya gadis bermata besar itu terlihat begitu tak bersemangat. Apa terjadi masalah dengan pendekar Awan? Tadi dia sempat mengintip, mereka sedang berlatih memanah dan terlihat sangat akur. "Kai, besok kita pergi," katanya pada Zhan An lalu berbaring dan meringkuk. Tubuh langsing itu membelakangi Zhan An. "Kau kenapa?" tanya Zhan An heran. "Apa ada masalah? apa wanita itu menyakitimu?" tanyanya khawatir. "Aku lelah." Arumi menarik selimut dan menutup seluruh tubuhnya. Zhan An mendekat dan memeriksa dahi Arumi, Jangan-jangan gadis itu demam kerena terlalu lelah. "Aku tidak sakit." Arumi menangkap tangan Zhan An."Apa kau menyembunyikan sesuatu?" tanyanya menatap dalam ke netra Arumi. Arumi memejamkan mata."Ya.""Katakan.""Aku ingin pulang ke rumahku. Bisakah?"Sebuah pukulan seakan mengarah ke dada pemuda itu sekarang. Dia terdiam