Share

19. KEMANA ARI?

Sampai Kak Sananta pulang malam harinya, hatiku tak kunjung membaik. Aku merasa sangat malu, merasa bodoh, dan sederet perasaan negatif lain hingga sepanjang hari rasanya ingin menangis keras-keras, tapi takut ketahuan oleh seseorang.

Ingat Bibi Sartika, semakin bertambah buruklah hariku. Tak ada yang bisa kulakukan untuknya, dan aku lagi-lagi merasa jadi anak durhaka. Di satu sisi berusaha berpikir bahwa ini karena ulahnya sendiri, tapi di sisi lain seolah menciderai nurani.

Akhirnya, berkat bantuan seorang teman ketika kuliah, aku menyewakan pengacara untuk bibiku itu. Hanya itu yang bisa kulakukan untuknya.

"Apakah muka tegangmu ini karena panggilan tak terjawab siang tadi, Sayang?" tanya Kak Sananta saat kami sedang menuju meja makan. Papa Saddil belum kembali dan aku tak tahu jam berapa dia akan pulang.

Entah bagaimana, sejak kejadian tadi pagi, aku merasa mertuaku itu menjadi semacam momok untukku. Mungkin jika Papa pulang sekaran
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status