"Aku tak jadi mengajak kamu ke pesta itu. Cuman tak mau kamu terlibat masalah dengan William."
"Lalu, kamu mau ajak aku ke mana?"
"Rumah peristirahatan yang kami milki. Tak jauh dari sini. Mau?"
"Mau, Darriel. Apa kita berjalan?"
"Kudaku ada di balik pepohonan itu!"
"Baiklah!"
Mereka berdua menyusuri jalan menuju tepian hutan yang berada di perbukitan. Yang letaknya tepat di belakang kastil.
"Jauh sekali kamu meletakkan kuda?"
"Aku tak ingin saja ada yang melihat."
"Hemmm ... apa mata-mata William sampai sejauh itu, Darriel?"
"Yang jelas dia bisa melakukan apa saja. Termasuk membunuh kamu."
"Dan juga dirimu?"
Darriel hanya mengangguk pelan.
"Bukankah keluarga kamu juga punya pengaruh di kota?"
"Keluarga kami tak ada apa-apanya, Sherley. Keuangan kami jauh dibawah William. Apalagi para wanita disisinya, sebagai penyumbang kekayaan bagi William saat ini."
"Kamu benar."
"Sepe
"Kamu dengar petir di luar sana?""Iya, seperti mau hujan.""Ya, pilihan terbaik kita memang harus menginap di sini. Iya 'kan?""Iya, sih. Cuman aku tadi tak ijin sama sekali Darriel. Pasti Jill akan cari aku. Apalagi si William.""Percayalah sama aku."Saat Darriel sibuk menenangkan Sherley.Krekkk!Seperti suara ranting yang diinjak. Membuat Darriel dan Sherley berbalik. Lalu buru-buru melangkah keluar rumah."Sepertinya ada orang Darriel?""Iya, tapi enggak kelihatan siapa-siapa.""Aku jadinya takut."Segera Darriel memeluk erat Sherley."Masuklah ke kamar!"Dia menggeleng. Menolak perintah Darriel yang bersuara penuh penekanan padanya."Masuklah, Sherley!" sentak Darriel.Saat langkah kaki Sherley hendak berbalik.Dorrrr!Sontak dia berbalik dan tersentak. Sekilas Sherley melihat seseorang memakai topi merah berbentuk newsboy. Berlari kencan
Kuda mulai menapaki jalanan yang cukup licin."Kita tak berani berjalan cepat, Nona," ucap Frank."Iya, Tuan. Saya sangat mengerti."Wajah Sherley memucat dengan sebentuk ketegangan yang tergambar darinya. Berulang kali dia harus mengembuskan napas berat. Hanya sekedar untuk melepaskan beban yang kian melesak. Mendera jiwa.Terbayang seraut wajah William yang tengah menyeringai sadis padanya. Senyum dingin dan kaku yang seolah tengan mentertawakan dia saat ini.'Apa yang kamu cari dari semua ini William? Pengakuan agar semua orang tunduk dan takut padamu? Ataukah ... sebuah bentuk ego yang ingin kamu tunjukkan pada Jill Anne atas kuasamu?' Berjuta tanya tengah menghujam hatinya saat ini."Nona, anda ini siapanya Tuan Holmes?"Pertanyaan dari Nyonya Frank seakan menyadarkan Sherley. Dia yang gelagapan menengok arah sang wanita."Sa-saya teman baik Darriel Holmes. Cucu dari Tuan Holmes, Nyonya.""Sangat jarang mer
"Berapa lama kita sampai di rumah sakit Tuan?" Sherley menengahi pembicaraan mereka. Elois mulai memeriksa denyut nadi Darriel yang lemah."Banyaklah berdoa. Semoga Tuhan menolongnya. Kondisi dia sangat lemah, karena mungkin banyak pendarahan dari dadanya.""Terima kasih, Tuan Frank. Anda dan Nyonya sangat baik sekali."Sherley menundukkan kepala. Dia memejamkan mata sembari mengucap kalimat doa untuk Darriel. Dia mulai merasa perjalanan begitu panjang.Hampir empat jam mereka melewati perbukitan dan menyusuri pantai. Hingga tepat pukul delapan malam. Kereta sampai di sebuah rumah sakit khusus para bangsawan dan orang kaya. Masyarakat umum atau miskin tak bisa memasuki rumah sakit ini.Bergegas mereka menurunkan Darriel. Dari arah dalam seorang perawat menghampiri mereka."Kenapa dia?""Dia tertembak dan kehabisan banyak darah," tegas Sherley.Dari jarak beberapa meter. Terdengar derap langkah yang berlari ke arah mereka.
Heidi yang kesal atas penolakan William. Berjalan mendekat. Kini keduanya saling berpandangan. Tangan Heidi bergerak pelan meraih tangan lelaki tampan ini. Lalu menempelkan pada dada."Apa masih kurang besar?"Tak bisa dipungkiri, Heidi memang sangat berani. Membuat William ingin berbincang lebih lama dengannya."Masih belum tertarik denganku, Tuan William?"Langkah Heidi kian mendekat. Hingga mereka saling berhadapan. Dengan berani wanita berambut blonde ini, meletakkan tangan pada dada bidang William. Lelaki tampan hanya tersenyum dingin. Tanpa berucap sepatah kata."Nona Heidi yang rupawan. Mengapa dirimu sangat tertarik dengan diriku?" William menyeringai angkuh.Heidi semakin merapatkan tubuhnya. Hingga mereka berdua, saling merasakan hangatnya embusan napas William dan Heidi."Bisakah ada waktu untuk diriku, Tuan William?" bisik Heidi manja. Belum sampai William menjawab. Tiba-tiba dari arah belakang. Seseorang langsung me
"Terserah kamu Laurice. Karena aku akan pergi dengan Heidi. Apa kamu mau ikut juga?"Dadanya bergemuruh serasa ingin meledak. Dengan langkah santai William melenggang meninggalkan Laurice yang masih berdiri terpaku. Tak terima atas pelakuannya. Dia mengikuti langkah William, dan menarik lengannya."Aku akan ikut kamu!""Apa kamu juga akan ikut saat kami berdua berpesta?" William menoleh sesaat, lalu pergi meninggalkan Laurice yang tercengang."Apa maksud kamu berpesta William?" Laurice terus mengejarnya langkah lebar William, yang terus meninggalkan dirinya. "William! Tunggu aku!" Namun lelaki tampan penuh keangkuhan itu, hanya mengangkat sebelah tangan ke atas. Seraya melambaikan tangan pada seorang wanita, yang tak lain Heidi.Deru napas Laurice memuru dengan penuh amarah."Keterlaluan kamu William! Tega sekali kamu meninggalkan aku begitu saja, dan pergi dengan wanita konyol itu? Yang benar saja William!" gerutu Laurice tak henti.
"Apa menurutmu Bibi orang yang bodoh? Kamu tak akan bisa mengelak lagi, Laurice. Bahkan sekarang saja dia pergi meninggalkan kamu, demi kerabat Barnes, si Heidi Asher. Benar 'kan?"Wanita cantik berambut merah, benar-benar dibuat tertegun oleh semua penjelasan dan ucapan sang bibi.'Bagaimana bisa Bibi tahu semua? Apa dia juga berada dalam pesta itu? Atau--'Laurice menatap tajam sang Bibi, yang terus memandang padanya."Pasti Bibi punya mata-mata! Iya 'kan?"Magdalena kembali terkekeh lirih. Seolah mengejek pada keponakannya."Apa kamu pikir Bibi di rumah seperti ini, tidak akan tahu apa-apa? Kalau pemikiran kamu seperti itu. Kamu salah besar!""Jadi, memang Bibi mematai saya? Ada orang yang disuruh oleh Bibi?" cecar Laurice pada Magdalena."Kamu pikir, dirimu ini berhadapan dengan seorang lelaki yang gentleman? Seorang lelaki yang bertanggung jawab dan mencintai keluarganya? Kalau itu anggapan kamu, untuk kesekian ka
"Bagaimana dengan hartaku?"Keduanya terdiam. Saling beradu pandang. Tampak Laurice sedang berpikir keras soal ini."Kamu lepaskan, atau kamu ikuti. Tapi, kamu harus siap untuk terluka kesekian kalinya. Seperti pada Jill! Paham Lau?""Karena Jill terlalu lemah, Bi. Dia tak bisa berbuat apa pun, karena Jill memilih diam. Kalau aku tidak!""Memangnya apa yang bisa kamu perbuat?" Tantang Magdalena pada keponakannya.Laurice terkesiap, oleh pertanyaan dari sang bibi. Dia hanya bisa diam terpaku."Kamu tak bisa menjawabnya?""Yang jelas aku akan mengancam William, untuk segera mengembalikan semua aset aku, Bi. Puas?""Baguslah! Sekarang kamu sebaiknya tidur. Sudah larut malam."***Di keremangan malam, terdengar suara dua insan yang saling melampiaskan gelora hasrat. Saling mendesah, sesekali jeritan kecil yang erotis menggugah kelelakian William.Tampak William yang tengah duduk bersandar. Terus menatap w
Di rumah sakit, tampak Sherley sangat panik dan cemas. Dia berjalan mondar mandir. Dari kejauhan terlihat keluarga Holmes berlari kecil ke arahnya."Apa yang terjadi Nona Sherley?" tanya Tuan Holmes.Sherley masih terlihat syok dan gugup. Dia tidak dapat berdiri dengan tenang. Kedua kakinya berjalan hilir mudik. Sampai nyonya Holmes menangkap lengannya."Cobalah kamu tenang dulu Nona Sherley. Biar kami bisa bicara sama kamu!" tegas wanita tua itu. Dia terus menatap tajam pada Sherley yang gelisah bercampur rasa takut.Tuan Holmes memberi isyarat pada istrinya untuk mengajaknya duduk di sebuah kursi tunggu."Duduklah dulu, Nona!"Belum sampai Sherley menceritakan semua. Seorang wanita cantik umur sekitar 50 tahun datang dan langsung menarik lengan Sherley hingga terjatuh dari kursi."Aaaarghh!" teriak Sherley kesakitan.Tampaknya wanita itu tak peduli dengan erangan Sherley."Kamu apakan anakku?""Agnes!" sentak Tu