Heidi yang kesal atas penolakan William. Berjalan mendekat. Kini keduanya saling berpandangan. Tangan Heidi bergerak pelan meraih tangan lelaki tampan ini. Lalu menempelkan pada dada.
"Apa masih kurang besar?"
Tak bisa dipungkiri, Heidi memang sangat berani. Membuat William ingin berbincang lebih lama dengannya.
"Masih belum tertarik denganku, Tuan William?"
Langkah Heidi kian mendekat. Hingga mereka saling berhadapan. Dengan berani wanita berambut blonde ini, meletakkan tangan pada dada bidang William. Lelaki tampan hanya tersenyum dingin. Tanpa berucap sepatah kata.
"Nona Heidi yang rupawan. Mengapa dirimu sangat tertarik dengan diriku?" William menyeringai angkuh.
Heidi semakin merapatkan tubuhnya. Hingga mereka berdua, saling merasakan hangatnya embusan napas William dan Heidi.
"Bisakah ada waktu untuk diriku, Tuan William?" bisik Heidi manja. Belum sampai William menjawab. Tiba-tiba dari arah belakang. Seseorang langsung me
"Terserah kamu Laurice. Karena aku akan pergi dengan Heidi. Apa kamu mau ikut juga?"Dadanya bergemuruh serasa ingin meledak. Dengan langkah santai William melenggang meninggalkan Laurice yang masih berdiri terpaku. Tak terima atas pelakuannya. Dia mengikuti langkah William, dan menarik lengannya."Aku akan ikut kamu!""Apa kamu juga akan ikut saat kami berdua berpesta?" William menoleh sesaat, lalu pergi meninggalkan Laurice yang tercengang."Apa maksud kamu berpesta William?" Laurice terus mengejarnya langkah lebar William, yang terus meninggalkan dirinya. "William! Tunggu aku!" Namun lelaki tampan penuh keangkuhan itu, hanya mengangkat sebelah tangan ke atas. Seraya melambaikan tangan pada seorang wanita, yang tak lain Heidi.Deru napas Laurice memuru dengan penuh amarah."Keterlaluan kamu William! Tega sekali kamu meninggalkan aku begitu saja, dan pergi dengan wanita konyol itu? Yang benar saja William!" gerutu Laurice tak henti.
"Apa menurutmu Bibi orang yang bodoh? Kamu tak akan bisa mengelak lagi, Laurice. Bahkan sekarang saja dia pergi meninggalkan kamu, demi kerabat Barnes, si Heidi Asher. Benar 'kan?"Wanita cantik berambut merah, benar-benar dibuat tertegun oleh semua penjelasan dan ucapan sang bibi.'Bagaimana bisa Bibi tahu semua? Apa dia juga berada dalam pesta itu? Atau--'Laurice menatap tajam sang Bibi, yang terus memandang padanya."Pasti Bibi punya mata-mata! Iya 'kan?"Magdalena kembali terkekeh lirih. Seolah mengejek pada keponakannya."Apa kamu pikir Bibi di rumah seperti ini, tidak akan tahu apa-apa? Kalau pemikiran kamu seperti itu. Kamu salah besar!""Jadi, memang Bibi mematai saya? Ada orang yang disuruh oleh Bibi?" cecar Laurice pada Magdalena."Kamu pikir, dirimu ini berhadapan dengan seorang lelaki yang gentleman? Seorang lelaki yang bertanggung jawab dan mencintai keluarganya? Kalau itu anggapan kamu, untuk kesekian ka
"Bagaimana dengan hartaku?"Keduanya terdiam. Saling beradu pandang. Tampak Laurice sedang berpikir keras soal ini."Kamu lepaskan, atau kamu ikuti. Tapi, kamu harus siap untuk terluka kesekian kalinya. Seperti pada Jill! Paham Lau?""Karena Jill terlalu lemah, Bi. Dia tak bisa berbuat apa pun, karena Jill memilih diam. Kalau aku tidak!""Memangnya apa yang bisa kamu perbuat?" Tantang Magdalena pada keponakannya.Laurice terkesiap, oleh pertanyaan dari sang bibi. Dia hanya bisa diam terpaku."Kamu tak bisa menjawabnya?""Yang jelas aku akan mengancam William, untuk segera mengembalikan semua aset aku, Bi. Puas?""Baguslah! Sekarang kamu sebaiknya tidur. Sudah larut malam."***Di keremangan malam, terdengar suara dua insan yang saling melampiaskan gelora hasrat. Saling mendesah, sesekali jeritan kecil yang erotis menggugah kelelakian William.Tampak William yang tengah duduk bersandar. Terus menatap w
Di rumah sakit, tampak Sherley sangat panik dan cemas. Dia berjalan mondar mandir. Dari kejauhan terlihat keluarga Holmes berlari kecil ke arahnya."Apa yang terjadi Nona Sherley?" tanya Tuan Holmes.Sherley masih terlihat syok dan gugup. Dia tidak dapat berdiri dengan tenang. Kedua kakinya berjalan hilir mudik. Sampai nyonya Holmes menangkap lengannya."Cobalah kamu tenang dulu Nona Sherley. Biar kami bisa bicara sama kamu!" tegas wanita tua itu. Dia terus menatap tajam pada Sherley yang gelisah bercampur rasa takut.Tuan Holmes memberi isyarat pada istrinya untuk mengajaknya duduk di sebuah kursi tunggu."Duduklah dulu, Nona!"Belum sampai Sherley menceritakan semua. Seorang wanita cantik umur sekitar 50 tahun datang dan langsung menarik lengan Sherley hingga terjatuh dari kursi."Aaaarghh!" teriak Sherley kesakitan.Tampaknya wanita itu tak peduli dengan erangan Sherley."Kamu apakan anakku?""Agnes!" sentak Tu
"Darriel ... Darriel!" teriak Agnes kencang. Suaranya menggema memenuhi seisi ruangan. "Kenapa dia diam saja Sus? Kenapa?!"Agnes berlari menuju seorang dokter yang berdiri tak jauh dari ranjang Darriel."Dok! Kenapa anak saya ini, kok diam saja? Jawab Dok!" teriak Agnes, terus mengguncang tubuh Darriel yang dingin membeku."Dia terlalu banyak kehabisan darah. Semisal waktu itu dia cepat dibawa kemari, mungkin masih bisa tertolong.""Dasar wanita itu biang semuanya. Dia biang kerok semua atas kematian Darriel!"Tak memperdulikan Tuan Holmes yang mencegah dirinya. Tetap saja Agnes mengindahkannya. Dia berjalan cepat menuju ruang tunggu. Melihat kedatangan Agnes. Sherley langsung berdiri."Bagaimana dengan Darriel, Nyonya?"Plaaakkk!Tangan Agnes menampar dengan sangat keras. Sampai membuat Sherley terhuyung ke belakang."Nyonya!" sentak Sherley yang terperanjat. Manakala melihat serangan dari Agnes yang tiba-tiba.
Sekali lagi Sherley mengangguk pelan. Tak ada banyak kata yang terlontar dari bibir Sherley. Selama perjalanan, dia lebih memilih diam. Walau dia pun tahu, lelaki yang duduk di depannya, sedang menatap lurus dan tegas pada dirinya."Anda terlihat sangat tegang sekali, Nona? Apa ada yang salah?""Entahlah, Tuan Abel. Saya jadi berpikir, kenapa saya seolah jadi tersangka dalam kasus ini? Padahal saya juga tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.""Anda jangan tegang dulu Nona. Dalam sebuah kasus kejahatan seperti ini. Mnegorek keterangan dari saksi adalah hal yang biasa. Termasuk sekarang ini. Anda masih menjadi saksi dalam kasus Tuan Darriel.""Masih saksi?" tanya Sherley tersungging. "Saya sudah bosan menjelaskan pada semua orang tentang kejadian sore di rumah peristirahatan keluarga Holmes.""Anda tidak boleh bosan, Nona Sherley. Karena kasus ini bisa saja berkembang.""Saya pasrah saja. Karena memang saya tidak melakukan hal untuk mel
"Saya malah baru tahu dari anda Tuan Abel. Bagaimana ceritanya hal itu?" Sengaja Sherley melemparkan pertanyaan sebaliknya. Dia tak ingin mengungkap kasus yang terjadi pada Aston dan Beatrix. Dalam pikiran Sherley saat ini, dia hanya ingin segera terlepas dari kasus yang saat ini tengah menjeratnya."Apakah kalian tidak pernah saling berbagi cerita?"Sambil menyuapkan makanannya, Sherley menggeleng. Dia tahu apa yang tengah dilakukan lelaki yang ada di hadapannya ini. Sepertinya Abel sedang mencari tahu semua informasi tentang yang berhubungan dengan Kastil."Kenapa Tuan Abel begitu yakin kalau mereka ada hubungan? Setahu saya wanita di kastil tak ada yang berani menjalin hubungan dengan lelaki lain. Karena William pasti akan marah.""Marah?"Sesaat Sherley tersadar atas kalimat yang baru saja dia lontarkan. Memancing Abel untuk semakin menggali informasi tentang kastil. Bagaimana pun yang dipikirkan Sherley saat ini bukanlah William, akan tetapi J
'Aku harus berhati-hati bicara dengan orang ini. Dia sangat lihai mengutak ati pembicaraan. Salah sedikit saja, dia bisa mengolah menjadi sebuah informasi yang bisa membuat kastil dalam bahaya,' bisik Sherley dalam hati. 'Atau mungkin dia memang sudah mencurigai William?'"Anda sepertinya sangat tertantang mendalami kasus ini Tuan. Cuman, dalam kasus saya, adalah penembakan Tuan Darriel Holmes. Bukan tentang William. Benar 'kan?""Hemmm, ya untuk saat ini. Kita lihat saja nanti Nona Sherley.""Apa anda ingin mengatakan kalau kasus ini akan menjadi panjang?""Bisa iya dan juga bisa tidak."Kali ini Sherley menatap tajam lelaki yang duduk di depannya. Tak sedikit pun dia mengedipkan mata. Sorot mata yang tajam terus mengamati gesture tubuh Abel.Lelaki itu mengulum senyum. Dia sangat tahu bila Sherley tengah mengamati dirinya."Anda sedang kagum pada saya, atau sedang dalam rasa curiga?""Ternyata Tuan Abel ini