"Paaah ... hati-hati yah di sana!" ucapku saat Mas Firman memasuki mobilnya diikuti Maya di belakangnya."Bu, saya berangkat dulu yah. Ibu jangan mengkhawatirkan Pak Firman, selama di sana saya akan selalu mendampingi Pak Firman, jadi semua kebutuhannya biar saya yang penuhi," ucap Maya sebelum menaiki mobil kantor yang telah menunggu di depan rumahApa maksudnya ... jangan khawatir, jelaslah aku khawatir! Wong, kamu perginya berduaan saja. Terus maksud kamu, memenuhi kebutuhannya apa, apa termasuk kebutuhan biologisnya. Aku benar-benar kesal mendengar kalimat terakhirnya, seenaknya saja dia berkata demikian."Udah Mah, benar kok kata Maya. Mamah gak usah terlalu mengkhawatirkan aku. Kalau aku butuh apa-apa ada Maya yang siap membantu. Ya sudah aku pamit yah. Kamu baik-baik yah di rumah!" Mas Firman malah mendukungnya lagi membuatku tambah kesal saja, huuu ...!!! Makin besar kepala saja dia, berasa menang didukung Mas Firman."Iya Pah! Awas jangan macam-macam di sana!" Aku berbisik di
"Diaa ... hmm ... salah menginput data perusahaan Mah, semuanya jadi kacau, kita harus mengulang dari awal bulan, mengkoreksi semuanya kan itu butuh waktu Mah," jawab Mas Firman seperti terlihat panik.Kenapa menurutku itu alasan yang tidak masuk akal yah, data apa yang Mas Firman maksud. Aku benar-benar gak habis pikir dengan alasan Mas Firman."Ya tinggal betulin aja, apa susahnya sih, kita kumpulin datanya terus masukin yangg benernya udah beres, kenapa harus marah-marah segala sih!" Giliran aku yang sewot kali ini."Iya Mah, kamu bener. Ya udah Maya, sana kamu ke kamar istirahat sana." "Iya Pak kalau gitu saya permisi, Bu mari!" ucapnya terlihat lemas, Maya pun beringsut ke kamarnya."Paah ... kamu gak bohong kan sama Mamah, sebenarnya apa sih yang terjadi antara Papah sama Maya?" Aku masih belum puas mendengar jawaban Mas Firman."Hmm ... sebenarnya dia telah salah menyetujui perjanjian dengan Pak Pedro soal kerjasamanya dengan perusahaanku, Mah. Padahal aku sudah menolaknya den
Mas Firman pulang dari kantor, mereka memang pulang bersama, tapi tidak ada percakapan sama sekali.Aneh sekali mereka, dari kemarin mereka terlihat acuh, tapi kenapa kata Azra mereka saling berciuman di kantor.Apa mereka sedang bersandiwara kalau sedang di rumah, tapi kalau di kantor sebenarnya mereka dekat bahkan bisa bermesraan.Aku menyapa suamiku seperti biasa, agar tidak kentara kalau aku sedang mencurigainya. Sedangkan pada Maya melihatnya saja aku malas."Sore, Bu!" sapanya terlihat biasa saja, seperti tidak terjadi sesuatu dengan mereka."Sore!" jawabku datar.Maya langsung menuju kamarnya, begitu pun suamiku dia masuk ke kamar kami, untuk berganti baju dan mandi."Gimana kerjaannya Pah, lancar?" tanyaku saat suamiku sedang melucuti pakaiannya."Lancar.""Aku langsung mandi yah, gak kuat gerah!" "Memang gerah sih apalagi kalau udah deket-deket sama yang bening-bening!" aku sengaja menyindirnya apa dia mengerti maksudku."Hah?" Mas Firman terlihat mengerutkan dahinya."Maks
Mas Firman semakin hari semakin mesra padaku, aku juga tidak tahu apa yang menyebabkannya suamiku sedikit demi sedikit berubah, pulang kerja juga gak pernah telat, dan sekarang dia gak pernah lembur, di juga gak pernah bawa kerjaannya lagi ke rumah.Tapi aku senang, bahkan Azra gak pernah memberikan laporannya tentang Mas Firman lagi, mudah-mudahan saja memang waktu itu dia salah lihat.Diantara Mas Firman dan Maya pun masih terjadi perang dingin, mereka masih tidak saling bicara di rumah. Entah ini kabar baik atau kabar buruk bagiku, tapi ada jarak diantara mereka membuat kecurigaanku sedikit berkurang.Aku berusaha berpikiran positif, mungkin Mas Firman berusaha untuk bersikap profesional, kalau di rumah dia menganggap Maya bukan siapa-siapa, kalau di kantor baru mengganggapnya sekretaris.Bahkan di hari libur ini dia mengajak kami jalan bertiga, aaah ... sudah lama rasanya kami tidak jalan bertiga seperti sekarang ini."Asyiiik ... kita berenang Pah!" sorak Tita kegirangan mendenga
Aku anggap pembicaraanku sore itu selesai walaupun aku masih merasa janggal dengan jawaban Mas Firman.Tiba-tiba Ponselku berbunyi dan aku tidak mengetahui nomor siapa ini. "Halo, Bu Arlita saya Syaka, leader di restoran Bu Arlita cabang Bandung...""Oh iya Syaka ada apa yah?""Gini Bu, ini tentang Bu Zahra.""Ada apa dengan Zahra?""Bu Zahra sedang sakit sudah ada tiga hari dirawat, hmm ... maaf mengganggu Bu Arlita, tapi saya diminta hubungi Ibu oleh Bu Zahra. katanya restoran saat ini tidak ada yang mengawasi, saya juga diminta bantuin tugasnya Bu Zahra, tapi maaf Bu, kayaknya saya gak sanggup, apalagi pegang dua cabang."Ya ampun Zahra sakit, apa karena aku kasih dia amanah yang lebih berat yah."Ya sudah malam ini juga aku akan pergi ke Bandung.""Makasih Bu, maaf yah Bu saya sudah mengganggu Ibu karena hari ini bukan jadwal Ibu berkunjung ke Bandung!""Iya gak apa-apa!"Aku pun segera membereskan baju-bajuku ke dalam koper, aku harus pergi ke Bandung sekarang juga."Loooh Maaah
"Kamu keluar sana! Jangan tidur di sini!" Aku mengusir Maya karena sangat muak dengan ulahnya."Kok Bapak ngusir saya sih? Di kantor Pak Firman mau saya cium, kenapa di rumah gak mau?" Dia terus menggodaku sambil meliuk-liukkan tubuhnya yang hanya terbungkus gaun tidur yang tipis, tubuhnya yang sintal jelas sangat terlihat seksi.Glek! Dia sungguh menggoda imanku, tapi aku harus tetap waras, aku ini sudah punya istri yang sangat aku cintai."Pergi sana, Maya! Aku capek sekali, aku ingin istirahat!" Sekali lagi aku mengusirnya, dia sepertinya kesal tak berhasil menggodaku."Iya baiklah, masih ada hari esok yah Pak Firman." Maya berusaha membelai daguku, tapi aku tepis tangannya."Daaah ... Pak Firman!" Dia berusaha menggodaku dengan melakukan kiss bye dengan memainkan bibir merah menyalanya itu secara sensual.Aku tak habis pikir dengan sikap Maya, kenapa dia terus menggodaku, kenapa dia tidak mencari sosok laki-laki yang single saja.******Setelah aku mengantarkan Tita dan Wati ke s
Aku terbangun pagi ini, rasanya tidurku pulas malam tadi, aku ingin tahu bagaimana perasaan Maya, pasti dia jengkel karena tadi malam gak berhasil buka pintu kamar, hahaha ...!"Papah, kenapa ini pintunya?" teriak Tita saat akan membuka pintu kamarnya."Kenapa emangnya De?" tanyaku sambil mendekatinya."Susah dibuka, terus ini gagangnya kayaknya mau copot, Pah." "Ya sudah sini, biar Papah coba!"Aku pun mencoba membukanya, eeeeh ... gagangnya malah terlepas.Gila juga si Maya, aku gak kebayang dia sangat berusaha untuk bisa masuk ke kamar ini, gagangnya sampai copot gini.Aku pasangin lagi gagangnya dan berusaha membukanya, cukup susah karena kuyakin gagang di bagian luarnya pasti sudah terlepas.Aku agak menekannya saat menarik gagangnya dan ceklek! Berhasil, pintu bisa terbuka."Horeee ... bisa kebuka!" Tita bersorak gembira.Aku perhatikan pintu itu, sesuai perkiraanku, gagangnya sudah terlepas, dan gagangnya sudah tergeletak di lantai."Tita, pintunya jangan ditutup dulu yah, tak
POV ArlitaSudah hampir seminggu aku di sini, saking sibuknya aku sampai jarang membuka ponsel."Zahra, kamu yakin udah bisa kerja lagi?" tanyaku pada Zahra yang sudah bedrest selama beberapa hari."Iya Bu, saya yakin, saya udah gak apa-apa. Badan saya udah enakan, besok saya udah bisa kerja lagi," jawab Zahra meyakinkanku."Kayaknya kamu kecapean yah, kalau gitu, kamu pegang satu cabang saja lagi yah, biar nanti yang cabang Bandung dua saya akan perintahkan sama Pak Zacky untuk sementara." "Iya Bu, maaf saya mengecewakan Ibu, saya memang semenjak memegang dua cabang suka telat makan dan kurang istirahat," ucapnya lirih, Zahra merasa tidak enak padaku karena tidak dapat mengemban tanggung jawab yang diberikan olehku untuk mengurus dua cabang sekaligus."Gak apa-apa, Zahra. Saya mengerti keadaan kamu, maaf yah saya sudah memaksakan kamu untuk beri kamu tanggung jawab yang cukup berat. Ya sudah kalau begitu saya pamit pulang yah, saya sudah kasih instruksi pada Ayaka untuk membantu kam