Setelah Mamanya sedikit lebih tenang, Andaru pamit untuk kembali ke kantor "Mama istirahat, jangan terlalu di pikirkan. Mau menyesal seperti apapun, Papa sudah gak ada. Do'ain saja agar papa tenang di sana." Andaru berjalan keluar kamar, wajahnya nampak lelah dan sedikit pucat. Kemejanya sudah kusut dan berantakan. Jas mahalnya entah dimana, dan lengan baju sudah tertarik sampai siku. Dengan langkah berat laki-laki itu menuruni tangga. Baru sampai di lantai dasar retinanya menangkap bayangan kakeknya yang berjalan dari ruang dari ruang tamu. "Demi gadis kamu rela kehilangan segalanya?" Suara Anggada terdengar bergetar. Ia baru saja mendapat telpon dari salah satu pegawainya yang mengabarkan kebakaran di salah satu gudang mereka. Andaru tersenyum sinis, tak satupun kata keluar dari mulutnya untuk menanggapi ucapan Anggada. Dia tatap melangkah tak menghiraukan Anggada "Opa pikir kamu itu lebih dari Kendra, tapi ternyata kamu sama bodohnya dengan kakakmu itu," cerca Anggada penuh
"Coba lihat, apa isi pesannya," pinta Zachary. Tanpa bicara Andaru memerikaa ponsel Aisyah laku memperlihatkannya pada Zachary. +62***000*4565Haidar, ini aku Aisyah. Alhamdulillah aku baik-baik saja. +62***000*4565Jika Andaru datang mencariku, tolong katakan padanya aku sudah kembali ke jakarta. +62***000*4565Jika kamu tidak bisa menemuinya tolong kirimkan pesan melalui ponselku.+62***000*4565Aku minta maaf harus merepotkan kamu. Tapi aku mohon tolong selesaikan urusan di sana seperti rencana awal kita. Sekali lagi aku minta maaf dan terima kasih.Isi chat ada di kotak masuk ponsel Aisyah dengan kontak nomor tidak di kenal. Kemungkinan Aisyah meminjam ponsel seseorang untuk memberi kabar pada Haidar, pikir Andaru. Seketika hati Andaru seperti di siram air dingin yang membuatnya bisa sedikit bernafas lega setelah membaca pesan itu. Meski keberadaan Aisyah belum di temukan setidaknya dari pesan itu menunjukkan jika wanita yang dicintainya itu dalam keadaan baik-baik saja. Spo
Di dalam kamar dua orang pria wajah tegang sudah bersiap dengan senjata ap* di tangannya masing-masing. Dibelakangnya berdiri seorang wanita tak kalah gusar sedang meremas ujung dari kemeja yang di pakainya. "Saat ini posisi kita terkepung. Untuk lolos kita harus lompat dari jendela," bisik salah satu dari pria itu dengan pandangan lurus pada pintu yang letaknya hanya beberapa langkah dari posisi mereka berdiri. "Saat pintu di buka segera lari kearah jendela!" sambungnya memberi perintah yang di jawab anggukkan dari rekannya. "Apapun yang terjadi Mbak Aisyah harus teruslah berlari. Kalau terdesak minta bantuan sama warga sekitar." "I ya...." jawab Aisyah terbata. "Aku mohon kalian juga harus selamat," sambungnya penuh harap. Ada rasa bersalah di hatinya karena dirinya banyak orang yang harus terluka. "Keluarlah, kalian sudah di kepung!" Teriakan Daru luar kamar. "Dari jendela kalian pasti bisa melihat ada beberapa orang yang udah bersiap untuk menangkap kalian. Jadi lebih baik kal
"Apa yang mereka lakukan?" "Saya yakin mereka tidak sampai melakukan hal yang Anda takutkan. Kami menyerbu beberapa saat setelah mereka sampai di tempat persembunyian," jawab Jago mengerti hal yang di takutkan anak dari bosnya itu. Dulu dirinya memang gagal menyelamatkan kekasih dari putra pertama bosnya, tapi kali ini Jago yakin jika ia tidak mengecewakan almarhum bosnya. "Bagaimana kalian tahu tempat persembunyian mereka?" tanya Andaru dengan satu alis terangkat. "Sebenarnya sudah sejak lama Bu Elmira memerintahkan kami, untuk mengawasi Mbak Aisyah. Beliau tidak ingin kejadian Mbak Zaskia terulang kembali," jawab pria itu menjelaskan. "Tapi sialnya saat kejadian dua anak buah saya tertinggal karena ban motornya bocor. Dan saat kembali mereka sudah membawa Mbak Aisyah masuk kedalam mobil. Jadi mereka mengikuti saja sambil menunggu bantuan datang." "Kenapa Mama hanya diam saja saat aku kebingungan mencari info keberadaan Aisyah?" Jago melirik Aisyah yang juga masih terisak di pe
Sore ini lalu lintas cukup padat. Perjalanan yang biasa hanya, memakan waktu 45 menit sampai molor menjadi satu jam setengah. "Setelah mengantarkan Zachary, kamu bisa langsung," perintah Andaru sebelum turun dari mobil setelah mereka sampai di depan rumah miliknya. Seorang satpam segera membuka pintu gerbang kayu setinggi orang dewasa. "Selamat ma....," Andaru mendelik dan memberi isyarat agar pria berseragam security itu tidak mengeluarkan suara yang bisa membangunkan wanita yang saat ini berada di gendongnya. "Tutup kembali gerbangnya dan jangan izinkan siapapun masuk tanpa terkecuali," perintah dengan suara berbisik lalu berjalan memasuki halaman rumahnya. Sebuah hunian bergaya modern klasik berlantai dua yang didominasi dengan warna putih coklat yang memberi kesan mewah. Di depannya terdapat sebuah taman dengan kolam ikan dan bunga- bunga berbagai warna. Sepanjang tembok rumah itu juga di penuhi tanaman rambat yang membuat suasana terasa sangat Asri dan membuat siapapun akan
Sesuai rencana, hari ini Aisyah akan kembali ke kota asalnya. Menggunakan penerbangan pertama wanita bertubuh langsing itu akan meninggalkan kota yang sudah di tinggalinya setahun yang lalu. Sejak keluar rumah sampai menginjakkan kaki di bandara tak sekalipun Andaru melepaskan tangan lembut milik sang kekasih dari genggamannya. Sembari berjalan tak henti-hentinya pria tampan itu berpesan. "Begitu sampai segera kasih kabar! Aku sudah menghubungi Zein, dia yang akan menjemputmu," ucap Andaru. "Langsung pulang! Meski sudah di Jakarta tapi kamu harus tetap hati-hati. Bisa saja opa mengirim orang ke Jakarta. Untuk sementara jangan berpergian dulu, sampai aku menyusul," pesannya yang sudah kesekian kalinya. Rasanya Aisyah sudah hafal di luar kepala dengan semu kalimat yang Andaru ucapkan. Sejak semalam sampai beberapa detik yang lalu, kalimat yang sama keluar dari bibir seksi pria yang menggandengnya itu. "Mungkin dua atau paling lambat tiga minggu lagi aku akan menyusulmu." Tambah Anda
Setiap hari Salma terus menanyakan tentang Andaru, pria yang katanya akan menikahi putrinya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini Salma kembali mengulangi pertanyaan yang sama."Ai, jadi kapan Andaru datang?" ucap Salma setelah mendudukkan dirinya di kursi teras. Tatapannya tertuju pada Aisyah yang sedang menyirami tanaman hias di depannya. "Ini sudah seminggu kamu pulang tapi kenapa dia belum menyusul?"Aisyah menoleh sebentar lalu kembali pada pekerjaannya. "Ai,, di tanya kok cuma diam saja?" decaknya kesal. "Kemarin kan sudah tanya. Jawabannya masih sama Bu," jawab Aisyah sambil mematikan kran air. "Terus kapan kekasihmu itu kesini? Kamu kayak gak tau aja, tetangga sudah pada bergosip tentang kamu." Wanita berkerudung itu sedikit kesal mengingat kejadian tadi pagi saat dirinya berbelanja. Kebiasaan ibu-ibu saat berbelanja adalah bergosip dan ngejulid. Sungguh membuat kesal, batin Salma. "Sabar ya Bu," Aisyah menarik pelan tangan ibunya dan membawanya masuk ke dalam rum
"Jika di sandingkan dengan Anda, saya memang miskin." Aisyah menimpali. "Tapi Alhamdulillah, Allah tidak pernah membuat saya merasa kekurangan. Segalanya telah saya miliki. Kasih dari keluarga dan cinta dari cucu Anda." Sontak wajah Anggada memerah, tangannya mengerat pada tongkat yang dipegangnya. Ucapan Aisyah pelan tapi menusuk hati pria tua itu. Tak bisa menahan, sebuah senyum terbit di bibir Jago yang berdiri mengawasi. Hebat, kekasih dari bosnya itu memang sangat cerdas dan pandai mengintimidasi lawan bicaranya. "Kamu masih berani melawan saya? Setelah apa yang kamu alami?" Anggada mencoba mengintimidasi balik. "Tentu saya takut karena hatinya tidak terbuat dari batu yang tega melihat orang lain bersimbah darah demi keegoisan saya. Saya juga tidak akan mampu melihat kerabat dan teman saya terluka. Itulah sebabnya saya kembali ke Jakarta." Aisyah menyindir pedas kelakuan Anggota yang tak berperasaan. "Ha haha..... " Tawa Anggada menggelegar sampai membuat Semua orang di dala