Pukul 6 pagi Aisyah sudah berangkat ke sekolah dengan di temani seorang mamak salah satu anggota paguyuban. "Orangnya datang pukul 12 siang, kalau bisa Mamak datang sebelumnya ya," ujar Aisyah sembari menata hasil kerajinan tangan ibu-ibu kampung. Hari ini akan ada pembeli yang ingin melihat hasil dari produk buatan ibu-ibu paguyuban yang di bentuk Aisyah. Sang pembeli hendak memesan banyak untuk sebuah acara. "Siap Ibu guru cantik," ucap wanita berkulit gelap itu. "Nanti Mamak datang sebelum anak-anak pulang sekolah," tambahnya ikut merapikan ruangan agar terlihat rapi. Aisyah dan Mamak Nancy menyapu dan mengeluarkan barang-barang yang tidak penting agar ruangan kecil itu terlihat lebih luas. "Mamak, tolong bantu aku angkat meja ini keluar," pinta Aisyah. Dengan susah payah akhirnya ruangan itu terlihat lebih rapi dan luas. Ruangan yang mereka gunakan saat ini adalah gudang sekolah yang awalnya hanya di gunakan untuk menyimpan bangku rusak. Dan atas izin kepala sekolah Aisyah m
"Siapa yang menampar kamu?" Aisyah menoleh, melihat Andaru menatapnya tajam membuatnya gugup "Bukan siapa-siapa, Mamak Nancy hanya bercanda." "Tidak, Mamak tidak bercanda," ucap Nancy tegas. "Kita tidak mau mendapatkan uang dari orang yang sudah menyakiti Ibu cantik." "Mamak, nanti aku ceritakan. Sekarang Mamak kembali dulu ya! Jangan cerita apa-apa ke yang lain, ok?" Nancy mengangguk lalu berjalan meninggalkan Aisyah dan Andaru. "Sekarang jelaskan!" pinta Andaru. "Gak ada yang perlu di jelaskan. Mamak Nancy salah faham." Aisyah menggandeng Andaru. "Sudah tidak perlu di pikirkan! Aku capek banget, perut aku juga lapar." Andaru menarik tangan kanannya yang digandeng oleh Aisyah. "Kenapa dilepas?" tanya Aisyah menatap Andaru bingung. "Kenapa tidak bilang kalau Mama menamparmu?" Tatapan Andaru berubah serius. Aisyah menghela nafas panjang, "Aku hanya tidak mau mengganggumu dengan masalah yang tidak penting." "Tidak penting?? Apa masalahmu dengan ayahmu juga tidak penting?" "M
Sebuah pesan masuk di ponsel Haidar, seketika raut wajah pria itu terlihat lega. "Dia di rumah sakit, di kota," beritahunya dengan suara lantang lalu kembali sibuk dengan ponselnya. "Maksud kamu siapa, Aisyah?" Andaru menoleh pada pria yang berdiri tidak jauh darinya."Hemm,," gumam Haidar sambil membaca pesan di ponselnya. "Apa dia sakit? Kamu tahu dari mana?" Andaru berdiri wajahnya semakin pucat karena khawatir. "Aisyah mengirim pesan." Haidar menunjukkan layar ponselnya sebentar lalu kembali mengetik balasan pesan di ponselnya. "Katanya dia di rumah sakit. Tadi sore Aisyah melihat Cristy terjatuh dari pohon dan mengalami pendarahan. Dengan bantuan dokter Hasan, Aisyah membawa Cristy ke rumah sakit," sambungnya dengan pandangan masih fokus pada layar ponselnya. Andaru segera memeriksa ponselnya, mungkin saja Aisyah juga mengiriminya pesan. Wajah Andaru berubah masam, tak ada satupun pesan masuk dari Aisyah.Meski merasa lega namun ada rasa kecewa di hatinya. Jangankan membalas
Setelah pertengkaran malam itu Aisyah dan Andaru sepakat untuk saling introspeksi diri. Dua minggu sudah berlalu tapi tidak ada yang mau mengalah untuk menghubungi lebih dulu. Dua-duanya tetap dengan keras kepalanya. Baik Aisyah maupun Andaru kekeh tidak mau mengakui salah. Mereka mengklaim memiliki alasan untuk sikap dan tindakannya. Aisyah merasa seharusnya Andaru bertanya dan tidak memendam prasangka buruk padanya sehingga membuat hubungan mereka memanas. Sedangkan Andaru kekeh menyalahkan Aisyah mengapa tidak bisa jujur dari awal tentang hubungannya dengan sang ayah yang menjadi titik awal masalah mereka. "Sudah selesai?" Suara Haidar membuyarkan lamunan Aisyah. "Ayo pulang!" ajaknya sambil. berdiri di depan pintu kelas. "Hemm,,," Aisyah beranjak dari kursinya, membereskan buku-bukunya lantas berjalan keluar kelas. "Satu bulan lagi tugas kita berakhir," ujar Haidar dengan pandangan sekitar sekolah saat mereka berjalan beriringan. "Rasanya baru kemarin kita sampai di desa ini
"Apa mau kamu?" tantang Anggada. "Saya hanya ingin memastikan keselamatan saya dan keluarga saya," jawab Aisyah berusaha setenang mungkin meski sebenarnya hati dan pikirannya sudah tidak bisa di gambarkan betapa takut dan paniknya. "Jauhi Andaru! Maka akan saya jamin keselamatanmu dan keluarga kamu. Tapi jika kamu melawan saya, hukumannya akan sangat menakutkan." Suara Anggada pelan namun dengan nada ancaman yang membuat orang mendengarnya bergedik ngeri. Aisyah memaksa untuk tersenyum, "Jika Andaru yang mendekati saya, apa Anda juga akan menghukum saya? Rasnya sangat tidak adil berada di posisi saya.""Baik, jika cucu saya yang mendekati kamu, aku akan menghukumnya tapi jika kamu yang mendekatinya atau sekedar mengirim pesan padanya maka bersiaplah untuk mendapatkan hukuman yang pasti akan kamu sesali seumur hidupmu." Anggada tersenyum sinis. "Boleh saya koreksi pernyataannya?" ucap Aisyah yang membuat Anggada mengangkat satu alisnya. Apa sebenarnya mau wanita muda ini? pikir An
Dertt... Ponsel Elmira bergetar, nampak sebuah pesan masuk diatas dengan nama pengirim yang membuat Elmira segera meninggalkan pekerjaannya menyiram bunga sore ini. "Tumben dia mengirim pesan duluan," gumam Elmira setelah melirik ponselnya yang ada di atas meja. "Mungkin ada yang penting." Segera diletakkannya slang air yang sejak setengah jam lalu dipegangnya. @Aisyah Ramadhani[Assalamu'alaikum Tante, Tuan Anggada baru saja menemui saya.]Matanya menyipit begitu membaca isi pesan yang di kirim Aisyah. "Papa,," gumamnya dengan nada geram lalu mengetik balasan pesan untuk Aisyah. [Wa'alaikum salam Aisyah. Aku akan mencoba untuk berbicara dengan Andaru. Jika Andaru tidak merespon segeralah pergi dari sini. Aku akan kirim orang untuk segera membawamu keluar dari sana. Demi kebaikan kamu lebih baik lupakan Andaru,] tulis Elmira. Sekitar pukul sembilan malam terdengar mobil Andaru berhenti di depan rumah, Elmira yang sedang melakukan panggilan telpon dengan Rania segera mengakhiri p
Siang ini Aisyah izin pulang lebih awal untuk mengantarkan Mamak Nancy pergi ke pasar di Kota. Mereka hendak membeli beberapa bahan untuk persediaan karena pesanan produk mereka mulai ramai. Atas izin kepala desa mereka menggunakan mobil operasional desa. Dan diantar oleh seorang perangkat desa sebagai sopir. Begitu sampai Aisyah dan Nancy bergegas menuju toko langganan mereka yang pasti sudah hafal dengan barang-barang yang hendak mereka beli. Ada tiga toko yang mereka datangi. Tak ingin pulang kemalaman, Nancy dan Aisyah berbelanja dengan cepat tanpa beristirahat meski hanya sekedar minum untuk menghilangkan dahaga. Sekitar satu jam mereka sudah mendapatkan semua barang yang mereka butuhkan. "Coba di cek, sudah semua apa belum?" ucap Aisyah sambil memeriksa belanjaan yang telah dibelinya. "Kayaknya sudah Ibu guru," jawab Nancy setelah memeriksa beberapa kantong kresek nyang di bawanya."Ya sudah ayo kita pulang! Takut kemalaman." Aisyah berjalan lebih dulu menuju parkiran di i
Sejak semalaman perasaan Andaru tidak tenang. Pikiran semakin tidak karuan saat ponsel Aisyah tidak bisa di hubungi. Jika dua hari yang lalu Aisyah hanya tidak membalas pesannya lain hal dengan semalam, ponsel wanita itu tidak aktif. Jika bukan karena kakeknya yang melarangnya pergi, sejak semalam Andaru pasti sudah mendatangi wanita yang sangat dicintainya itu. Sekedar untuk memastikan jika firasatnya salah. Setelah sholat shubuh Andaru langsung bersiap untuk berangkat ke desa dimana pujaan hatinya itu tinggal. Meski masih ada rasa marah di hatinya setidaknya dia harus datang untuk memastikan jika wanita itu baik-baik saja. Pukul setengah tujuh pagi, Andaru keluar kamar dan langsung menuruni tangga rumahnya. Sesampainya di lantai satu terdengar sayup-sayup suara mamanya dari taman belakang. Sepertinya sang mama sedang bertengkar dengan kakeknya. Andaru berhenti sebentar, tanpa berniat ikut campur. Dihelanya nafas panjang lalu kembali berjalan. Baru dua langkah kembali kakinya ber