Sepulang Roy bekerja. Reva memuodorkan teh hangat dengan kastangel yang dibuatnya. "Tumben ada kue. Kamu beli dimana?" tanya Roy dengan mencicipi kue kastangel tanpa tahu kalau itu adalah buatan istrinya sendiri."Bagaimana, enak nggak?" balas Reva."Enak kok. Kenapa memang nya?"Reva tersenyum. "Aku tadi buat sendiri ditemani sama Bi Ira. Aku jadi kepikiran untuk membuat kue kering. Tapi kalau sekarang sih masih mau belajar dulu. Kamu setuju bggak?" "Oh, jadi kamu yang bikin. Ya kalau kamu memang mau yah aku nggak melarang kok. Selama kamu nyaman nggak masalah sepertinya," jawab Roy. Ia juga tak menuntut Reva untuk mencari uang. Karena semua kebutuhan Reva juga sanggup ia berikan meskipun harganya sangat fantastis sekali pun. Hanya saja ia melihat kalau Reva senang membuat kue itu jadi apa salahnya ia mengizinkan. Lagipula tak harus keluar rumah dan tak membuatnya khawatir. Memang Roy khawatir kalau Reva bekerja keluar rumah. Takut ada orang yang mengusik kemudian menyakiti Reva l
Semakin lama usaha Reva semakin terlihat proyek nya. Ia banyak menerima pesanan dan ia sampai dibantu oleh Ni Ira karena merasa tak sanggup membuat kue sendiri dalam jumlah banyak. "Rev, aku lihat kamu sangat kelelahan. Mending kamu terima pesanan sedikit saja!" usul Roy."Tapi aku sudah menerima pesanan kok. Apalagi mereka yang pesan ini akan ada acara keagamaan atau sekedar untuk camilan di meja. Jadi aku tetap menerima pesanan saja," jawab Reva dengan merebahkan diri di atas tempat tidur yang empuk. Ia melepaskan rasa lelahnya seharian ini karena sehari saja ia bisa membuat 20-50 toples kue kering dengan berbagai varian."Kalau menurut ku mending kamu cari karyawan deh. Kasihan kamu kalau membuat sendiri. Yah, meskipun dibantu sama Bi Ira sih tapi kan tetap kamu yang mengurus semuanya. Kalau kamu punya karyawan aku kira kamu bisa lebih mengontrol saja. Pemilik usaha tidak harus terjun langsung menjadi pembuat. Memang kamu yang akan memegang resep dari usaha mu," usul Roy kembali.
Keesokan harinya Reva sudah membuka tokonya sebelum para karyawan nya datang. Ia memang mebgaja untuk membersihkan lagi tokonya yang baru buka. Ia merasa juga memiliki tanggung jawab atas toko yang baru saja dibuka. Saat itu juga Reva kedatangan tamu di tokonya. "Eh, aku lihat kamu punya usaha," ucap Dewi.Reva menoleh. Ia merasa tak nyaman dengan kedatangan Dewi. Tapi mau bagaimana lagi kalau menang Dewi memiliki niat baik. "Ada apa?" "Aku mau pesan kue keringnya dong untuk acara ku. Aku mau pesan seratus toples," jawab Dewi."Untuk pemesanan jumlah sedikit atau banyak membutuhkan uang muka," jelas Reva."Oh, kamu nggak usah khawatir! Aku beri kamu uang tunai kok. Berapa sih?" Dewi mengeluarkan sejumlah uang yang ditunjukkan pada Reva. Reva sebenarnya malas melayani Dewi ini. Kalau ia mau juga tak menerima pemesanan dari Dewi. Hanya saja ia tetap memprioritaskan pelanggan. Apalagi Dewi juga membayar Cash di awal. Jadi ia merasa tak akan dipermainkan masalah uang. Reva kemudian me
Roy mencoba berdamai dengan hatinya. Ia membiarkan Reva untuk mengikuti alurnya. Ia hanya berharap kalau Dewi tak akan melakukan sesuatu yang buruk pada istrinya. Tetapi ia tetap pasang badan untuk berjaga-jaga kalau misal Dewi berbuat tidak baik pada istrinya.Keesokan harinya, Reva sudah bersiap untuk menuju ke alamat yang dimaksud oleh Dewi. Reva bersama dengan kurir menuju ke tempat yang disampaikan Dewi. Jaraknya cukup jauh tetapi Reva yang mengantarkan sendiri kue pesanan Dewi. Meskipun sebenarnya bisa saja Reva langsung menyerahkan kue tersebut pada kurir dan ia tak memikirkan lagi. Karena Dewi juga telah membayar lunas kuenya kemarin.Roy tetap mengawasi dari belakang dengan menggunakan mobil lain agar tidak diketahui kalau Roy mengikuti Reva.Sampai di sebuah rumah yang cukup sederhana. Reva menekan bel yang ada di pagar rumah. Kalau dipikir Itu bukanlah rumah Dewi. Melainkan rumah orang lain. Karena kalau rumah Dewi, Dewi merupakan anak orang kaya raya yang setara dengan Roy
Reva tersenyum tipis. Meskipun banyak pasang mata yang menatapnya ia merasa tak gentar. Ia kemudian memberikan kue keringnya di dekat Dewi. "Ini semuanya berjumlah seratus sesuai pesanan kamu," ujarnya.Di sana sedang ada kumpulan ibu-ibu arisan. Sehingga tak ketinggalan Bu Wendah. "Bu, ini kan menantunya Bu Wendah, ya? Beralih profesi nih jadi penjual kue," ucap Dewi.Bu Wendah tak peduli bahkan kalau mengatakan Reva adalah menantunya sekali pun."Katanya istrinya orang kaya, tapi malah kerja berat begini," sindir salah seorang temannya Bu Wendah."Kenapa memang kalau istriku bekerja membuat kue?" suara berat berasal dari arah pintu. Roy sedang di sana.Semua Mata kini tertuju pada Roy."Roy," seru Dewi. Ia tak menyangka kalau akan ada Roy di sana."Apa? Kamu mau mempermalukan Reva? Tak tahu malu kamu memang. Reva tak seperti kamu. Mumpung lagi banyak yang kumpul justru bagus di sini. Ada ibu ku juga, nenek yang tega membunuh cucunya sendiri. Reva tak malu dengan kalian mempermaluka
Bi Ira yang mendengar ocehan Reva juga ikut sebal. Ia sebenarnya sudah merasa kalau niatnya memesan kue di majikannya hanya untuk mempermainkan Reva. Tetapi sekarang terlihatlah siapa yang sebenarnya jahat. "Sabar, Non. Memang Dewi orang nya seperti itu Mau bagaimana lagi kalau ternyata orangnya jahat. Tetapi tenang saja deh, Non. Kalau orang baik itu akan dapat balasan juga.""Aku sih nggak berharap apapun, Bi. Pokoknya aku cukup tahu saja dia bagaimana. Dan lebih parahnya lagi sih ada ibu mertuaku di sana. Saat Roy datang semua langsung tutup mulut alias membisu. Nggak ada yang menjawab," jawab Reva. Ada rasa puas di sana. Meskipun ia tak membalas apapun Tetapi ia melihat kalau mereka kehabisan kata-kata saat kedatangan Roy tadi. Ia tak merasa menang, hanya saja ada kelegaan saat di sana.Tak terasa Reva tertidur saat dipijat oleh Bi Ira. Karena memang tubuhnya sangat lelah. Setelah melewati jalan yang cukup jauh dan terjal. Tetapi bagi Reva itu bisa jadi untuk traveling. Kapan lagi
"Ja-jadi ini rumah om kamu, Lin?" tanya Reva. "Iya, Bu.""Nama om kamu siapa?" tanya Reva kembali."Tio."Deg.Reva terperanjat. Ia tak menyangka. Tetapi walau bagaimana pun juga ia akan menemui Tio apapun yang terjadi saat ini.Lina kemudian mengetuk pintu rumah yang sangat sederhana tersebut. Tak lama kemudian keluar lah seorang perempuan dari dalam memakai daftar sepanjang lutut. "Lina!" serunya."Maaf, tante. Saya ke sini bersama bos tempatku kerja. Karena mereka ingin menjenguk Om," ucap Lina dengan menunjuk ke arah Roy dan Lina.Mila, istrinya Tio menatap dengan tatapan yang bingung. Ia merasa sangat bersalah kepada Reva. Tetapi yang sekarang terjadi adalah sangat jauh berbeda. "Ka-kalian kok tahu kami di sini?" tanyanya."Loh, tante kenal sama Pak Roy dan Bu Reva?" sahut Lina yang tak kalah terkejut. Karena ia benar-benar tak tahu.Mila kemudian mempersilakan Reva dan Roy untuk masuk ke dalam rumahnya. Ada Angga yang kini berusia sekitar dua tahun. Ia sudah berjalan dan tampak
Roy dan Reva melihat kondisi Tio begitu memprihatinkan. Terlihat kulit Tio memerah dan seakan melepuh. Belum lagi Tio seakan menahan rasa gatal dan sakit di sekijur tubuhnya. Dan syukur saja Mila masih mau merawat Tio meskipun dengan sangat keterbatasan. Tio dan Mila masuk ke dalam mobil di kursi belakang. Roy melajukan kendaraan menuju ke rumah sakit terdekat agar Tio bisa langsung mendapatkan penanganan. Setidaknya agar tahu sebenarnya Tio terkena penyakit apa.Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit. banyak pasang mata melihat Tio dan bergidik karena bagi mereka terlalu menjijikkan. Meskipun sudah memakai pakaian panjang tetapi di bagian leher dan wajah masih terlihat juga.Roy mendaftarkan Tio di poli umum dan karena banyak pasien akhirnya mereka harus menunggu sekitar satu jam di sana. Setelah satu jam barulah Tio giliran masuk. Tio langsung diperiksa oleh dokter. Sedangkan Roy memilih menunggu di depan poli agar tak terlalu banyak orang yang masuk ke salam ruangan dokter