Kini tubuh polos Sisil berada dalam kungkungan suaminya. Aldin kembali melumat bibir istrinya dengan rakus, lalu menyusuri leher jenjang sang istri dan meninggalkan jejak kepemilikan di leher Sisil yang putih mulus itu.
Laki-laki yang mempunyai senyuman menawan itu sengaja memberikan stempel kepemilikan di tempat yang terlihat supaya atasan sang istri yang merupakan sepupunya sendiri melihat tanda itu. ‘Dia milik gue, Lang. Selamanya akan menjadi milik Aldin Putra Pradipta,’ batin Aldin yang masih saja memikirkan hal itu di malam pertama, tepatnya siang pertama karena mereka melakukannya sebelum malam.
Sementara Sisil memejamkan mata menikmati sentuhan bibir sang suami yang sibuk menciumi tubuhnya. Ia menggigit bibir bawah ketika Aldin menyesapi puncak bukit miliknya.
“Aaa ….” Sisil menggelinjangkan tubuhnya saat Aldin membenamkan wajah di antara kedua pahanya. Aldin menyesapi daerah terlar
“Aku mandi duluan ya.” Sisil turun dari tempat tidur, tapi baru satu langkah ia melangkahkan kakinya sudah terjatuh karena tidak bisa menopang tubuh kecilnya. “Astaga! Kenapa kakiku lemas banget.”“Sil!” Aldin segera turun dan menghampiri istrinya. Ia duduk bersimpuh di depan wanita cantik yang sedang meringis menahan sakit di daerah terlarangnya. “Kamu kenapa?”“Kakiku lemas banget,” ucapnya. “Aku mau ke kamar mandi.”Sisil merasa heran kenapa tiba-tiba kakinya tidak mempunyai tenaga sama sekali, padahal tubuhnya merasa baik-baik saja, tidak ada keluhan apa pun.“Biar aku gendong.” Aldin bangun, lalu menggendong istrinya masuk ke dalam kamar mandi dan menaruhnya di bathup. Ketika Aldin hendak membantu membersihkan tubuh mungil itu, Sisil menepisnya. “Aku bisa sendiri, Al. Kamu mandi
“Aargh …!” Bara dan Gara langsung turun dari tempat tidur, berlari keluar kamar sambil berteriak. Ada Drakula Penghisap darah!”Kedua anak kembar itu lari ketakutan saat mendengar sang tante digigit drakula. Mereka pikir di rumah tantenya benar-benar ada drakula.“Nenek, ayo kita pulang!” Bara dan Gara menarik tangan sang nenek yang sedang duduk di ruang tamu. “Di sini ada drakula,” ucap Bara pada neneknya.“Drakula?” Alis Bunda Anin bertaut, merasa bingung dengan ucapan kedua cucunya. “Maksud kalian apa? Nenek nggak ngerti,” ucapnya. Lalu menyuruh Bara dan Gara untuk duduk di sampingnya.“Ada apa, Nyonya? Kenapa Tuan kecil berteriak?” tanya Bi Neni, pelayan di rumah Aldin dan Sisil.“Sepertinya mereka habis nonton film horor! Tolong ambilkan air, Bi!” Bunda Anin mengira kedua cucunya
Bunda Anin duduk di tepian tempat tidur, di samping menantunya."Sayang, apa kedatangan Bunda mengganggu kalian?" tanya Bunda Anin sembari tersenyum.Wanita paruh baya itu merasa bahagia melihat anak dan menantunya kembali rukun. Ia berharap tidak ada lagi kesalahpahaman di antara mereka berdua."Nggak kok, Bun. Aku senang bunda ke sini," balas Sisil dengan cepat.Wanita mungil yang baru saja melepas keperawanannya itu tidak merasa terganggu dengan kedatangan mertuanya, tapi ia hanya merasa malu."Bunda harap kalian bahagia selamanya." Bunda Anin mencium kening menantunya dengan penuh cinta. "Bunda keluar dulu ya," ucapnya sembari membelai lembut pipi sang menantu."Iya, Bun." Sisil tersenyum sebelum sang bunda keluar dari kamarnya. Setelah mertuanya keluar dari kamar, Sisil turun dari tempat tidur, ia berjalan sangat hati-hati karena daerah terlarangnya masih terasa perih."Kenapa serasa ada yang mengg
"Emang dasar Beruang mesum!" Sisil mendorong wajah suaminya supaya menjauh dari wajahnya. "Dulu aku pikir kamu sama Andin bagai langit dan bumi, Andin begitu pecicilan dan gesrek parah, kamu begitu kalem dan tertutup, tapi ternyata ... aku tertipu," cibir Sisil pada sang suami."Aku kalem kalau dekat orang lain, tapi kalau dekat sama kamu, entah kenapa aku nggak bisa menutup diri," ujar Aldin sembari tertawa pelan. Lalu menurunkan sang istri di tempat tidur."Aku sungguh tertipu," balas Sisil sembari mendelikkan matanya pada sang suami.Aldin malah tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat yang diucapkan istrinya. "Tapi, cintaku no tipu-tipu, Sayang.""Tapi, cemburunya benar-benar nyata." Sisil mencibir laki-laki yang masih menertawakannya.Aldin adalah laki-laki yang tidak bisa menahan rasa cemburunya. Persis seperti Andin dan kedua orang tuanya."Itu tandany
Sisil dan Aldin membulatkan matanya saling menatap, lalu menoleh pada sumber suara. Mereka lupa kalau di rumah itu ada si kembar Bara dan Gara."Ikutan apa?" tanya Aldin pura-pura tidak paham dengan apa yang diucapkan sang keponakan yang berdiri di sampingnya."Bikin anak," jawab Bara dengan santai. "Aku udah punya Abang, tapi belum punya Adek. Aku mau tahu caranya dapat bayi."Bara pikir mendapatkan adik bayi segampang mendapatkan mainan yang dia inginkan."Sayang, gimana cara ngejelasinnya. Ini benar-benar rumit," bisik Aldin ditelinga istrinya."Kamu sih ngomong sembarangan!" protes Sisil dengan nada yang pelan. "Turunkan aku!"Sisil meminta turun dari gendongan suaminya untuk menjelaskan kepada Bara. 'Gue harus jawab apa? Gara-gara si Beruang mesum nih,' batin Sisil sembari garuk-garuk kepala."Kenapa Tante cantik dan Om ganteng malah
Aldin dan Bara menyusul Sisil yang sudah berjalan lebih dulu ke ruang makan."Om 'kan udah dewasa ya. Itu artinya Om dan Tante bisa mendapatkan adik bayi dong, sama kayak Mommy dan Daddy?" tanya anak laki-laki yang ada dalam gendongan Aldin."Iya, Sayang. Makanya kamu jadi anak yang baik supaya Tuhan cepat mengabulkan keinginanmu!" ujar Aldin pada keponakannya yang menggemaskan, tapi terkadang suka menyebalkan."Kalau aku jadi anak baik, apa Tuhan akan cepat memberiku adik bayi?" Bara mengalungkan tangannya di leher kakak laki-laki sang mommy."Tentu," balas Aldin dengan cepat. "Jadilah anak yang baik, mainannya dibereskan sendiri kalau sudah selesai bermain. Supaya Mommy bangga sama kamu dan memberimu adik bayi secepatnya."Aldin menjawab setiap pertanyaan keponakannya dengan sangat hati-hati. 'Nih anak banyak tanya, kalau aku salah jawab, bisa bahaya," ucapnya dalam hati.
"Enak aja!" Sisil memukul lengan suaminya dengan keras.Aldin tertawa terbahak-bahak mendengar omelan istrinya. "Aku lemah kalau ada di hadapanmu, Sayang. Kekuatanku lenyap seketika." Aldin memeluk istrinya dari samping."Nggak ada kekuatan aja, sampai bikin aku nggak bisa jalan, apalagi kalau punya kekuatan," gumam Sisil pelan, tapi masih terdengar oleh Aldin."Kamu bisa aja." Aldin semakin erat memeluk istrinya."Lepasin ah!" Sisil melepaskan lengan sang suami yang merangkul bahunya."Al, kok Bunda jadi ngeri ngelihat kamu." Bunda Anin mengedikkan bahunya sembari mendelikkan mata pada sang putra.Kini Sisil yang tertawa mendengar ucapan mertuanya. "Aku juga ngeri, Bun.""Kata Daddy jangan banyak bicara kalau sedang makan," celetuk Gara yang membuat Sisil dan yang lainnya terdiam."Ayo kita makan! Aku udah lapar," kini Bara yang berkomentar. "Kalian berisik sekali," lanjutnya sembari menyuapkan satu sen
"Al ... kamu inget nggak kapan resminya kita jadian?" tanya Sisil pada suaminya.Kerutan di dahi laki-laki itu menandakan kalau ia sedang berpikir keras."Sayang, maaf ya, aku melupakannya," ucap Aldin. "Harusnya kemarin kita merayakan hari jadi kita. Aku benar-benar mengecewakanmu." Aldin memeluk wanita cantik yang duduk di sampingnya.Sisil menoleh pada laki-laki yang memeluknya, ia pun melupakan tanggal bersejarah itu. 'Aku pun lupa,' ucap Sisil dalam hati sembari menahan senyumnya.Sejujurnya ia bertanya seperti itu untuk mengetes laki-laki yang memeluknya, benar-benar suaminya bukan karena sikap Aldin yang sekarang sangat berbeda dengan sikapnya yang dulu."Kenapa kemarin kamu nggak bilang?" tanya Aldin yang semakin erat memeluk istrinya yang membuat sang bunda menggelengkan kepalanya."Sebenarnya aku juga lupa," balas Sisil sembari menyeringai. "Aku cuma mau ngetes kamu aja. Soalnya kamu beda banget sama Aldin y