Waktu itu semua masih berjalan baik. Meski kehilangan sahabat yang teramat munafik dan hanya memanfaatkan dirinya, Meta tidak pernah benar-benar sendirian. Yoona selalu menjadi tempat untuknya pulang, membagikan apa pun yang dia alami di luar rumah. Yoona dan Adama adalah rumah untuk Meta. “Ta, kenapa gak pernah cerita apa pun sama aku?” tanya Xadira penasaran. Meta pasti memiliki kehidupan yang cukup rumit, sama seperti dirinya. Xadira sering berbagi meski pada akhirnya hanya jadi sebuah misteri, sementara Meta hanya diam saja seolah hidupnya baik-baik saja. “Karena aku gak pernah merasa kesepian. Aku punya rumah unttuk pulang, lantas untuk apa aku membutuhkan telinga orang lain untuk mendengarkanku lagi?” “Kamu sangat beruntung kalau begitu. Kuharap kamu selalu beruntung dalam hal apa pun, Ta. Orang sepertimu akan sangat sakit jika tidak punya rumah untuk pulang lagi,” tutur Xadira. Meta mengerti, tidak terbiasa tanpa kehadiran Yoona dan Adam, membuat dia terkadang begitu takut ke
Meta meminta lima bulan untuk bersama Adam bukan tanpa alasan. Meta ingin menghabiskan lima bulan berharga sebelum menyerahkan sisa hidupnya pada Edward. Sama sekali tidak terlintas keinginan untuk melarikan diri. Gadis itu merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Dia harus menepati janji pada Xadira, apa pun yang terjadi. Satu langkah sudah ddia ambil, dan tidak akan pernah bisa mundur lagi. “Wherever i go you will find me! Aku memegangnya begitu erat, ke mana pun aku pergi, kamu akan berhasil menemukanku, meski kita berada di zona waktu yang berbeda sekalipun,” ucap Meta. Sejak memutuskan sebuah pilihan, tidak selangkah pun Edward membiarkan Meta pergi dari sisinya. Gadis itu sendiri malah merasa lebih nyaman dalam dekapan Edward, tidak peduli jika sewaktu-waktu pria itu akan menuntut bayaran atas permintaan keduanya. Kehormatan sebagai seorang wanita akan segera direnggut darinya. Meta sendiri tidak tahu akan bagaimana selanjutnya. 4 tahun, dia akan menjalani pendidikan s
Asnaf mendapatkan kebebasannya setelah dikurung bertahun-tahun di penjara bawah tanah oleh putraya sendiri. sebuah keberuntungan menemukan gadis yang bisa dijadikan pancingan. Faktanya Edward masih memiliki sedikit hati nurani, berbeda dengan dirinya yang lebih kejam.Tanpa rasa iba, dia mulai mempermainkan calon korbannya, memberikan rasa takut dan trauma mendalam, sebelum benar-benar menghabisinya. Asnaf tertawa senang, menikmati penderitaan korbannya. Semakin menjerit dan memohon ampun padanya, semakin senang pula dirinya.“Uluh, apakah sakit?” tanyanya memberi goresan lagi pada tubuh sang korban. Jeritan memekakan telinga kembali terdengar. Asnaf seolah tuli, hinga terus saja memberikan goresan.“Bunuh saja aku! Jangan menyiksaku dnegan cara ini!” teriak korbannya lagi.Asnaf menggeleng kecil, tidak suka mengakhirinya dengan cepat. Korbannya hharus merasakan sakit sampai rasanya ingin mati saja, dan semakin menyiksa saat tak kunjung mendapatkannya jua.“Kumohon bunuh saja aku!” li
Meta mencoba tenang, mengabaikan kemarahan yang masih memuncak, jangan sampai masalah dengan Regano yang belum tuntas mempengaruhinya. Kali ini, dia tidak boleh menerima penolakan lagi.“Pilihannya psikologi atau kedokteran,” ucap gadis itu. Edward yang tengah merapikan lengan kemejanya menoleh, menatap gadis itu dengan dahi berlipat.“Psikologi? Kedokteran?”“Heum, aku ingin jadi psikolog atau psikiater,” sahut Meta yakin, tanpa rasa ragu. Gadis itu mendeat, mengambil alih kegiatan Edward, merapikan lengan kemejapria itu.“Are you kidding me?”“Aku serius, Ed,”Mata gadis itu tampak yakin, tetapi sorot dan binar di wajahnya tidak mendukung. Edward terkekeh kecil, meremehkan keyakinan Meta yang belum sepenuhnya.“Kamu bahkan tidak bisa meyakinkan diri sendiri, bagaimana bisa meyakinkan orang lain? Ditambah lagi, mental kamu bahkan gak baik-baik saja, bagaimana bisa kamu bermimpi menjadi penyembuh untuk orang lain?”Pertanyaan dari Edward bear-benar menohok hati Meta, juga keyakinan y
Regano menyukainya? Pria itu benar-benar berhasil jatuh hati pada orang selain Xadira atau hanya sekedar pengalih perhatian? Meta tidak pernah memikirkannya, dampak jika Regano benar-benar jatuh hati dan menyatakannya secara blak-blakan. Seharusnya sejak awal Meta bisa memberi batasan untuk Regano. Dia akan jadi milik Edward sepenuhnya, tubuhnya lebih tepatnya. Bagaimana bisa dia membalas perasaan Regano? Lebih tepatnya bagaimana dia bisa berhadapan dengan pria itu lagi setelah menyerahkan diri pada Edward sepenuhnya?Meta juga sudah berada sejauh ini, tidak akan mundur lagi.“Semua orang meragukan Xadira, membuat gadis itu merasa sendirian. Aku pikir sudah sedekat itu hingga mengenal banyak tentang dia, nyatanya aku salah,” ucap Regano.Saat ini Meta berada di posisi yang sama dengan Xadira saat itu. dia diagukan, sendirian dan hanya memiliki diri sendiri, ditambah mentalnya yang belum stabil setelah menghadapi kegilaan Charlie. Meta kini merasakan yang Xadira rasakan saat itu. Dion
Meta akan memberikan dirinya pada Edward, dan dia sudah siap untuk itu. Edward benar-benar mengeksplorasi bibirnya, memperdalam ciuman hingga Meta tidak sanggup untuk mengimbangi pria itu. Meta meraup udara sebanyak-banyaknya saat Edward melepas tautan bibir mereka. Pria itu menyentuh bibir Meta yang basah dan bengkak akibat ulahnya. Rasa bibir gadis itu terus saja memancingnya untuk memiliki gadis itu sepenuhnya. “Kamu benar-benar membuatku mulai gila,” Kebiasaan Edward saat tergoda adalah suaranya yang berat dan sedikit serak. Pria itu menarik Meta agar mendekat padanya. “Kamu sungguh tidak akan berubah pikiran, bukan?” Meta tidak menjawab, masih berusaha keras menetralkan jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Perasaannya campur aduk, antara menikmati atau mungkin menyesali. Intinya Meta sulit menahan diri. Naluri alamiah sebagai seorang gadis yang sedang dalam masa pertumbuhan, menimbulkan rasa penasaran akan puncak yang Edard janjikan untuknya. Beleng
Regano baru tiba setelah pertarungan selesai. Pria itu bergegas menghampiri Edward dan gadis dalam pelukan pria itu. lagi, dia terlambat menyelamatkan gadis itu dan melanggar janjinya.“Apa yang terjadi?” Regano mengulurkan tangan, hendak menyentuh Meta yang langsung ditepis oleh gadis itu. Meta menyorotkan tatapan penuh kekecewaan padanya. Regano menghela napas, menyadari letak kesalahannya. Meta pasti akan membencinya setelah ini.“Dari mana saja? Kenapa baru tiba sekarang?” cecar Edward, harus berjuang sendirian. Kedatangan Regano berakhir sia-sia. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan.Regano tidak menjawab, mengedarkan pandangan ke sekeliling, di mana orang-orang sudah terkapar dengan luka akibat senjata api. Lukanya asal, menandakan peluru ditembak asal tanpa bidikan yang tepat. Sangat pemula dan amatiran.“Urus sisanya!” tegas Edward membawa Meta bersamanya. Meta bertemu pandang dengan Regano, memalingkan pandangannya lebih dulu. Sesak dalam dadanya bercampur dengan kemaraha
Gedung yang menjulang tinggi ditambah padatnya kendaraan sudah menjadi kebiasaan di ibu kota. Sepanjang mata memandang hanya ada kendaraan yang terus saja memenuhi jalanan yang semakin penuh debu. Meta hanya menatap keluar jendela, tanpa gairah sama sekali. Dia yang awalnya begitu bersemangat untuk kembali kuliah, menjadi jembatan untuk kesembuhan Edward. Dia berharap bisa menyembuhkan pria yang selalu sendirian itu, sejak dilahirkan. Kehadiran Edward yang secara tidak langsung sangat tidak diinginkan. Bukan salah pria itu jika terlahir dari seorang psikopat. Edward juga pasti tidak ingin berada di posisi itu. Meta mengalihkan perhatiannya, fokus pada pria yang tengah menyetir itu. Wajah itu begitu sempurna, tetapi tidak dengan hidupnya. Pria itu menoleh tiba-tiba, menautkan alis saat Meta menatapnya begitu dalam. Tidak ada yang membuka suara, keduanya seolah tenggelam dalam tatapan masing-masing. Edward yang lebih dulu melepas kontak, fokus menyetir, sementara Meta menunduk sejena