Regano menyukainya? Pria itu benar-benar berhasil jatuh hati pada orang selain Xadira atau hanya sekedar pengalih perhatian? Meta tidak pernah memikirkannya, dampak jika Regano benar-benar jatuh hati dan menyatakannya secara blak-blakan. Seharusnya sejak awal Meta bisa memberi batasan untuk Regano. Dia akan jadi milik Edward sepenuhnya, tubuhnya lebih tepatnya. Bagaimana bisa dia membalas perasaan Regano? Lebih tepatnya bagaimana dia bisa berhadapan dengan pria itu lagi setelah menyerahkan diri pada Edward sepenuhnya?Meta juga sudah berada sejauh ini, tidak akan mundur lagi.“Semua orang meragukan Xadira, membuat gadis itu merasa sendirian. Aku pikir sudah sedekat itu hingga mengenal banyak tentang dia, nyatanya aku salah,” ucap Regano.Saat ini Meta berada di posisi yang sama dengan Xadira saat itu. dia diagukan, sendirian dan hanya memiliki diri sendiri, ditambah mentalnya yang belum stabil setelah menghadapi kegilaan Charlie. Meta kini merasakan yang Xadira rasakan saat itu. Dion
Meta akan memberikan dirinya pada Edward, dan dia sudah siap untuk itu. Edward benar-benar mengeksplorasi bibirnya, memperdalam ciuman hingga Meta tidak sanggup untuk mengimbangi pria itu. Meta meraup udara sebanyak-banyaknya saat Edward melepas tautan bibir mereka. Pria itu menyentuh bibir Meta yang basah dan bengkak akibat ulahnya. Rasa bibir gadis itu terus saja memancingnya untuk memiliki gadis itu sepenuhnya. “Kamu benar-benar membuatku mulai gila,” Kebiasaan Edward saat tergoda adalah suaranya yang berat dan sedikit serak. Pria itu menarik Meta agar mendekat padanya. “Kamu sungguh tidak akan berubah pikiran, bukan?” Meta tidak menjawab, masih berusaha keras menetralkan jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Perasaannya campur aduk, antara menikmati atau mungkin menyesali. Intinya Meta sulit menahan diri. Naluri alamiah sebagai seorang gadis yang sedang dalam masa pertumbuhan, menimbulkan rasa penasaran akan puncak yang Edard janjikan untuknya. Beleng
Regano baru tiba setelah pertarungan selesai. Pria itu bergegas menghampiri Edward dan gadis dalam pelukan pria itu. lagi, dia terlambat menyelamatkan gadis itu dan melanggar janjinya.“Apa yang terjadi?” Regano mengulurkan tangan, hendak menyentuh Meta yang langsung ditepis oleh gadis itu. Meta menyorotkan tatapan penuh kekecewaan padanya. Regano menghela napas, menyadari letak kesalahannya. Meta pasti akan membencinya setelah ini.“Dari mana saja? Kenapa baru tiba sekarang?” cecar Edward, harus berjuang sendirian. Kedatangan Regano berakhir sia-sia. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan.Regano tidak menjawab, mengedarkan pandangan ke sekeliling, di mana orang-orang sudah terkapar dengan luka akibat senjata api. Lukanya asal, menandakan peluru ditembak asal tanpa bidikan yang tepat. Sangat pemula dan amatiran.“Urus sisanya!” tegas Edward membawa Meta bersamanya. Meta bertemu pandang dengan Regano, memalingkan pandangannya lebih dulu. Sesak dalam dadanya bercampur dengan kemaraha
Gedung yang menjulang tinggi ditambah padatnya kendaraan sudah menjadi kebiasaan di ibu kota. Sepanjang mata memandang hanya ada kendaraan yang terus saja memenuhi jalanan yang semakin penuh debu. Meta hanya menatap keluar jendela, tanpa gairah sama sekali. Dia yang awalnya begitu bersemangat untuk kembali kuliah, menjadi jembatan untuk kesembuhan Edward. Dia berharap bisa menyembuhkan pria yang selalu sendirian itu, sejak dilahirkan. Kehadiran Edward yang secara tidak langsung sangat tidak diinginkan. Bukan salah pria itu jika terlahir dari seorang psikopat. Edward juga pasti tidak ingin berada di posisi itu. Meta mengalihkan perhatiannya, fokus pada pria yang tengah menyetir itu. Wajah itu begitu sempurna, tetapi tidak dengan hidupnya. Pria itu menoleh tiba-tiba, menautkan alis saat Meta menatapnya begitu dalam. Tidak ada yang membuka suara, keduanya seolah tenggelam dalam tatapan masing-masing. Edward yang lebih dulu melepas kontak, fokus menyetir, sementara Meta menunduk sejena
Meta pikir bisa menjalani hari pertama sebagai mahasiswi jurusan kedokteran akan normal. Nyatanya dia salah, Edward tidak membiarkan dia begitu saja. Ponsel keramat, di mana hanya ada kontak Edward di sana kembali jatuh ke tangan Meta. Selain perlengkapan seperti laptop, Meta dilarang memiliki hal lain. Ke kampus juga harus diantar oleh supir dan beberapa pengawal. Sampai saat ini Meta belum menemukan alasan yang jelas untuk itu. “Jangan membuatku kesal,” ucap Edward ke sekian kalinya. Yap, bukan hanya soal perlengkapan, tetapi soal outfit yang harus sesuai selera pria itu. Meta sengaja memilih outfit yang cocok sebagai mahasiswi, yakni celana bahan dan kemeja. Namun, Edward si psikopat menyemalkan malah menyuruhnya berganti pakaian lagi, padahal sebentar lagi jam pertama kuliah akan segera dimulai. “Ren!” panggilnya, menyuruh Meta masuk kembali ke kamar dan mengikuti Ren. Ah, Edward benar-benar membuat Meta terlambat di mata kuliah pertamanya. Sebuah dress di atas lutut menjadi pili
Meta menghela napas, menenangkan diri sebelum turun dari mobil. Dia melewatkan kelas selanjutnya sebab Edward sudah menunggunya. Rupanya psikopat itu tidak langsung pulang setelah mengantarnya. Edward mengawasi pergerakan Meta hingga menyaksikan sebuah pelanggaran yang tidak disengaja. Meta berpapasan dengan Regano. Sudah cukup lama sejak mengetahui rahasia Regano. Tidak seorang pun yang membuka suara. Meta yang masih kecewa sementara Regano yang tidak tahu harus memulai dari mana lagi. “Ta,” Panggilan yang sudah lama Meta nantikan. Dia ingin Regano menjelaskan segalanya lebih dulu. Dia ingin Regano lebih peka pada kesalahan yang sudah dia perbuat. “Edward ada di ruangannya. Suasana hatinya lagi buruk, lebih baik tunda dulu menemui dia,” sambung pria itu. Meta menghela napas. Dia pikir Regano akan meminta maaf. “Apa pedulimu?” tanya gadis itu ketus. “Aku masih orang yang berjanji untuk melindungimu,” sahut Regano seolah tidak terjadi apa pun. Meta salut dengan cara Regano bertinda
Tidak ada hari tanpa dikerjai oleh Edward. Pria itu sangat senang membuat Meta dalam masalah. Jika kemarin masalah pakaian, maka hari ini Edward tidak mengizinkan Meta beanjak sedikit pun dari atas kasur. Tidak ada yang terjadi semalam.Edward tiba-tiba saja menarik Meta ke kamarnya. Gadis itu juga berpikir kalau Edward akan menagihnya malam itu. Nyatanya pria itu hanya meminta Meta menemaninya, cicilan seperti biasa. Malam itu juga, Edward membiarkan Meta tetap dalam pangkuannya, sembari berusaha memahami materia pertamanya.“Aku bisa terlambat kalau begini terus, Ed,” pinta Meta ke sekian kali, berusaha menyingkirkan tangan kekar yang memeluk pinggangnya. Edward hanya bergumam pelan, mengeratkan pelukannya. Meta mulai kesal, menepuk-nepuk tangan pria itu agar si empunya terbangun.“Ed, ada praktik pagi ini di laboratorium. Please, aku gak mau telat lagi,” mohon Meta masih berusaha keluar dari kukungan Edward.“Gak perlu ke kampus, kamu gak akan di DO hanya karena gak masuk beberapa
Seharusnya saat pandangan semua orang tertuju padanya, dia sudah terbiasa. Dia adalah seorang model yang harus tampil di depan banyak orang. Wajahnya terpampang di khalayak ramai. Namun, kembali menjadi topik pembicaraan satu kelas rasanya berbeda.Seorang mahasiswi bersama kekasihnya kembali mengumbar keromantisan, menimbulkan rasa iri khususnya bagi kaum hawa. Penggalan kalimat yang bisa menjadi headline berita hari ini. Beberapa kali pisau bedah di tangan Meta hmpir jatuh sankin tremor. Jantungnya masih berdebar, mungkin karena Edward bersikap sangat manis pagi ini.Seperti ada sesuatu yang spesial.“Hati-hati kalau enggak bisa menimbulkan kerusakan pada bagian tertentu,” tegur pria tersebut, mendekati Meta. Tangan pria itu terulur, menunjukan bagian penting yang harus diperhatikan saat melakukan pembedahan. Pengalaman pertama yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.Pak Iqbal terkekeh menyadari kebingungan mahasiswanya tersebut. Tangannya kembali terulur, bahkan tidak segan meng