Meta menghela napas, menenangkan diri sebelum turun dari mobil. Dia melewatkan kelas selanjutnya sebab Edward sudah menunggunya. Rupanya psikopat itu tidak langsung pulang setelah mengantarnya. Edward mengawasi pergerakan Meta hingga menyaksikan sebuah pelanggaran yang tidak disengaja. Meta berpapasan dengan Regano. Sudah cukup lama sejak mengetahui rahasia Regano. Tidak seorang pun yang membuka suara. Meta yang masih kecewa sementara Regano yang tidak tahu harus memulai dari mana lagi. “Ta,” Panggilan yang sudah lama Meta nantikan. Dia ingin Regano menjelaskan segalanya lebih dulu. Dia ingin Regano lebih peka pada kesalahan yang sudah dia perbuat. “Edward ada di ruangannya. Suasana hatinya lagi buruk, lebih baik tunda dulu menemui dia,” sambung pria itu. Meta menghela napas. Dia pikir Regano akan meminta maaf. “Apa pedulimu?” tanya gadis itu ketus. “Aku masih orang yang berjanji untuk melindungimu,” sahut Regano seolah tidak terjadi apa pun. Meta salut dengan cara Regano bertinda
Tidak ada hari tanpa dikerjai oleh Edward. Pria itu sangat senang membuat Meta dalam masalah. Jika kemarin masalah pakaian, maka hari ini Edward tidak mengizinkan Meta beanjak sedikit pun dari atas kasur. Tidak ada yang terjadi semalam.Edward tiba-tiba saja menarik Meta ke kamarnya. Gadis itu juga berpikir kalau Edward akan menagihnya malam itu. Nyatanya pria itu hanya meminta Meta menemaninya, cicilan seperti biasa. Malam itu juga, Edward membiarkan Meta tetap dalam pangkuannya, sembari berusaha memahami materia pertamanya.“Aku bisa terlambat kalau begini terus, Ed,” pinta Meta ke sekian kali, berusaha menyingkirkan tangan kekar yang memeluk pinggangnya. Edward hanya bergumam pelan, mengeratkan pelukannya. Meta mulai kesal, menepuk-nepuk tangan pria itu agar si empunya terbangun.“Ed, ada praktik pagi ini di laboratorium. Please, aku gak mau telat lagi,” mohon Meta masih berusaha keluar dari kukungan Edward.“Gak perlu ke kampus, kamu gak akan di DO hanya karena gak masuk beberapa
Seharusnya saat pandangan semua orang tertuju padanya, dia sudah terbiasa. Dia adalah seorang model yang harus tampil di depan banyak orang. Wajahnya terpampang di khalayak ramai. Namun, kembali menjadi topik pembicaraan satu kelas rasanya berbeda.Seorang mahasiswi bersama kekasihnya kembali mengumbar keromantisan, menimbulkan rasa iri khususnya bagi kaum hawa. Penggalan kalimat yang bisa menjadi headline berita hari ini. Beberapa kali pisau bedah di tangan Meta hmpir jatuh sankin tremor. Jantungnya masih berdebar, mungkin karena Edward bersikap sangat manis pagi ini.Seperti ada sesuatu yang spesial.“Hati-hati kalau enggak bisa menimbulkan kerusakan pada bagian tertentu,” tegur pria tersebut, mendekati Meta. Tangan pria itu terulur, menunjukan bagian penting yang harus diperhatikan saat melakukan pembedahan. Pengalaman pertama yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.Pak Iqbal terkekeh menyadari kebingungan mahasiswanya tersebut. Tangannya kembali terulur, bahkan tidak segan meng
Setelah diterbangkan, kini Meta dijatuhkan ke bumi. Edward kembali jahil padanya. Ah, pria itu sangat plin-plan, kadang kala manis, juga menjadi kejam bahkan sebelum hari itu berlalu. Berjarak sekitar 100 m dari mansion, Edward menurunkan Meta di pinggir jalan, meminta gadis itu berjalan kaki sampai mansion. Meta tentu saja tidak terima begitu saja, merengek capek dan tidak tau arah pulang. “Kamu itu mahasiswa, harus tau jalan dan capek biar kalau sukses ada yang mau diingat. Kalau gampang meraihnya, mudah juga lupanya.” Jawaban yang sungguh membuat Meta naik pitam. Pertama dia menurut saja, mencoba mengelus dada. Meski lelah luar biasa, Meta tetap berjalan kaki, hingga tiba di mansion. Gadis itu disambut oleh Regano. Ah, untuk bertemu Regano masih canggung untuk Meta. Pria itu secara tidak langsung mengatakan kalau dia menyukai Meta seperti Xadira. “Seharusnya telpon saja aku, gak perlu jalan kaki begitu,” tegur Regano, Meta menghela napas, masih sangat lelah untuk mendebat Regano
Edward menghilang, bak ditelan bumi sejak berkata akan menunggu Meta siap untuk melayaninya. Pertanyaanya, apakah sepenting itu kesiapan Meta? Edward memiliki hak penuh atas dirinya. Entah sebanyak apa hutang Adam hingga menjadikan Meta sebagai jaminan. “Apa dia benar-benar berharap aku akan jatuh cinta? Apa itu penting untuknya?” Pertanyaan yang terus menghantui pikiran Meta. “Cia gak hadir lagi pagi ini?” tanya Pak Iqbal. Tentu saja, Cia adalah salah satu kebanggaan beliau. Saat tidak menampakkan diri, menjadi pertanyaan besar. Cia bukan mahasiswi yang senang bolos, sangat taat aturan. Sudah tiga hari belakangan gadis berkacamata itu tidak datang ke kampus. Hal yang tidak biasa terjadi. Selama itu pula, Meta merasa lebih tenang. Tidak ada lagi yang menghakiminya sesuka hati. “Meta, apa kamu tau ke mana Cia pergi?” Meta menggeleng. Bagaimana dia bisa tahu, kalau kenal Cia saja tidak. “Kalau ada informasi tentang Cia tolng kabari saya ya, ada hal penting yang ingin saya sampaikan
“Bangun, bitch!” Bentakan disertai air dingin yang disiramkan padanya, membuat kelopak matanya mengerjap dan perlahan terbuka. Meta mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Di hadapannya saat ini berdiri seorang wanita bersetelan blazer hitam dan kemeja putih. Wanita itu berusia sekitaran 40 tahun. “Akhirnya, udah puas tidurnya? Setelah ini kamu akan melayani banyak orang, jadi siapkan tenagamu,” ucap wanita itu lagi. Suara yang sama persis dengan yang dia dengar saat masih pingsan. “Siapa Anda dan apa mau Anda?” Meta memperlihatkan keberaniannya, agar tidak terintimidasi oleh wanita itu. Plak! Satu tamparan mendarat di pipi kanan Meta, membuat sudut bibirnya berdarah. Gadis itu menatap tajam wanita di hadapannya. Dia sama sekali tidak mengetahui letak masalahnya dan diperlakukan begitu kasar. “Gara-gara aduan bodohmu, putriku dilecehkan!” Deg! Jantung Meta mendadak berhenti mendengar perkataan wanita itu. Perkataan yang keluar dari mulut seorang ibu yang tengah dipenuhi
Meta menghilang! Ren panik dan terlambat datang untuk menyelamatakan Meta. Saat tiba di parkiran kampus, tempat terakhir posel Meta terlacak, gadis itu sudah tidak ada di sana, pula dengan ponselnya. Seseorang menjawab panggilan, saat Ren mencoba menghubungi Meta lagi. Bukan Meta melainkan salah seorang satpam yang menemukan ponsel dan beberapa buku milik Meta.“Boleh saya lihat cctv, Pak?”Seharusnya ada cctv di lahar parkir seluas itu. Ren menggerakkan anak buahnya untuk mengambil rekaman mobil yang membawa Meta pergi. Plat mobil dicatata dan diserahkan pada pihak yang lebih ahli.Tidak sampai hitungan jam, data pemilik mobil itu sudah di tangan mereka. Regano mengerahkan anak buahnya untuk andil bagian. Sementara waktu, masalah itu akan disembunyikan dari Edward sampai pelakunya ketemu.“Keluarga Renaldi, bukan termasuk musuh atau teman. Kita jelas gak ada masalah dengan keluarga itu. Bagaimana mungkin mereka menjadikan Meta tawanan?” Regano mulai menggunakan logika, menghubungkan
Edward kembali dan itu tiba-tiba saja terjadi. Tanpa adanya aba-aba atau informasi sebelumnya. Pria itu kini berdiri tegap di depan pintu mansion, mengejutkan semua orang yang tengah dilanda panik. Masalah yang menimpa mereka belum selesai, dan bos mereka kembali di waktu yang tidak tepat.“Apa yang terjadi?” tanya pria itu.Tidak ada yang berani membuka suara. Edward menatap anak buahnya satu per satu. Firasatnya buruk, alasan dia melakukan penerbangan tanpa diketahui siapa pun. Dia mencoba menghubungi Ren dan Regano bahkan Meta, tetapi tidak satu pun menjawab panggilannya.“Katakan padaku apa yang terjadi!”Prang!Sebuah vas bunga terbanting ke lantai marmer hingga hancur berantakan.“Di mana Ren dan Regano?” Dua orang yang harus bertanggung jawab atas semua tanda tanya besar dalam otaknya.“Mereka di rumah sakit, Tuan bersama Nona Meta,”Edward menarik orang yang menjawabnya tersebut, menyuruhnya mengendarai mobil ke rumah sakit yang dimaksud. Selama di perjalanan Edward tidak berh