Ksatria mengamati sekitarnya dan merasa aman karena tak ada penghuni rumah yang terlihat sejauh ini. Setelah itu, ia kembali melangkah dengan cepat melintasi halaman belakang.
Begitu tiba di depan rumah Rinai, Ksatria mengetuk pintu dari kayu jati tersebut berkali-kali.
“Nai,” panggil Ksatria diiringi ketukannya. “Ini aku, Ksatria.”
“Udah tahu!” sahut Rinai dari dalam yang juga dengan teriakan, membuat Ksatria terkekeh geli.
Tidak sampai lima menit kemudian, Rinai keluar dari rumahnya. “Kenapa?” tanya Rinai seraya menutup mulutnya yang menguap.
Hari ini adalah hari Sabtu dan Rinai benar-benar baru bangun lima belas menit sebelum Ksatria mengetuk pintunya.
Ayahnya sedang pergi dengan ayah Ksatria dan semalam Rinai juga sudah b
Entah sugesti atau memang kenyataannya seperti itu, Ksatria merasa udara di Bogor jauh lebih menyegarkan dibanding di Jakarta.Begitu sudah melewati bagian pemeriksaan tiket, Ksatria mematikan AC mobil dan membuka jendelanya.Rinai mendesah senang dan tersenyum, udara segar selalu berhasil membuat mood-nya membaik.Dan bahkan mampu membuat Rinai lupa mengabari Atlas.“Berani nggak kasih wortelnya?” goda Ksatria pada Rinai ketika mereka mulai mengantre di belakang mobil lain.“Beranilah,” balas Rinai tak terima diremehkan seperti itu oleh Ksatria.Saat ini di pangkuan Rinai sudah ada sekantong plastik besar berisi wortel yang siap dibagikan kepada hewan-hewan di sisi kanan dan kiri jalan.
“Kamu mau aku gendong aja?”“Nggak!” tolak Rinai langsung. “Kamu pikir kita masih bocah SD apa?”Ksatria hanya cengar-cengir. “Emang yang gendongan anak SD aja? Kenapa? Nggak percaya ya aku masih bisa gendong kamu?”“Iya, takut ditenggelamin juga ke danau.”Jawaban Rinai membuat Ksatria tertawa. Lelaki itu menarik tali sling bag yang dikenakan Rinai agar memperlambat langkahnya dan mereka bisa berjalan bersisian.Ksatria sudah memarkirkan mobilnya di area parkir lain setelah makan siang tadi dan mereka sempat berkeliling di area lain juga. Saat ini keduanya berjalan menuju area yang dipenuhi wahana karena Rinai ingin mencoba roller coaster dan rumah hantu yang ada di sana.
“Kita bisa sampai Jakarta agak malem, tapi ya nggak sampai jam sepuluhan juga sih.” Ksatria melirik jam di mobilnya. “Cari makan di sekitar Bogor aja yuk.”“Boleh.”“Lagian kamu nggak bakal bisa tahan laper sampai Jakarta.”Rinai melotot mendengar ucapan Ksatria, tapi Ksatria tidak ambil pusing. Saat tengah melintasi jalanan yang naik turun dengan udaranya yang masih sejuk itu, keduanya bisa melihat bagaimana matahari terbenam di peraduannya.Bagi mereka yang sehari-hari pulang saat hari sudah berubah gelap, melihat matahari terbenam meski dari mobil seperti ini saja sudah merupakan sebuah hal yang patut disyukuri.Bahkan Ksatria lupa kapan terakhir kali ia melihat matahari terbenam.
Ksatria menyetir dengan tenang sembari bersiul pelan. Di sebelahnya, Rinai memejamkan mata dan suara Ariana Grande tengah menemani Ksatria menyetir.“Tidur aja cantik,” gumam Ksatria yang sedetik kemudian ingin membenturkan kepalanya ke kemudi mobil.Ksatria tidak buta, tentu saja. Sejak dulu, Rinai memang cantik. Tetapi, Ksatria jarang memujinya karena perempuan itu justru jadi sering mempertanyakan dirinya sendiri dan malah semakin tidak percaya diri.Cantik dari mananya? Kamu ngomong gini cuma buat nyenengin aku ya?Itulah yang sering dikatakan Rinai dulu. Apalagi masalahnya dengan berat badan sempat membuat Rinai jadi diejek orang lain di sekitar mereka, padahal bagi Ksatria hal itu bukan masalah.Rinai yang kelebihan berat badan tapi tulus bertema
Rasanya Ksatria seperti pertama kali mencium seseorang. Padahal kalau Ksatria mau menghitung berapa kali ia mencium seorang perempuan, ia akan memerlukan waktu yang tidak sebentar.Saking seringnya ia mencium perempuan lain.Tetapi, dengan Rinai… semuanya berbeda.Suasana, sentuhan, hingga rasa yang ia dapatkan saat ini… rasanya seperti yang pertama untuknya. Tidak pernah ada perempuan yang bibirnya seperti Rinai.Tidak ada ciuman yang mampu disandingkan dengan ciumannya saat ini.Dengan berat hati, Ksatria menjauh sejenak supaya keduanya bisa bernapas.Setelah beberapa detik, lelaki itu kembali mencium bibir Rinai. Kali ini dengan lebih dalam dan kedua tangannya menangkup wajah Ri
“Jadi kamu ciuman sama Ksatria?”“Iya.”“Pakai lidah nggak?”“What the heck?!”Shua segera menghindar dari Rinai yang siap untuk menerjang lalu menjambak rambutnya. Perempuan itu tertawa sambil membawa piring nasi gorengnya.“Ampun, ampun. Aku kan cuma nanya,” kata Shua seraya duduk di atas karpet bulunya, sedangkan Rinai kembali duduk di single sofa yang sejak tadi ia duduki.“Penting ya pertanyaannya?!”“Pentinglah! Makin hot ciumannya, makin panjang artinya.”“Ngawur.” Rinai memeluk cushion sofa yang sempat ia pikirkan untuk dilempar kepada Shua.Shua kembali menyendok nasi g
Pagi itu Ksatria bangun dengan senyum di wajahnya. Kali ini ia tersenyum saat bangun tidur bukan karena baru saja melewati malam yang panas dan panjang seperti yang dulu-dulu, melainkan karena ia kembali teringat ciumannya dengan Rinai semalam.Lelaki itu mengacak rambutnya dengan asal, lalu melompat dari ranjang dan bergegas mandi.Meskipun Rinai mengatakan ia akan pulang diantar Shua, tapi tetap saja Ksatria tidak bisa menahan diri untuk tidak segera menemui Rinai. Biarlah kali ini saja ia tidak menuruti permintaan Rinai.Setelah ini, ia akan selalu menurut asalkan bukan permintaan untuk mereka menjauh dari satu sama lain.Begitu selesai mandi, dengan cepat Ksatria segera berpakaian. Tapi seperti kebiasaannya selama ini, baru setengah jalan berpakaian, i
Suara televisi dari luar kamar tamu yang ada di apartemen itu membuat Rinai terbangun. Saat merasakan selimut yang terasa berat tapi juga membantunya tidur dengan lebih nyenyak di atas tubuhnya, Rinai sadar kalau ia tidak berada di kamarnya sendiri.Rinai mengucek matanya, kemudian menatap ke arah jendela yang sempat ia punggungi saat tidur. Cahaya matahari mulai mengintip, menandakan Rinai bangun lebih siang daripada biasanya.Dengan kaki telanjang, Rinai turun dari ranjang dan membuka tirai tersebut. Pemandangan dari lantai 38 itu cukup mengagumkan, gedung-gedung di kawasan tersebut terlihat angkuh sekaligus indah.Puas menatap gedung-gedung itu, Rinai mengambil pakaian yang diberikan Shua padanya semalam dan bergegas mandi.Begitu keluar dari kamarnya, sosok pert