Share

BAB 4 Pernikahan

Setelah Arshaka meninggalkannya sendiri di ruangannya, Varisha duduk dalam keheningan. Pikirannya dipenuhi oleh pertimbangan dan pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya. Dia merenung tentang pilihan yang harus dia buat dan dampaknya terhadap hidupnya dan keluarganya.

Di tengah ketidakpastian, Varisha menyadari bahwa melawan Arshaka dengan caranya sendiri tidak akan menghasilkan apa-apa. Dia tahu dia berada dalam posisi yang sangat lemah menghadapi kekuasaan dan ancaman Arshaka.

Dalam ruangan yang sunyi, Varisha menunggu Arshaka yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Tanpa sadar, kelelahan dan stres membuat matanya terpejam, dan Varisha tertidur dalam sekejap. Ketika dia akhirnya membuka matanya, pandangannya segera tertuju pada sosok Arshaka yang duduk dengan tenang di sofa, tatapannya tajam tak terlepaskan dari wajah Varisha.

“Apa yang masih kamu lakukan di sini?” tanya Arhaka dengan dingin.

Varisha memperhatikan Arshaka dengan cemas saat dia bangun dari tidurnya. Kehadiran pria itu selalu menyiratkan ancaman dan ketegangan.

Varisha menghela napas dan mengusap wajahnya yang letih. "Saya ingin menyampaikan keputusan saya."

“Kamu yakin akan menjawabnya sekarang?” tanya Arshaka dengan acuh tak acuh.

Varisha mengangguk pelan. “Sebanyak apapun waktu yang Anda berikan, saya tahu itu tidak akan berbeda karena sejak awal saya tidak memiliki banyak pilihan.

"Jadi, apa keputusanmu?" tanya Arshaka sambil menyeringai melihat ketidakberdayaan Varisha di hadapannya. 

Varisha berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan tegas, "Saya setuju untuk menikah dengan Anda."

“Tapi sebelum itu ada syarat yang harus Anda penuhi,” lanjut Varisha sambil menatap wajah Arshaka dengan dalam.

Arshaka menyimak dengan ketertarikan yang samar. "Apa syaratnya?"

“Saya akan menerima pernikahan ini asalkan Anda memenuhi janji untuk menjaga keluarga saya," ucap Varisha dengan tegas.

Arshaka mengangkat alisnya dengan ketertarikan. "Keluargamu?"

“Saya tahu Anda pasti sudah menyelidiki tentang saya dan keluarga saya. Anda juga pasti mengetahui tentang kondisi keluarga saya. Untuk itu saya ingin agar Anda membiayai pengobatan adik saya. Dan saya ingin Anda memastikan ayah saya tidak bisa lagi menyakiti mereka," ujar Varisha dengan tegas.

“Apa ada syarat lainnya?” tanya Arshaka sambil memperhatikan wajah Varisha.

Varisha merenung sejenak, memastikan dia telah memikirkan semuanya. "Saya hanya ingin menikah dengan Anda selama dua tahun. Hanya sampai saya menyelesaikan kuliah saya. Setelah itu, saya akan pergi dari kehidupan Anda dan melanjutkan hidup bersama keluarga saya.”

Dalam keheningan ruangan yang diisi dengan ketegangan, Arshaka menatap Varisha dengan tatapan tajamnya. Ekspresi dinginnya tak pernah pudar. Dia merenung sejenak, mempertimbangkan syarat-syarat yang diajukan oleh Varisha.

Arshaka tersenyum dengan sinis. "Baiklah, semua syarat itu akan saya penuhi."

"Tapi ingat, Varisha, selama kita menikah, kamu akan tunduk pada peraturan-peraturan yang saya tetapkan. Tidak akan ada yang berubah tanpa persetujuan saya."

Varisha merasa tidak nyaman dengan sikap dingin dan dominan Arshaka, tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak punya banyak pilihan. Ia telah memutuskan untuk mengambil risiko ini demi keluarganya, dan dia akan melakukan yang terbaik untuk memenuhi komitmennya.

"Saya mengerti," ujar Varisha dengan suara rendah, sementara Arshaka tersenyum dengan penuh kemenangan.

***

Beberapa hari berlalu setelah pertemuan itu, persiapan pernikahan Varisha dan Arshaka mulai berjalan. Varisha merasa tegang dan cemas setiap hari. Dia tahu bahwa hidupnya akan berubah secara drastis, dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Pada hari pernikahan, Varisha duduk di ruang ganti pengantin, memandangi gaun putihnya yang indah. Ia merasa seperti sedang bermimpi, dan kenyataan bahwa ia akan segera menikah dengan Arshaka masih belum sepenuhnya terserap dalam pikirannya.

Ketika saatnya tiba, Varisha berjalan di lorong menuju altar dengan langkah yang gemetar. Gaun putihnya membuatnya terlihat anggun dan cantik, tetapi matanya masih mencerminkan ketidakpastian dan kecemasan. Seluruh ruangan gereja nampak sepi, hanya ada beberapa orang yang datang sebagai saksi pernikahan mereka. Bahkan keluarga dari kedua belah pihak tidak hadir, karena mereka telah setuju untuk merahasiakan pernikahan ini untuk sementara waktu.

Sementara itu, Arshaka sudah menunggu di altar dengan ekspresi wajah yang tenang. Dia tampak seperti pria yang meraih kemenangan besar, dan senyum dinginnya tidak pernah lepas dari bibirnya. Arshaka mengenakan setelan jas hitam yang elegan, menciptakan kontras dengan gaun putih Varisha.

Saat mereka berdiri berdampingan, pendeta yang akan memimpin pernikahan itu mulai berbicara, sementara Arshaka dan Varisha berdiri berdampingan, tetapi tidak bersentuhan. Kedua pengantin mendengarkan kata-kata pendeta dengan cermat, meskipun hati mereka dipenuhi dengan perasaan yang berbeda. 

Pendeta mengambil langkah maju, memandang Arshaka dan Varisha dengan tulus. 

Pendeta mulai dengan kata-kata sakral, "Apakah kamu, Arshaka Diaksara, bersedia mengambil Varisha Octavia sebagai istrimu, untuk mencintai dan menghormatinya, dalam kekayaan dan kekurangan, dalam kesehatan dan sakit, dalam kebahagiaan dan kesedihan, selama kamu hidup?"

"Ya, saya bersedia," jawab Arshaka dengan tegas.

Kemudian, pendeta mengalihkan pandangannya ke Varisha dan memberi pertanyaan, "Apakah kamu, Varisha Octavia, bersedia mengambil Arshaka Diaksara sebagai suamimu, untuk mencintai dan menghormatinya, dalam kekayaan dan kekurangan, dalam kesehatan dan sakit, dalam kebahagiaan dan kesedihan, selama kamu hidup?"

Varisha merasa keraguan dalam hatinya, tetapi dia tahu bahwa dia harus menjalani janji ini untuk melindungi keluarganya. Dengan suara yang agak gemetar, dia menjawab, "Saya… saya bersedia.”

Kedua pengantin saling memandang, dan dalam mata mereka terpancar perasaan campur aduk. Varisha merasa seperti dia telah menjual dirinya ke dalam pernikahan ini untuk melindungi keluarganya, sementara Arshaka merasa telah mencapai tujuannya untuk mengendalikan Varisha sepenuhnya.

Pendeta kemudian meminta keduanya untuk bertukar cincin sebagai lambang komitmen mereka satu sama lain. Mereka melakukannya tanpa ekspresi yang berarti, cincin itu bergulir dari jari Varisha ke jari Arshaka dan sebaliknya.

"Dengan ini, saya mengumumkan Anda sebagai suami dan istri. Anda dapat mencium pengantin Anda," ucap pendeta.

Arshaka mendekatkan tubuhnya lalu mencium Varisha, sementara Varisha merasa air matanya tak tertahankan ketika menerima sentuhan Arshaka di bibirnya. Setelah beberapa saat, Arshaka melepaskan ciumannya dan mengusap air mata Varisha.

“Mulai sekarang, kamu harus tersenyum di hadapan saya, tidak peduli seberat dan sesakit apapun perasaanmu," bisik Arshaka dengan seringai tajamnya sementara Varisha hanya bisa mengepalkan tangannya dengan kuat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status