Sudah satu bulan sejak Marissa menghilang bersama Sophia. Arshaka masih belum bisa menemukan mereka. Entah di mana Sophia membawa putrinya itu pergi. Rasanya sudah tidak ada lagi ketenangan dalam keluarga mereka. Setiap kali ia melihat Varisha menangis saat masuk ke kamar Marissa, perasaannya pun ikut tersiksa. Apa lagi ketika menemukan secarik kertas yang berisi tulisan tangan Marissa, rasa penyesalan dan bersalah selalu berkecamuk di hati mereka.“Rissa akan baik-baik saja, Ma. Rissa yang meminta Tante Sophia membawa Rissa. Mama dan Daddy harus bahagia. Oh ya, tolong jaga Mama dan adik-adik Rissa ya, Dad. Dan Mama jangan menangis terus. Rissa sayang kalian.”Varisha membaca tulisan itu setiap hari sambil berdoa dalam hatinya agar Tuhan mengembalikan Marissa padanya. “Kenapa akhirnya jadi seperti ini, Mas?” tanya Varisha dengan lirih sambil menyandarkan kepalanya di bahu suaminya. “Ini akan menjadi urusan saya, Sha. Saya akan mencari Rissa sampai ketemu. Sampai ke ujung dunia pun
Arshaka merasa begitu lelah, hampir seperti semua energinya telah dihisap oleh rutinitas harian yang tak kunjung berakhir. Dengan langkah berat, ia melangkah menuju ruang tamu, melempar tubuhnya di atas sofa dengan begitu lepas. Langit Spanyol sudah menggelap, menciptakan suasana kesunyian sejenak sebelum malam tiba.Dia menutup mata, mencoba untuk melepaskan diri dari segala beban pikiran yang menyertainya sepanjang hari. Namun, ketika ketukan pintu mulai mengejutkan kedamaiannya, Arshaka menggeram kesal. Dia paling tidak suka diganggu ketika sedang lelah seperti ini. Beberapa detik berlalu, dan ketukan itu masih berlanjut tanpa henti, mengganggu istirahatnya yang begitu dia nantikan.Dengan perlahan, Arshaka membuka mata dan menarik napas panjang. Dia berusaha mengabaikan ketukan pintu itu, mengharapkan bahwa orang di luar akan menyadari bahwa dia membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri. Namun, semakin lama dia mencoba untuk mengesampingkan suara ketukan, semakin tak tertahankan men
Matahari pagi bersinar lembut memasuki ruangan, memberikan sentuhan hangat pada wajah Arshaka yang baru saja terbangun. Saat matanya terbuka perlahan, ia mencoba mengumpulkan ingatan tentang malam sebelumnya. Ruangan masih terasa hangat dan akrab, sementara aroma malam yang terakhir kali ia rasakan masih melayang di udara.Arshaka merasakan sesuatu yang tidak biasa di sekelilingnya. Pandangannya melesat ke lantai, di mana pakaiannya tergeletak dengan keadaan asal-asalan. Ia menyadari bahwa ia masih berada di sofa, terbalut selimut. Serpihan ingatan mulai menyusun diri dalam benaknya, dan tiba-tiba, semuanya menjadi jelas. Malam yang penuh gairah bersama Sophia, ciuman yang membara, dan sentuhan-sentuhan yang melibatkan jiwa dan raga mereka.Arshaka segera mengenakan pakaiannya dengan cepat, seolah-olah ingin melepaskan diri dari kenangan yang begitu intens. Tatapan matanya mengedarkan pandangannya di sekitar ruangan, mencari keberadaan Sophia. Namun, yang ditemukannya hanyalah selemba
“Jika ada lagi yang Anda butuhkan, silakan panggil saya," kata Varisha dengan suara lembut setelah meletakkan pesanan yang dia bawa dan menuangkan segelas wine merah dalam gelas kosong di hadapan Arshaka.Ia bersiap untuk mundur dan memberi Arshaka ruang untuk menikmati hidangan. Namun, saat ia hendak pergi, tiba-tiba tangannya ditahan oleh pria itu. Varisha terkejut dan menoleh, matanya bertemu dengan mata tajam Arshaka. Dengan lembut, Varisha bertanya, "Apakah ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?”Selama beberapa saat, mereka hanya saling menatap dalam keheningan. Tidak ada kata-kata yang diucapkan. Arshaka tampaknya sedang memikirkan sesuatu dengan serius. Kemudian, Arshaka melihat ke arah name tag Varisha dan membuka suara dengan dingin, "Yang saya butuhkan saat ini adalah kamu, Varisha.”Varisha tercengang. Dia berusaha keras untuk menahan kekesalannya, menelan ketidaknyamanan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Dengan tenang, dia melepaskan tangan Arshaka yang memegangnya."Say
Setelah Varisha berhasil menenangkan diri. Dia membersihkan diri dan merapikan pakaian yang telah terkena tumpahan wine. Tanpa banyak kata, dia keluar dari kamar mandi dan melanjutkan pekerjaannya Ketika jam kerjanya selesai, Varisha dipanggil oleh manajer restoran, yang marah besar karena insiden tadi. Varisha merasa cemas dan khawatir, tetapi dia merasa bersyukur ketika manajer memberinya satu kesempatan lagi. Dia tahu bahwa dia tidak boleh merusak kesempatan ini, mengingat dia sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk kebutuhan keluarganya.Setelah Varisha selesai kerja, dia berganti pakaian dan bersiap untuk pekerjaan selanjutnya sebagai bartender di sebuah bar terdekat. Namun, ketika dia melangkah menuju pintu keluar, langkahnya terhenti oleh kehadiran seorang pria yang mengenakan setelan jas hitam.Pria itu dengan tenang berkata, "Bos kami ingin bertemu dengan Anda."Varisha merasa kebingungan dan menoleh ke arah mobil yang terparkir di dekatnya. Di dalam mobil itu, dia melihat Ar
Beberapa hari berlalu sejak Arshaka melihat Arseno mencium Varisha di bar, dan suasana di antara mereka menjadi semakin tegang. Malam itu, Arshaka memutuskan untuk menghadapi gadis itu secara langsung dan menawarkan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan oleh Varisha, yaitu pernikahan.Varisha dengan tegas menolak tawaran yang lebih terdengar seperti perintah itu. Varisha tidak ingin terjebak dalam permainan Arshaka yang tidak mendasar. Namun, setelah penolakan itu, kehidupan Varisha menjadi semakin rumit dan berantakan.Varisha merasa hancur ketika mengetahui bahwa sebagian uang yang seharusnya digunakan untuk pengobatan adiknya telah diambil oleh ayahnya untuk berjudi. Dia merasa amarah dan keputusasaan merayap dalam dirinya ketika para penagih hutang mulai muncul di depan rumahnya, mengancam akan menyita rumah mereka.Tidak hanya itu, ketika Varisha pergi ke restoran tempat dia bekerja, manajer restoran memberitahunya bahwa dia telah dipecat. Alasan yang diberikan adalah bahwa insi
Setelah Arshaka meninggalkannya sendiri di ruangannya, Varisha duduk dalam keheningan. Pikirannya dipenuhi oleh pertimbangan dan pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya. Dia merenung tentang pilihan yang harus dia buat dan dampaknya terhadap hidupnya dan keluarganya.Di tengah ketidakpastian, Varisha menyadari bahwa melawan Arshaka dengan caranya sendiri tidak akan menghasilkan apa-apa. Dia tahu dia berada dalam posisi yang sangat lemah menghadapi kekuasaan dan ancaman Arshaka.Dalam ruangan yang sunyi, Varisha menunggu Arshaka yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Tanpa sadar, kelelahan dan stres membuat matanya terpejam, dan Varisha tertidur dalam sekejap. Ketika dia akhirnya membuka matanya, pandangannya segera tertuju pada sosok Arshaka yang duduk dengan tenang di sofa, tatapannya tajam tak terlepaskan dari wajah Varisha.“Apa yang masih kamu lakukan di sini?” tanya Arhaka dengan dingin.Varisha memperhatikan Arshaka dengan cemas saat dia bangun dari tidurnya. Kehadiran pria itu
Beberapa minggu telah berlalu sejak pernikahannya dengan Arshaka, dan malam ini, setelah pria itu kembali dari perjalanan bisnisnya, Varisha akan bertemu dengannya lagi. Sebelumnya, Arshaka telah memberikan pesan kepada sekretarisnya untuk memberitahu Varisha untuk mempersiapkan diri untuk menemuinya.Saat malam itu tiba, Varisha turun dari mobil yang membawanya ke sebuah rumah mewah yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Varisha mencoba mengatur detak jantung yang berdebar cukup kencang. Ia memeriksa penampilannya sekali lagi di depan cermin, memastikan bahwa segalanya terlihat baik. Setelah yakin dirinya siap, Varisha melangkah masuk ke dalam rumah tersebut.Varisha menghentikan langkahnya ketika mendengar suara Arshaka yang sedang berdebat. Varisha terdiam ketika mendengar percakapan itu.“Papa sudah mengatur pertunanganmu dengan Adelia bulan depan.”“Saya tidak bisa melakukan pertunangan itu.”“Papa tidak meminta pendapat kamu, mau tidak mau pertunangan ini akan terjadi.”“Bagai