Setelah Varisha berhasil menenangkan diri. Dia membersihkan diri dan merapikan pakaian yang telah terkena tumpahan wine. Tanpa banyak kata, dia keluar dari kamar mandi dan melanjutkan pekerjaannya
Ketika jam kerjanya selesai, Varisha dipanggil oleh manajer restoran, yang marah besar karena insiden tadi. Varisha merasa cemas dan khawatir, tetapi dia merasa bersyukur ketika manajer memberinya satu kesempatan lagi. Dia tahu bahwa dia tidak boleh merusak kesempatan ini, mengingat dia sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk kebutuhan keluarganya.
Setelah Varisha selesai kerja, dia berganti pakaian dan bersiap untuk pekerjaan selanjutnya sebagai bartender di sebuah bar terdekat. Namun, ketika dia melangkah menuju pintu keluar, langkahnya terhenti oleh kehadiran seorang pria yang mengenakan setelan jas hitam.
Pria itu dengan tenang berkata, "Bos kami ingin bertemu dengan Anda."
Varisha merasa kebingungan dan menoleh ke arah mobil yang terparkir di dekatnya. Di dalam mobil itu, dia melihat Arshaka duduk dengan tatapan yang sama tajamnya seperti sebelumnya. Varisha menghela napas kasar, berpikir bahwa semua masalah sudah berakhir, tetapi ternyata masih ada hal besar yang menunggunya.
Varisha memasuki mobil Arshaka dengan langkah ragu-ragu. Dia hanya melirik sekilas ke arah pria itu sebelum duduk di kursi penumpang. Udara di dalam mobil terasa tegang, dan Varisha bisa merasakan pandangan tajam Arshaka yang mengawasinya dengan cermat.
"Sekarang, apa yang Anda inginkan dari saya?" Varisha bertanya dengan suara yang tenang, meskipun terdengar ketidakpastian dalam intonasinya.
Arshaka tersenyum sinis, sorot matanya yang tajam masih memancarkan ancaman yang tak terucapkan. “"Sederhana, Varisha. Saya hanya ingin kamu menjauhi Arseno. Apapun hubungan yang kalian miliki, itu urusanmu, tapi saya ingin Anda tahu bahwa Arini adalah adik saya, dan saya tidak akan membiarkan siapapun, termasuk kamu, mengganggu rumah tangganya."
Varisha menatap Arshaka dengan tenang, mencoba menjaga ketenangannya meskipun hatinya berdebar kencang. "Apa hanya itu yang Anda inginkan dari saya?"
Arshaka mengepalkan tangan ke kursi mobil dengan keras, dan pandangannya semakin dingin. "Mengganggu Arini sama saja dengan mengganggu saya. Saya tidak akan membiarkan siapa pun, bahkan batu kerikil sekalipun, menghalangi kebahagiannya.”
"Jangan sampai saya terpaksa menghancurkan hidupmu kalau saja kamu tidak mendengarkan saya," lanjut Arshaka dengan tatapan tajamnya.
Varisha menghela napas dalam-dalam. Dia memahami seriusnya ancaman Arshaka, tetapi dia juga tidak ingin menyerah begitu saja. "Saya akan mencoba mengingat semua yang Anda katakan."
"Tapi sejauh ini, saya tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Arseno, sejauh apapun usahanya untuk mendekati saya," ujar Varisha.
Arshaka merengkuh kedua bahu Varisha dengan cengkeraman yang kuat, menundukkan wajahnya sedikit lebih dekat ke arahnya. "Jangan main-main dengan saya, Varisha. Berhenti bersikap menyedihkan dengan mencoba menggoda pria yang sudah beristri.”
Arshaka menghempaskan tubuh Varisha dengan kasar. Dia kemudian mengambil sebuah koper kecil berisi uang tunai sejumlah 200 juta dan meletakkannya di pangkuan Varisha. "Semua ini bisa menjadi milikmu, asalkan kamu bersedia menjauhi Arseno."
Varisha terpaku di tempatnya, tidak bisa mempercayai mata sendiri. Dia tidak pernah membayangkan akan melihat uang sebanyak itu dalam hidupnya. Matanya menatap koper itu dengan tatapan yang penuh perasaan campuran.
Varisha menatap Arshaka dengan tatapannya yang dalam dan bertanya, "Apakah begitu mudah bagi Anda menyelesaikan segala sesuatu dengan uang?"
Arshaka kembali menatap Varisha dengan tatapan yang sama dinginnya. "Saya bisa memberikan lebih dari yang bisa kamu bayangkan kalau kau mendengarkanku dan menjauhi Arseno. Tapi, kalau kamu memilih untuk tidak mendengarkan saya, maka saya tidak ada memiliki pilihan lain selain untuk menyingkirkanmu dari hidup Arseno."
Varisha tetap berusaha menjaga ketenangannya di depan Arshaka, meskipun hatinya berkecamuk. Dia merenung sejenak, memikirkan betapa besar arti uang tersebut bagi hidupnya dan keluarganya. Dia menatap uang yang ada di pangkuannya, lalu dengan hati-hati mengambil beberapa uang dari koper itu.
"Terima kasih, tapi saya hanya akan mengambil sebagian uang yang saya butuhkan. Saya akan berusaha keras untuk mengembalikannya kepada Anda," kata Varisha dengan suara yang tetap tenang.
Arshaka, dengan pandangan yang sulit diartikan, hanya mengangguk sebentar. Tidak ada ekspresi apapun yang menghiasi wajahnya yang dingin.
"Saya akan berusaha keras menjauhi Arseno dan tidak akan berurusan lagi dengannya,” lanjut Varisha sebelum turun dari mobil.
Arshaka menghentikan langkah Varisha saat gadis itu hendak turun dari mobil. Dia menatapnya dengan tatapan tajam dan mengingatkan, “Saya kasih kamu satu kesempatan untuk membuktikan ucapan kamu.”
Varisha hanya mengangguk pelan sebagai tanda persetujuan. Dengan hati yang berat, dia meninggalkan mobil Arshaka dan mulai berjalan menjauh dari tempat itu.
***
Varisha telah berganti pakaian dan bersiap untuk bekerja di bar mewah dan eksklusif tempatnya bekerja. Meskipun hatinya masih terbebani oleh pertemuan dengan Arshaka, tetapi dia mencoba dengan keras untuk memfokuskan diri pada pekerjaannya.
Semakin malam suasana bar semakin ramai. Malam itu berlangsung dengan berbagai pesanan minuman yang terus berjatuhan di atas meja dan sorakan para pelanggan yang terus berkumandang. Varisha berdiri di balik bar, cekatan dalam meracik minuman, mengisi gelas dengan minuman berwarna-warni, dan menghiasnya dengan dekorasi yang indah.
Ketika shift kerjanya akhirnya berakhir, Varisha segera mengganti pakaian dan bersiap untuk pulang. Dia merasa sangat lelah setelah bekerja sepanjang hari. Namun, ketika dia hendak melangkah keluar dari bar, tangan seseorang tiba-tiba menariknya ke sudut yang lebih sepi. Varisha hampir saja berteriak, tetapi tangan itu dengan lembut menutupi mulutnya.
“Tenang, Sha. Ini aku,” ujar seorang pria sambil melepas topi dan masker hitamnya.
“Kak Seno!” seru Varisha ketika Arseno melepaskan tangannya yang menutup mulutnya.
Varisha menatap Arseno dengan perasaan campuran. “Kenapa Kakak datang ke sini? Apa istri Kakak tahu?”
“Aku mau memastikan kamu baik-baik aja, Sha. Aku juga mau minta maaf atas perbuatan Arini tadi. Aku nggak akan membiarkan Arini menyakiti kamu lagi,” ujar Arseno sambil mengusap pipi Varisha lembut.
“Kakak tahu soal itu?” tanya Varisha yang dibalas dengan anggukan pelan oleh Arseno.
“Kalau Kakak tahu kenapa Kakak masih datang ke sini?” tanya Varisha dengan frustrasi.
"Kak, mungkin sebaiknya kamu berhenti mencari aku karena ini hanya akan membuat semuanya semakin rumit dan sulit," lanjut Varisha dengan suara tegas.
“Nggak, Sha. Aku nggak bisa menjauh dari kamu. Selama ini aku nggak pernah mencintai Arini. Cuma kamu yang selalu ada dihati aku, Sha. Aku janji sama kamu, aku akan menceraikan Arini setelah semua masalah di perusahaanku selesai. Jadi, tolong tunggu aku dan jangan menjauh." Arseno mencoba meraih tangan Varisha dan menggenggamnya dengan erat.
"Aku nggak mau terlibat dalam hubungan rumah tangga kamu, Kak. Aku juga nggak mau terus dianggap sebagai wanita simpanan kamu. Aku capek, jadi aku mohon jangan temui aku lagi," ujar Varisha dengan suara rendah lalu melepaskan genggaman tangan pria itu.
“Ayo kita menikah, Sha. Aku akan menyiapkan semuanya dan setelah itu kita bisa pergi dari sini. Aku akan menyiapkan kehidupan kita di luar negeri, aku akan membawa kamu sejauh mungkin dari orang-orang yang berusaha memisahkan kita,” ujar Arseno dengan raut penuh keputusasaan.
“Aku akan cari rumah sakit yang terbaik untuk Reno dan kita juga bisa bawa Ibu dan Amanda pergi. Tapi aku mohon, Sha. Jangan suruh aku menjauh dari kamu,” lanjut Arseno dengan lirih sambil menundukkan kepalanya.
“Aku nggak bisa, Kak. Aku nggak bisa mengabaikan fakta kalau kamu sudah menikah. Lebih baik Kakak lupain aku mulai sekarang dan mulai belajar untuk mencintai istri Kakak,” tegas Varisha lalu melangkah pergi dari hadapan Arseno.
Sebelum Varisha melangkah lebih jauh, Arseno kembali menahannya, kali ini dengan tindakan yang mendadak. Dia menarik Varisha dengan kuat dan mencium bibirnya dengan penuh keinginan.
Varisha, terkejut dan marah, berusaha mendorong Arseno sekuat mungkin. Saat ciuman mereka terlepas, dia menatap tajam ke arah pria itu dan mengucapkan kata-kata yang tajam, "Kalau Kakak benar-benar mencintai aku, Kakak nggak akan pernah melakukan hal ini.”
Sebelum Arseno bisa merespons, pandangan Varisha berpindah ke arah lain. Matanya bertemu dengan tatapan tajam Arshaka yang hadir di sana. Varisha cukup terkejut karena Arshaka tidak datang sendirian; dia dikelilingi oleh beberapa pria dengan setelan jas hitam dan bertubuh tegap.
“Cepat bawa dia!” perintah Arshaka kepada orang-orangnya untuk membawa Arseno pergi.
Setelah orang-orang itu membawa Arseno dengan paksa, Arshaka menghampiri Varisha dengan tatapan tajam dan dengan kasar ia menarik tangan gadis itu. “Ikut saya!”
Beberapa hari berlalu sejak Arshaka melihat Arseno mencium Varisha di bar, dan suasana di antara mereka menjadi semakin tegang. Malam itu, Arshaka memutuskan untuk menghadapi gadis itu secara langsung dan menawarkan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan oleh Varisha, yaitu pernikahan.Varisha dengan tegas menolak tawaran yang lebih terdengar seperti perintah itu. Varisha tidak ingin terjebak dalam permainan Arshaka yang tidak mendasar. Namun, setelah penolakan itu, kehidupan Varisha menjadi semakin rumit dan berantakan.Varisha merasa hancur ketika mengetahui bahwa sebagian uang yang seharusnya digunakan untuk pengobatan adiknya telah diambil oleh ayahnya untuk berjudi. Dia merasa amarah dan keputusasaan merayap dalam dirinya ketika para penagih hutang mulai muncul di depan rumahnya, mengancam akan menyita rumah mereka.Tidak hanya itu, ketika Varisha pergi ke restoran tempat dia bekerja, manajer restoran memberitahunya bahwa dia telah dipecat. Alasan yang diberikan adalah bahwa insi
Setelah Arshaka meninggalkannya sendiri di ruangannya, Varisha duduk dalam keheningan. Pikirannya dipenuhi oleh pertimbangan dan pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya. Dia merenung tentang pilihan yang harus dia buat dan dampaknya terhadap hidupnya dan keluarganya.Di tengah ketidakpastian, Varisha menyadari bahwa melawan Arshaka dengan caranya sendiri tidak akan menghasilkan apa-apa. Dia tahu dia berada dalam posisi yang sangat lemah menghadapi kekuasaan dan ancaman Arshaka.Dalam ruangan yang sunyi, Varisha menunggu Arshaka yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Tanpa sadar, kelelahan dan stres membuat matanya terpejam, dan Varisha tertidur dalam sekejap. Ketika dia akhirnya membuka matanya, pandangannya segera tertuju pada sosok Arshaka yang duduk dengan tenang di sofa, tatapannya tajam tak terlepaskan dari wajah Varisha.“Apa yang masih kamu lakukan di sini?” tanya Arhaka dengan dingin.Varisha memperhatikan Arshaka dengan cemas saat dia bangun dari tidurnya. Kehadiran pria itu
Beberapa minggu telah berlalu sejak pernikahannya dengan Arshaka, dan malam ini, setelah pria itu kembali dari perjalanan bisnisnya, Varisha akan bertemu dengannya lagi. Sebelumnya, Arshaka telah memberikan pesan kepada sekretarisnya untuk memberitahu Varisha untuk mempersiapkan diri untuk menemuinya.Saat malam itu tiba, Varisha turun dari mobil yang membawanya ke sebuah rumah mewah yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Varisha mencoba mengatur detak jantung yang berdebar cukup kencang. Ia memeriksa penampilannya sekali lagi di depan cermin, memastikan bahwa segalanya terlihat baik. Setelah yakin dirinya siap, Varisha melangkah masuk ke dalam rumah tersebut.Varisha menghentikan langkahnya ketika mendengar suara Arshaka yang sedang berdebat. Varisha terdiam ketika mendengar percakapan itu.“Papa sudah mengatur pertunanganmu dengan Adelia bulan depan.”“Saya tidak bisa melakukan pertunangan itu.”“Papa tidak meminta pendapat kamu, mau tidak mau pertunangan ini akan terjadi.”“Bagai
*Lima tahun kemudian*Varisha melangkah dengan hati-hati melintasi koridor yang tenang menuju ruangan Ganendra. Dalam genggaman tangannya, dia membawa dua gelas kopi yang masih mengepulkan uap harum. Ruangan itu, biasanya penuh dengan keramaian dan suara rapat, sekarang tampak tenang dan terkesan lebih eksklusif. Terkadang, Ganendra suka beristirahat sejenak di sini, menjauh dari hiruk-pikuk bisnisnya.Varisha telah bekerja sebagai sekretaris pribadi Ganendra selama hampir dua tahun sejak dia lulus kuliah dan memulai karirnya. Ganendra adalah seorang pengusaha sukses dan CEO HW Group, sebuah perusahaan teknologi terkemuka yang menguasai pasar dengan inovasi terbaru. Baginya, bekerja di perusahaan ini adalah kesempatan besar, meskipun kadang-kadang pekerjaannya bisa menjadi sangat menuntut.Ketika Varisha memasuki ruangan, dia melihat seorang pria duduk di sofa kulit berwarna krim. Pria itu, yang membelakangi pintu masuk, tampak sangat keren dalam setelan jasnya yang mahal. Rambutnya y
Varisha dengan penuh profesionalisme menjelaskan dengan rinci agenda pertemuan berikutnya kepada Ganendra. Suaranya tenang dan jelas, dan matanya fokus pada bosnya yang menatapnya dengan serius. Ganendra dikenal sebagai seorang pria yang tajam dan sangat memperhatikan setiap detail, sehingga kemampuan Varisha dalam mengelola jadwal dan informasi sangat dihargai olehnya. "Dalam pertemuan besok," Varisha memulai penjelasannya, "Anda akan bertemu dengan tim pengembangan produk untuk mendiskusikan perkembangan terbaru dalam proyek XY-123. Pertemuan ini akan diadakan di ruang konferensi utama pada pukul 10 pagi. Seluruh dokumen dan presentasi yang Anda butuhkan sudah saya siapkan.”"Saya juga sudah menyiapkan jadwal pertemuan selanjutnya untuk hari ini, Pak," katanya dengan suara yang tenang.Ganendra selesai meresensi beberapa dokumen dan menatap ke arah Varisha. “"Terima kasih, Varisha. Kamu sudah bekerja keras hari ini." Varisha tersenyum dengan tulus. "Sama-sama, Pak." Sebelum Vari
Taksi berhenti tepat di depan apartemen Varisha, dan tanpa banyak bicara, dia segera membayar tarifnya. Varisha keluar dari taksi dan melihat Arshaka yang masih duduk di dalam, menatapnya dengan tatapan dingin yang tak terbaca. Tanpa berbicara lebih lanjut, Varisha meninggalkan mobil dan melangkah menuju pintu masuk apartemennya.Pintu lift terbuka begitu dia mencapai lobi apartemen, dan tanpa banyak berpikir, Varisha memasuki lift. Dia ingin secepatnya tiba di lantai apartemennya, menjauh dari situasi yang tidak nyaman ini. Varisha menekan tombol lantai apartemennya.Tapi saat pintu lift hendak menutup, tangan Arshaka tiba-tiba muncul di celah pintu, membuatnya terbuka kembali. Varisha menoleh dan melihat Arshaka telah masuk ke dalam lift dan berdiri di sisinya. Varisha menggigit bibirnya, merasa frustrasi. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Pertemuan yang rumit ini sepertinya tidak akan berakhir begitu saja.Sementara, Arshaka menatapnya dengan ekspresi yang sama di
Kembali pada rutinitasnya di kantor, Varisha mencoba fokus pada pekerjaannya. Hari ini, dia merasa sedikit terganggu oleh pertemuan pagi tadi dengan Arshaka. Meskipun mereka terus berpapasan, hubungan mereka yang rumit selalu menghadirkan ketidaknyamanan yang tidak bisa dihindari. Beberapa jam berlalu, dan Varisha sedang sibuk menyelesaikan beberapa tugas ketika telepon kantor di sebelahnya berdering. Dengan sigap, dia menjawab panggilan itu dan memberi salam dengan sopan. "Selamat siang," Varisha akhirnya berkata dengan sabar, mencoba memahami situasi.Namun, hanya ada keheningan di seberang sambungan, dan Varisha mulai merasa curiga. Kemudian, suara yang sangat dikenal membuat hatinya berdebar kencang, "Varisha."Varisha menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menjaga dirinya tetap tenang. "Apa yang bisa saya bantu, Pak? Apakah Anda ingin berbicara dengan Pak Ganendra?" tanyanya dengan nada yang tetap profesional.Arshaka hanya terdiam sejenak, membuat Varisha merasa tidak nyaman
Langit sore itu memancarkan warna oranye yang hangat, menciptakan suasana yang tenang ketika Varisha melangkah masuk ke dalam ruangan kantor Cakra Diaksara. Ruangan itu, seperti biasa, penuh dengan nuansa kemewahan dan keanggunan, mencerminkan kepribadian pemiliknya. Cakra duduk di balik meja besar, senyumnya yang ramah menyambut Varisha."Selamat sore, Varisha," sambut Cakra sambil mengangkat sejumput surat kabar yang menutupi meja kerjanya."Selamat sore, Pak," jawab Varisha sambil membalas senyuman. Ia kemudian duduk di kursi yang ditunjuk oleh Cakra. Dalam genggamannya, Varisha membawa sebuah bingkisan kecil berisi suplemen vitamin yang dikhususkan untuk Cakra."Saya membawa beberapa vitamin untuk Anda, Pak. Saya harap kesehatan Anda tetap terjaga."Cakra tersenyum ramah. "Terima kasih, Varisha, saya sangat menghargainya. Kesehatan saya cukup baik, meski tentu saja tak sekuat dulu.” “Jadi, hal apa yang membawa kamu ke sini?” tanya Cakra dengan raut wajah yang cukup serius.Varish