Rebecca terdiam. Lidahnya tiba-tiba merasa kelu dan sulit untuk berucap."Aku masih sibuk jadi cepatlah," lanjut Flora dengan nada ketus.Suara Rebecca tercekat di kerongkongan. Pada akhirnya wanita dengan perut buncit itu mematikan sambungan. Dia masih belum siap mengakui kesalahan nya. Di tambah lagi kehadiran Key dan Rey yang nantinya akan menggeser posisi anaknya nanti.Masih ada rahasia besar atas bayi ini yang Demian tak tau. Oleh sebab itu Rebecca tak mau gegabah dan membuat bayinya kelak akan menerima nasib kurang baik.Di tempat berbeda Flora duduk di sofa. Di hadapannya duduk dua malaikat kecil yang selalu memberinya semangat. "Kalian di skors dua bulan. Jadi kita bisa diskusi sekarang? Kita mulai dengan Rey, apa yang kau mau saat ini," tanya Flora menatap putranya.Rey hanya diam. Bibirnya mengatup rapat. Pandangannya tertunduk. Jemari kakinya sibuk memainkan karpet berbulu di bawah meja."Rey, kau tidak mau menjelaskan sesuatu pada Momy?" lanjut Flora bertanya.Masih dia
Flora menarik napas panjang. Dia mencoba fokus pada jalan yang berada di depannya, jalur tol yang menuju kota asalnya.Sesekali dia melihat spion di atasnya. Melihat dua malaikat mungilnya yang menatap jalanan lewat jendela. Hening. Hanya itu yang dapat mendeskripsikan semuanya. Keduanya menatap jalanan dengan mata kosong. Tak ada semangat atau bahkan obrolan basa-basi."Mau mampir ke KFC?" tanya Flora memecah keheningan.Tak ada jawaban. Mereka masih sibuk dengan lamunan masing-masing. Flora memutuskan untuk menepikan mobilnya di rest area.Melihat mobil yang masuk ke rest area kedua anak kecil di kursi belakang saling berhadapan. Mereka mengangkat kedua bahunya seolah tak peduli dengan apa yang di lakukan sang Momy."Bisa turun sebentar, sepertinya kita butuh ice cream." Flora mengetuk jendela dan melempar senyum.Tak ada sahutan. Kedua anak itu membuka pintu dan turun dari mobil. "Ayo! Kalian mau ice cream rasa apa?" tanya Flora bersemangat.Kedua mulut itu masih bungkam. Mereka
Ponsel Flora berdering. Ujung matanya menatap layar ponsel yang tertera sebuah nama. Wanita itu mengabaikan panggilan yang baginya tidak penting itu.Flora melanjutkan acara makannya. Namun deringan ponsel terus berdering sehingga mengganggu aktifitas makan mereka."Momy, siapa yang telpon?" tanya Key sambil mengunyah kentang goreng."Om Kevin, sebentar yaa. Momy angkat telpon dulu." Flora meraih benda pipih itu dan segera melangkah pergi.Flora memilih tempat sepi dan menggeser tombol hijau. "Ada apa?" tanya wanita itu ketus."Rebecca mengundang kalian?" tanya Demian tidak percaya."Yaa, istri yang baiki itu sudah mengibarkan bender perdamaian. Tapi sayangnya aku dan anak-anak masih ada acara lain," jawab Flora."Kau selalu mengekang mereka," sahut Demian tak mau kalah."Yaa, aku memang mengekang mereka. Aku tidak mau mental mereka rusak bila terlalu dekat dengan ular berbisa mu itu," emosi Flora mulai meletup.Terdengar tarikan napas panjang di ujung sambungan. Ternyata sang mantan
Air mata Flora tak terbendung ketika melihat wanita paruh baya dengan baju elegan melihatnya dari kejauhan.Wanita itu berdiri terpaku. Buliran air mata bening menetes, menyapu make up yang sudah di tata rapi oleh MUA keluarganya.Key dan Rey hanya berdiri mematung. Melihat kedua orang yang berbeda usia ini saling tatap dan sama-sama menangis.Si Mbok menuntun kedua anak itu untuk mendekati wanita paruh baya yang masih berdiri di ambang pintu. Kedua anak kecil itu tak henti-henti berdecak takjub melihat kemewahan rumah yang saat ini ada di hadapannya. Hingga tanpa terasa kedua anak itu sudah berdiri di hadapan wanita paruh baya di ambang pintu.Wanita itu menutup mulutnya. Air matanya semakin deras ketika melihat Rey dan Key. Dia segera menekuk kedua kakinya dan memeluk kedua anak kecil itu."Maafkan Oma ya," ucap wanita paruh baya itu."Oma," ucap Key dan Rey bersamaan.Si Mbok melempar senyum haru. Berulang kali dia mengelap air mata dan lendir yang keluar dari hidung dengan daster
Flora mengayunkan langkahnya masuk ke dalam kamar bernuansa biru muda itu. Foto dan semua barangnya masih tertata rapi di tempat masing-masing. Dia tak menyangka Mamanya masih merawat kamar ini. Kaki Flora berhenti di depan meja rias. Sedetik Flora menatap pantulan wajahnya.Bayangan pertengkarannya dengan sang mantan suami tiba-tiba terlintas begitu saja. Mungkin benar apa kata Demian, dia terlalu mementingkan egonya sendiri.Flora terkejut saat sebuah tangan menepuk pundaknya."Mama," ucap Flora ketika melihat wanita paruh baya itu menuntunnya duduk.Flora dan Lidya duduk di kasur empuk berbalutkan seprai berwarna senada dengan tembok. Wanita paruh baya itu menatap lekat buah hatinya yang dulu pernah dia usir.Dia tidak menyangka putri kecilnya bisa menaklukkan dunia. Dulunya dia merasa cemas karena keterbatasan pasangan yang di pilihnya dulu."Setiap rumah tangga pasti mengalami ujian Sayang, percayalah. Semua luka itu akan terhapus dengan seiring berjalannya waktu." Lidya membela
Mentari pagi bersinar terang. Tidak terasa Flora sudah dua hari tinggal bersama sang Mama. Kehadiran Lidya dalam kehidupan Rey dan Key membuat mereka sedikit melupakan rasa rindu pada sang Dady.Seperti saat ini, Key dan Rey sedang berenang bersama dengan Lidya. Tawa riang bergema di rumah mewah yang sudah lama begitu sepi.Senyum bahagia tak hentinya menghiasi wajah tua si Mbok yang selama ini tau bagaimana tersiksanya Lidya."Non nggak main bareng sama anak-anak?" tanya si Mbok saat melihat Flora hanya duduk di tepi kolam renang."Nggak Mbok, saya di sini aja," jawab Flora singkat."Mau Mbok bikinin pempek?" tanya si Mbok menatap Flora.Flora mendongakkan pandangan. Dia menatap lekat wajah tua yang mulai di penuhi keriput. Wajah itu masih sama teduhnya. Hanya garis halus yang sedikit membedakan."Mbok masih ingat kalau aku saya suka Pempek?" Flora tersenyum kecil."Iyalah, kan itu ..." ucapan Si Mbok terpotong.Flora tau apa yang akan si Mbok katakan. Dia juga masih ingat bagaimana
Mendengar suara orang di ujung sambungan membuat rohnya meninggalkan jasad sesaat. Mata Flora terbelalak, tanpa sengaja dia menjatuhkan benda pipih itu kedalam air."Ada apa Nak?" tanya Lidya cemas.Kaki Flora mendadak lemas sehingga dia merosot ke lantai dengan mata yang berkaca-kaca. Perlahan dia mendongakkan kepala menatap sang Mama."Demian, Maa," ucap Flora dengan bibir bergetar.Lidya menoleh ke belakang sesaat. Mengecek di mana posisi Cucunya. Melihat Flora bertingkah demikian, sepertinya ini adalah kabar buruk.Melihat situasi aman. Cucunya masih sibuk dengan air kolam."Demian kenapa?" tanya Lidya menggenggam tangan Flora."Di-dia kecelakaan. Saat ini kondisinya kritis," jawab Flora dengan air mata yang berlinang.Lidya memeluk Flora dan mencoba menguatkan. Tanpa Flora jawab dia masih melihat dengan jelas bagaimana cinta masih bersemayam di sana."Bersiaplah, Anak-anak biar sama Mama," ucap Lidya."Tapi Maa, Rebecca," ucap Flora ragu."Mama yakin dia akan mengerti posisimu,"
Rebecca duduk di samping sang suami. Dia menatap lekat paras tampan yang saat masih tidak sadarkan diri.Kepalanya di balut perban yang sedikit ternoda dengan warna merah. Kaki dan tangannya di pasang gips. Tidak hanya itu, beberapa bagian wajahnya juga mengalami memar.Angan Rebecca melayang ke menit yang lalu. Saat dimana seorang pria yang tiba-tiba menghubunginya setelah sekian lama menghilang.Yang paling menyebalkan adalah saat pria itu dengan entengnya meminta bayi yang berada di rahimnya. Dasar pria gila, jangankan merawat seorang bayi. Dia merawat dirinya sendiri saja tidak bisa.Apa yang dia katakan pada Demian saat pria itu nantinya akan muncul di hadapannya? Mungkinkah dia mengakui semuanya? Tidak, Rebecca masih tidak rela melepas pria sebaik Demian.Dia tau dan sadar. Selama ini yang memicu pertengkaran adalah dirinya. Dia takut kalau bayang-bayang Flora tidak bisa Suaminya lupakan.Dengan lembut Dia meraih tangan Demian dan mengecupnya perlahan. Buliran air mata bening mu