Karena tiga hari cuti, tugas Flora di kantor mulai menumpuk. Dia memutuskan untuk pulang kembali ke rumah dan menitipkan kedua buah hatinya pada Mamanya.Untung saja Sang Mama bisa memberi kasih sayang tulus melihat dulunya dia sangat membenci Demian.Flora bersyukur, setidaknya anak-anak memiliki tempat nyaman untuk berbagi cerita. Saat ini dia memilih lebih fokus pada dirinya sendiri untuk menyembuhkan luka."Mama, Aku balik lagi ke Jakarta ya Maa. Titip Anak-anak," ucap Flora saat benda pipih nya menempel di telinga."Iya Sayang, Mama akan jaga anak-anak. Fokuslah dengan pekerjaan mu," jawab Lidya."Makasih Maa, bye." Flora memutus sambungan.Ingatannya kembali pada masa lalu. Masa di mana Demian baru saja menginjakan kakinya ke rumah. Di sana Mama dan Papanya menolak mentah-mentah kehadiran pria itu.Sumpah serapah yang di ucapkan Mamanya begitu menusuk uli hatinya."Kau tau Demian, Mama sudah merestui hubungan kita? Kenapa kau malah pergi memilih wanita lain?" ucap Flora lirih."
Demian mengernyitkan matanya. Dia melempar pandangan ke segala arah. Ruangan dengan nuansa putih, di tambah lagi aroma khas obat. "Mas, aku panggilkan Dokter ya," ucap Rebecca bangkit dari kursinya dan berlari keluar ruangan."Astaga, apa aku salah lihat? Sejak kapan sikapnya manis seperti ini," ucap Demian berusaha bangun.Sayangnya dia tidak bisa melakukan hal itu. Memar di tubuh akibat kecelakaan mempersempit gerakannya. Tak lama kemudian datang seorang Dokter. Tampak Rebecca berjalan di belakang sambil menampakkan wajah khawatir.Dokter segera memeriksa Demian. Sepuluh menit pemeriksaan, dokter menyatakan kalau Demian sudah sadar dari obat bius yang di masukkan beberapa jam yang lalu.Cedera di kepalanya membuat pria itu mendapat beberapa jahitan. "Jangan banyak gerak dulu ya Pak, Ibu tidak perlu khawatir, Pak Demian sudah sadar. Nanti ada suster yang memberi Bapak obat lagi untuk pereda rasa nyeri," ucap Sang Dokter melempar pandangan ke Demian dan Rebecca bergantian.Dokter t
Tampak warna kemerahan melukis langit kelam. Hawa dingin tak membuat wanita cantik yang berada di dalam selimut itu segera beranjak dari kasurnya.Semalam dia cukup lelah dan tertidur larut malam. Tubuhnya masih merasakan letih setelah perjalanan yang cukup jauh.Suara dering ponsel membuat tidurnya terganggu, dengan malam wanita itu meraba-raba kasur dan mencari benda pipih yang sedari tadi mengganggu tidurnya.Saat benda itu sudah di raihnya, perlahan wanita itu membuka mata."Astaga, ini masih pagi loh!" ucap Flora kesal.Dia tidak menyangka mengapa pria ini selalu mengusiknya dengan perhatian yang lebih bisa di katakan lebay.Padahal dia sudah mengatakan berulang kali untuk tidak mendekatinya lagi. Tapi kenyataannya jauh berbeda.Karena rasa tidak enakan. Flora dengan malas menggeser tombol hijau ke atas."Halo?" jawab Flora dengan suara serak khas bangun tidur."Maaf Flo, mengganggu pagi-pagi buta seperti ini. Hanya memastikan kalau kau sudah sampai rumah dengan selamat," ucap Re
Matahari pagi mulai menerangi bumi. Beberapa orang mulai sibuk untuk melakukan aktivitas mereka. Tidak ketinggalan dengan Flora. Ucapan Mbok tadi pagi membuat mata dan pemikirannya terbuka lebar.Dia memang salah. Selama ini tidak pernah menghormati Demian sebagai suami. Akan tetapi setiap orang bisa berubah. Semua diberi kesempatan yang sama. Hanya bedanya terdapat pada niat masing-masing.Wajah Flora tampak cerah dan bersinar. Di tambah dengan hijab yang membingkai wajahnya.Dia masih duduk di depan meja rias menatap pantulan wajah cantiknya. Sepertinya dia sedikit ragu dengan perubahannya yang signifikan ini.Apa kata orang kantor bila melihat perubahannya seperti ini. Bukankah pria di dunia ini bukan cuma Demian. Dia merasa terlalu berlebihan.Namun ucapkan Si Mbok tadi pagi membuat hatinya sedikit terketuk. Kalau tidak memulai, kita tidak akan tau apa yang akan terjadi kedepannya bukan.Dengan ragu dia meraih tas dan melangkah menuruni tangga. Berulang kali tangannya membenarkan
Mobil Revan sudah terparkir di halaman kantor. Namun, sang penumpang tidak kunjung turun. Di dalam Flora masih mencoba menenangkan hatinya.Dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi semua orang saat melihat penampilan barunya. Terlebih gosip retaknya rumah tangganya sudah tersebar luas.Pasti akan ada hanya orang yang menghujatnya. Bahkan menertawakannya. Hal ini pantas dia dapatkan mengingat prilakunya dulu pada tiap karyawan."Flo, cepat turun. Kita sudah terlambat. Ada banyak berkas yang harus di kerjakan," ucap Revan yang sudah menunggu selama tiga puluh menit di kap mobil."Sebentar dong," jawab Flora sewot.Karena tidak sabaran Revan membuka pintu dan menarik tangan Flora. Menuntunnya untuk segera masuk ke dalam kantor.Flora mencoba melepaskan tangannya. Namun Revan semakin mempererat genggaman tangannya."Revan, aku belum siap. Lepaskan aku!" ucap Flora masih mencoba melepaskan diri."Kenapa belum siap? Kau sangat cantik dengan pakaian seperti ini," ucap Revan spontan.Mata
Jam menujukan pukul sebelas siang. Flora sedikit merenggangkan otot pinggang dan lehernya yang mulai terasa kaku.Dia melempar pandangan ke arah dinding kaca. Di sana terlihat langit biru yang cerah. Terdapat awan putih bersih menghiasi langit tersebut.Tampak seketsa wajah seseorang yang terbentuk dari awan-awan tersebut. Mata Flora kembali berkaca."Aku tau, akulah orang yang paling bersalah dalam perpisahan ini, aku akan memulai hidupku yang baru. Semoga kau di sana juga menikmati kehidupan barumu," ucap Flora lirih.Bayangan pertengkengkarannya terputar di hadapannya. Langit biru seolah menjadi layar bioskop yang menampakkan cuplikan masa lalu Flora.Dia yang selalu mengabaikan Demian. Memberi kebebasan penuh akan pergaulannya dengan lingkup luar sampai pada akhir di titik ini.Bahkan jika di ingat sekali lagi. Meskipun dia di rumah. Akan tetapi waktunya tersita karena berkas-berkas kantor. Sekali lagi, Demian yang bermain dengan anak-anak."Rey, Key, maafkan Momy. Momy janji akan
Flora dan Revan baru saja selesai menyantap makan siang mereka. Baru pertama kali ini Flora mengizinkannya makan siang bersama."Sudah siap" ucap Revan bersemangat."Harus sekarang ya?" tanya Flora ragu.Dirinya masih tidak percaya diri saat melangkahkan kakinya keluar ruangan lagi. Otaknya masih di penuhi bayangan para pegawai yang menatapnya seperti orang asing."Mau aku gandeng lagi? Aku nggak keberatan kok," kekeh Revan."Susah banget sih jadi hijabers gini," keluh Flora."Hijabers nya nggak susah, pemikiran kamu aja yang ribet," sahut Revan.Flora terdiam sesaat. Untuk kali ini dia setuju dengan Revan. Memang benar dia yang terlalu memikirkan apa kata orang. Hanya saja dia kurang terbiasa dengan semua ini."Aku gendong nih! Jam kita udah mepet loh," desak Revan."Iya, iya ..." Flora melangkah menuju pintu.Dengan ragu dia menggenggam ganggang pintu. Perlahan dia menarik napas panjang dan mulai memutar benda itu.Dengan menahan ketidak nyamanan dia melangkah menuju pintu keluar.
Flora dan Revan sampai di tempat tujuan. Mereka berada di sebuah cafe dengan nuansa Jawa. Keduanya saling pandang untuk sesaat."Jadi, apa masalahnya?" tanya Flora."Seperti biasanya, mereka ingin kita tukar semua furniture. Bukankah lebih aman seperti itu. Dari pada kita memberi ganti rugi, barang yang di tukar bisa kita jual lagi dengan harga rendah." Revan mulai membuka tas yang berisi map.Flora menarik napas panjang dan meraih map yang berada di tas Revan. Wanita itu mulai melihat laporan jumlah rupiah yang harus dia bayar."Apa? seratus juta, kau yakin?" Mata Flora membulat."Kau bisa masuk ke dalam, di dalam kau akan menemukan jawabannya." Revan mencondongkan tubuhnya dan membuka pintu untuk Flora.Jarak mereka hanya sekian centi. Aroma parfum Revan menyeruak menggoda indra penciuman Flora. Wanita itu dapat melihat dengan jelas kulit putih mulus terawat di hadapannya.Untuk sesaat Flora terdiam membatu. Dia hanya manusia biasa yang mampu khilaf dan terpesona dengan lawan jenis